34. Bunga Mawar

38K 3.2K 15
                                    

"Jika begini, hatikupun bisa ikut berbunga-bunga karna perlakuanmu."
-Nashwa Hanindya-


Setelah tawa mereka reda, keheninganpun terjadi. Mereka saling melempar tatap, terdiam cukup lama dengan pikiran masing-masing hingga suara Nashwa mampu memecahkan kesunyian.

"Lo banyak berubah ya?" Ucap Nashwa masih dengan tatapan mata tertuju pada Arjuna.

"Nggak ramah lagi, malah suka marah-marah. Sikap jahil lo juga ilang, yang ada malah kaku." Sambung Nashwa.

Arjuna terkekeh, "semuanya bisa berubah seiring berjalannya waktu, keadaan merubah segalanya. Termasuk gue dan lo," kata Arjuna menatap dalam Nashwa.

"Ngomong-ngomong, kemana muka suram lo?" Tanya Arjuna di iringi kekehan diakhir kalimatnnya.

Nashwa mendengus, "gue udah bahagia, makanya nggak suram lagi," paparnya yang membuat Arjuna menaikkan sebelah alisnya.

"Jadi dulu lo nggak bahagia?"

"Nggak," jawab Nashwa polos.

"Dulu, enam tahun lalu. Itu adalah tahun terburuk bagi gue, gue kehilangan banyak hal, termasuk kedua orang tua gue," ucap Nashwa dengan senyum getirnya. Sakit sekali rasanya mengingat hari itu, hari dimana dia kehilangan segalanya, termasuk dirinya sendiri.

"Sorry, gue buka luka lama lo," Arjuna berkata dengan tulus dan penuh rasa bersalah.

"Nggak papa, lagian gue udah ikhlas. Gue cuman perlu nerima keadaan, berusaha ikhlas sampai gue ada di posisi sekarang, posisi dimana gue udah bisa nerima semuanya sebagai bagaian dari cerita hidup gue."

"Lo juga harus bisa ikhlas nerima keadaan, apapun yang terjadi sama lo dulu, yang ngebuat lo berubah jadi begini. Ikhlasin, semuanya nggak bakal baik-baik aja, termasuk diri lo, kalo lo nggak mau ngalah nerima semuanya sebagai bagian dari hidup lo."

Keduanya terdiam cukup lama. Nashwa memandang lama foto keluarga mereka.

"Lo tau. Gue adalah alasan dibalik tiadanya kedua orang tua gue, gue yang nyebabin mereka pergi, gue yang keras kepala, nggak mau nurutin mereka, gue yang selalu nggak mau nerima larangan mereka, gue yang selalu mandang buruk apa yang menurut mereka baik, gue yang nggak mau sedikitpun mencoba melihat sesuatu hal dari sudut pandang mereka. Gue yang menganggap tahu segalanya padahal, gue cuman tau satu dari seribu halaman. Gue bahkan belum sempet bahagiain mereka tapi mereka udah pergi." Nashwa berkata dengan senyum getir sekaligus air mata yang telah tergenang di pipinya.

"Sorry jadi curhat," Nashwa mengelap air matanya menggunakan punggung tangannya namun sialnya, air matanya tidak mau berhenti.

Sememtara Arjuna, laki-laki itu terdiam cukup lama setelah mendengarkan curahan hati Nashwa. Hatinya terenyuh, dia teringat akan Papanya, tentang bagaimana ia menghakimi laki-laki itu tanpa mau mendengar kejelasan selanjutnya. Dia yang merasa tahu segalanya, dan tak mau peduli akan cerita sang Papa.

Nashwa yang sudah mampu mengontrol air matanyapun kembali mematap Arjuna. Sadar akan keterdiaman lelaki itu, Nashwapun bersuara.

"Udah sore nih, lo nggak pulang?" Tanya Nashwa yang langsung membuat Arjuna mengalihkan tatapannya.

Hal pertama yang laki-laki itu lihat adalah mata merah dan sembab Nashwa, serta jejak air mata yang belum mengering.

Arjuna berdehem.

"Gue pulang," iapun berdiri, memakai tasnya kembali.

Nashwa mengantar Arjuna hingga kedepan motornya. Arjuna yang hendak menaiki motornyapun, mengurungkan niat. Berbalik kearah Nashwa lalu tanpa aba-aba langsung merengkuh tubuh mungil yang sialnya sangat pasa dalam dekapannya.

Arjunashwa (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang