14. Milik

49K 4.1K 53
                                    

"Apapun masalahnya, apapun kesenangannya, ingat satu hal. Yang harus kau datangi pertama kali adalah tuhan. Entah untuk berkeluh kesah, atau bersyukur atas segala nikmat."

#me

☆☆☆☆

"Beneran nggak papa?" Tanya Panji sekali lagi setelah ia sampai di depan gerbang sekolah Nashwa.

"Nggak papa Bang. Yaudah Nashwa masuk ya," Nashwa meraih tangan kanan Abangnya lalu mencium punggung tangan Abangnya, setelah itu ia beralih mencium kedua pipi Panji, lalu turun, tak lupa setelah mendapat elusah di kepalanya oleh Panji.

"Nashwa masuk ya Bang," pamit Nashwa lagi yang langsung di angguki oleh Panji. Sebenarnya Panji sedikit agak tidak rela membiarkan Adiknya sekolah, karna semenjak pulang dari cafe, Adiknya itu mengeluh pusing, wajahnya pucat, lebih banyak diam tidak seperti biasanya. Membuat Panji benar-benar kepikiran, setelah lama  bergulat dengan lamunannya, akhirnya Panji tersadar dan langsung menyalakan mesin mobilnya. Dan berlalu pergi menuju kantornya.

Sesampainya Nashwa di kelas, wanita itu lebih memilih langsung duduk, diam dan menelungkupkan kepalanya di atas meja. Membuat Sarah dan Nana terus bertanya-tanya dan hanya mendapat respon kata nggak papa, membuat kedua wanita itu khawatir, di tambah lagi wajah Nashwa pucat.

••••

Jam istirahat tiba, Nashwa dkk kini tengah berada di kantin dan tengah menyantap makanan mereka. Nashwa masih tidak banyak bicara, kepalanya masih terasa berat. Nasi gorengnyapun masih banyak, dari tadi Nashwa hanya mengaduk-ngaduknya dan beberapa kali saja menyuapkannya kedalam mulutnya.

"Ke UKS aja yuk ..." ajak Sarah semakin khawatir.

"Nggak usah, ni juga udah nggak terlalu sakit lagi," tolak Nashwa lembut.

"Ih ... tapi muka lo pucet," ujar Nana memperhatikan.

"Gue nggak papa," tolak Nashwa lagi. Ia tidak berbohong, sakit kepalanya memang sudah agak mendingan.

"Tau ah, nggak bisa di bilangin banget sih!" Ketus Sarah kembali melanjutkan makannya. Nashwa hanya tersenyum simpul menanggapi kekhawatiran kedua sahabatnya tersebut.

"Lo sakit kepala karna apa sih Wa?" Tanya Nana sambil menyuap sesendok nasi goreng ke dalam mulutnya.

"Nggak tau," jawab Nashwa mengedikkan bahunya.

"Banyak pikiran kali, apa jangan-jangan lo lagi banyak utang sama rentenir!" Tuduh Sarah tidak masuk akal, jangankan hutang pada rentenir, hutang pada kedua sahabatnya saja Nashwa tidak pernah. Paling-paling ia hanya meminjam sebentar karna uangnya ketinggalan.

"Jangan ngaco deh Sar, lo kira Nashwa elo!"

"Lah, gue kenapa?" Tanya Sarah bingung dengan kata-kata Nana.

"Lo tukang ngutang!" Sinis Nana yang selalu di hutangi oleh Sarah.

"Dih, enak aja. Mana ada anak sultan ngutang."

"Sultan mbahmu!"

Begitulah seterusnya, mereka terus berdebat hingga membuat kepala Nashwa yang tadinya pusing semakin pusing.

"Udah-udah, diem. Gue mau bayar, ada yang mau nitip?" Lerai Nashwa beranjak berdiri setelah menyelesaikan makannya yang masih tersisa banyak di piring.

"Eh, nggak usah, gue aja yang bayar," usul Nana merasa kasihan jika harus Nashwa yang membayar.

Nashwapun mengiyakan, ia memberi uangnya kepada Nana, Sarahpun melakukan hal yang sama. Setelah menetima uang dari kedua sahabatnya, Nanapun bergegas pergi untuk membayar.

Arjunashwa (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang