19. Ujian

912 27 0
                                    

Eva tampak mondar mandir di kamarnya sedang memikirkan bagaimana nasib sang kekasih di tangan ayahnya yang saat ini entah dibawa kemana oleh ayahnya itu.

Bukan apa-apa, pasalnya tadi ayahnya menyuruh Eva memanggil Jericho menemuinya yang katanya ingin mengenal ia lebih lanjut. Awalnya Eva merasa bersalah karena tadi saat Jericho kesini wajahnya tampak lelah
ditambah lagi ia langsung dibawa pergi oleh ayahnya.

Sungguh Eva takut ayahnya itu melakukan sesuatu yang mengakibatkan kekasihnya itu terluka karena ayahnya itu suka sekali melakukan hal-hal ekstrim. Oh, ternyata Eva lupa, bahwa kekasihnya itu mantan mafia. Sudah pasti hal-hal berbahaya bukanlah ancaman baginya.

Ingin rasanya menelfon dan menanyakan apa yang dilakukan ayahnya itu padanya, namun juga Eva ragu untuk melakukannya.

Tok! Tok!

Suara ketukan pintu menyadarkan Eva dari lamunannya. Ia segera melangkah menuju pintu dan membukanya.

"Mama?"

"Kamu kenapa gak keluar-keluar sih, Va? Katanya mau nemenin Mama belanja."

Eva tersenyum kikuk, memang ya, ia bilang pada Sarah akan menemaninya belanja berhubung saat ini hari libur. Ck, terlalu memikirkan Jericho dan ayahnya membuat Eva lupa janjinya pada sang ibu. "Maaf, Ma. Eva lupa."

Sarah terkekeh. Ia tahu apa yang membuat anaknya ini lupa. "Tenang aja, sayang. Papa kamu gak bakalan apa-apain pacar kamu, kok."

"Mama apaan, sih." pipinya merah, malu.

Sarah tersenyum. "Ya udahlah, mending kita berangkat sekarang."

***

Di tempat lain, tampak dua orang pria yang duduk bersebrangan dengan tatapan tajam saling menusuk, namun lebih menusuk si pria pemilik netra abu kehijauan. Di sibelah kanan yang agak jauh dari mereka ada pria paruh baya sambil memutar-mutar dua buah tombak di tangannya.

"Jericho, Devan! Kemari!" serunya. Ya mereka adalah Adit dan dua pria yang sedang ia uji kelayakannya untuk sang putri.

Dua orang pria tampan dengan tampilan berbeda, yang satu memakai kemeja dengan tampilan tidak terlalu formal karena kemejanya yang sudah sedikit acak-acakan namun terlihat sekali ia baru pulang dari kantor, yang satunya lagi memakai pakaian dinas khas tentara menandakan bahwa ia salah satu prajurit TNI. Mereka dengan segera melangkah menuju sang pemanggil mereka.

"Kalian lihat itu!" Adit menunjuk pada beberapa ekor harimau yang tampak berlarian ke sana-sini juga sesekali mengaum dengan suara menggelegar membuat siapa saja takut mendengarnya.

"Mereka adalah harimau-harimau liar yang akan menerkam siapa saja yang berani mengganggu mereka. Tugas kalian adalah menaklukan mereka. Kalian boleh melukai mereka, namun jangan sampai membunuhnya. Dan senjata untuk menghalau serangan mereka, kalian hanya boleh memegang tombak ini." Adit menyerahkan tombak itu pada Devan dan Jericho.

Saat Jericho menerima tombak itu, ia sedikit menyeringai yang nyaris tak terlihat oleh siapapun. Memegang benda-benda berbahaya seperti ini entah mengapa ia merasa deja vu. Ia jadi teringat masa lalu saat-saat sedang latihan beladiri, bahkan latihan beladiri yang ia tekuni lebih membahayakan daripada ini.

"Aku pasti bisa melakukannya, Dan!" Sahut Devan percaya diri.

"Ya, semoga."

Perkataan Adit semakin membuat kepercayaan diri Devan bertambah tinggi, setinggi gunung Himalaya. Karena Adit seakan mengatakan bahwa hanya Devanlah yang ia harapkan memenangkan kompetisi ini.

Sedangkan untuk Adit sendiri, ia hanya melirik sekilas Jericho yang tampak santai tak terpengaruh akan ucapannya yang seakan membela Devan. Sebenarnya tidak ada niat untuk membela Devan, hanya saja Adit ingin lihat bagaimana reaksi pria yang sejak awal sudah membuatnya kagum.

The True Love [Completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang