34. Panik

543 20 3
                                    

Antara resah, khawatir dan rindu. Perasaan yang sungguh tak mengenakan itu terus saja menghuni hati Eva. Sejak kemarin kejadian dimana piring pecah saat di rumah mertuanya sungguh membuat perasaan Eva tak enak meski Amara dan Thomas berkali-kali mengatakan semuanya akan baik-baik saja.

Eva memilih ingin pulang ke rumahnya. Entahlah, bukan karena tak nyaman tinggal di rumah mertuanya, hanya saja Eva sangat ingin tinggal di rumahnya dan sang suami. Karena baginya buat apa sudah punya rumah tapi malah tinggal di rumah mertua, sangat tidak baik bukan?

Amara dan Thomas tak bisa menolak jika itu memang keinginan Eva. Meski Amara, awalnya tak mengizinkan, tapi pada akhirnya ia pasrah. Dengan Amara dan Thomas yang akan ikut tinggal di sana agar bisa menjaga Eva dengan baik.

Perlahan tangan kecil Eva mengusap lembut tempat tidur sampingnya tempat biasanya sang suami tidur bersamanya. Dengan air mata yang berlinang dan juga tenggorokan yang tercekat ancang-ancang ingin menangis. Tak bisa dipungkiri hatinya begitu rindu pada suaminya.

Berkali-kali Eva menelfon pria yang ia cintai itu, namun ternyata dia sama sekali tak bisa dihubungi. Hanya suara operator yang selalu menjawab panggilannya. Hal itu semakin membuat Eva gundah. Tak tahu harus apa.

Hanya merenung berharap pria yang dicintainya itu segera memberi kabarnya tentang keadaannya sekarang. Semoga saja keadaannya tidak seperti yang ada di pikirannya. Eva menggeleng kuat tak mau itu terjadi.

Setelah lama merenung, ia berdiri melangkah keluar kamar. Berniat untuk menenangkan pikirannya dengan mencoba keluar kamar dan berjalan-jalan mencari angin segar. Perlahan langkahnya menyusuri jalan, menatap setiap kendaraan yang lewat.

"Aku hamil."

"Makasih sayang, ini kebahagiaan terindah yang pernah aku terima."

"I love you, baby."

"Jaga kandungan kamu, Va."

"Jangan terlalu banyak bekerja."

"Kamu adalah segalanya bagiku."

"Sayang, Baby!"

"Hubby!"

Entah mengapa tiba-tiba bayangan saat bersama sang suami tercinta dan juga saat bersama keluarganya hinggap di kepalanya. Semua kenangan manis yang pernah ia lalui itu terus berputar di ingatannya seolah akan ada yang hilang.

Dari arah jauh, tampak sebuah mobil hitam dengan si pengemudi yang sedang menatap objek incarannya tanpa disadarinya. Sepertinya orang itu sungguh profesional dalam melakukan hal gila itu tanpa disadari sasarannya.

Eva terus melamun dan membayangkan semua itu. Hingga tanpa sadar mobil hitam yang sejak tadi mengintai itu melaju capat ke arahnya, dan...

Brakkk

"Aaa....".

Tubuh Eva terpental jauh dan tubuhnya terus berguling hingga kepalanya membentur batu cukup keras membuat darah terus mengalir deras dari kepalanya. Tubuhnya dipenuhi oleh luka, dengan perutnya yang terasa sakit yang teramat. Perlahan kesadarannya meredup, kegelapan menghampirinya.

"Eva!!!"

Sementara itu, si pengemudi mobil tampak menyeringai puas berhasil melaksanakan tugas yang diberikan. Ia merogoh sakunya mengambil ponsel lalu menghubungi seseorang.

"Tugas selesai. Sepertinya dia akan mati." Orang itu menyeringai lebar merasa menang menghancurkan sebuah keluarga dan kebahagiaan karenanya.

"Bagus. Nanti aku akan mengirimkan jumlah uang yang kau minta saat itu."

The True Love [Completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang