36. Sepercik kekuatan dan kemarahan

574 15 11
                                    

1 bulan berlalu...

Keadaan Eva masih sama, masih terbaring lemah di rumah sakit tanpa ada tanda-tanda akan bangun dari tidur panjangnya. Semua alat medis yang melekat di tubuhnya ternyata hanya mempertahankan ia hidup, namun tidak untuk bangun.

Sedangkan untuk Jericho, entahlah. Pria itu sampai sekarang belum bisa dilacak dimana keberadaannya, meski Thomas dan Dean sudah berusaha sekuat tenaga melacaknya melalui jaringan pintar mereka, namun tetap saja nihil.

"Nak... Kamu mau makan apa? Mama masakin nasi goreng kesukaan kamu, loh. Bangun, ya? Biar kamu bisa makan." Vania menggigit bibir bawahnya menahan isak tangis. Tak lama setelahnya ia berlari ke kamar mandi dan menumpahkan semua air matanya.

Tak hanya Vania, Sarah dan Amara saja tidak kuat melihat Eva yang hanya diam terbaring tanpa bisa berbuat apa-apa. Mereka hanya bisa menjaga diluar, karena mereka takut akan kehilangan kesadaran kalau melihat di dalam.

"Kapan suaminya kembali? Aku yakin hanya dia yang bisa memberi kekuatan untuk Eva agar bangun." Kata Sarah lirih.

"Mas! Sebenarnya kemana Jericho?! Tak mungkin dia mementingkan perusahaan dibandingkan istrinya!!" Kini Amara mulai menyadari akan hilangnya putranya yang bak ditelan bumi.

"Sudah kubilang di sana banyak pekerjaan." Jawab Thomas beralasan.

"Cuih, kau pikir aku percaya?!" Tekannya. Amara berdiri hendak berbicara lagi, namun tiba-tiba ia pingsan saat pukulan telak di bagian leher belakangnya.

Buk!

Mata orang-orang yang ada di sana membulat seketika melihat apa yang dilakukan Thomas pada istrinya yang memukulnya hingga pingsan. Dasar mafia.

"Apa yang kau lakukan Tuan Thomas? Kau memukul istrimu sampai pingsan?" Adit tercengang.

"Aku bukan memukulnya. Hanya melumpuhkan kesadarannya. Tak ada cara lain selain menenangkan Amara dengan cara seperti ini." Jawab Thomas.

"Akh baiklah, terserah anda." Sahut Adit. "Tapi apa Jericho masih belum bisa dilacak?" Tanya Adit.

Thomas menarik nafas dalam-dalam tak tahu harus bagaimana. Ia saja bahkan sudah pusing mencari dimana putranya itu. Ia bahkan sudah meminta bantuan Ayana, namun tetap saja nihil. Julian ternyata lebih pandai dalam hal IT.

"Berdoalah. Semoga Jericho baik-baik saja."

***

Buk!

"Lagi!"

Seru seorang pria yang sedang duduk bersilang di atas kursi menatap penuh kepuasan pada musuhnya yang tengah ia ikat kedua tangannya dengan menggunakan rantai. Puas sekali melihat tetesan darah demi darah yang berjatuhan di atas lantai. Hampir setiap saat ia memerintahkan anak buahnya yang ada di belakang pria itu mencambuknya dengan keras.

Tubuh pria yang disiksa itu begitu penuh dengan luka, darah-darah segar mengalir, bekas cambukan yang berkali-kali ia terima membuat kemeja yang dikenakannya robek disertai lumuran darah. Tak ada yang bisa ia lakukan, berontak pun percuma, kedua tangannya diikat dengan rantai.

"Lebih keras!"

Buk!

Pria itu mengetatkan rahangnya menahan rasa sakit yang teramat sangat terasa di punggungnya. Tak hanya bekas cambukan, bahkan bekas peluru yang bersarang di kaki, bahu, dan kedua lengannya pun masih terasa juga wajahnya yang sudah babak belur.

"Cukup! Buka rantai yang mengikatnya!"

"Sesuai perintah anda, Tuan Julian!"

Orang suruhan Julian pun melepas rantai yang mengikat sanderanya. Seketika itu juga pria itu merosot ke bawah jatuh ke lantai, tubuhnya benar-benar lemas tak berdaya rasanya untuk berucap saja ia tak mampu.

The True Love [Completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang