Satu minggu berlalu, Gavin kini hanya tinggal menunggu hasil kelulusanya, Gavin sudah tau bahwa Eneli di rawat di rumah sakit, setelah sepulang sekolah Gavin memutuskan untuk pergi kerumah sakit, melihat ke adaan Eneli.
Suster kini berlarian kesana kemari, untuk mengambil peralatan rumah sakit, keadaan Eneli semakin memburuk, dan itu membuat keluarga Agantara merasa hancur.
Gavin yang melihat keluarga Eneli, yang berada di luar kamar rawat Eneli, sambil menangis, membuat Gavin ikut khawatir, Gavin mencoba mendekat dan menanyakan keadaan Eneli."Em, kenapa dengan En?" Tanya Gavin, Emeli kini langsung memeluk Gavin, yang tadinya Emeli berada di pelukan Gavin.
"En kak, En. En sekarang Kritis," jawab Eneli sesenggukan menahan tangisnya dan itu tetap keluar dengan sejadi jadinya.
Pintu pun di buka lebar lebar, terlihat di sana Eneli terbaring lemah di atas berangkar, Suster kini mulai mendorong Eneli.
"Dok anak saya, mau di bawa kemana?" Tanya Sindya.
"Eneli, harus di bawah ke ruang ICU, karna ginjalnya sudah tidak dapat berfunsi secara normal lagi, dan sementar kita harus mencari donor ginjal yang pas," ucap Dokter itu, dan pergi membawa Eneli.
"Em, Daddy harap kamu mau mendonorkan ginjal kamu buat Eneli," Emeli tidak menjawab dan memutuskan untuk pergi.
"Daddy, kenapa daddy bicara begitu, pasti Em kecewa," ucap Sindya.
"Cuma di yang bisa donorin ginjalnya mom, terus siapa lagi?" jawab Adnas. Sindya memilih tak mengubris dan memilih mengikuti putrinya En.
Di taman Emeli menulis sesuatu dengan air mata yang bercucran, tetes demi tetes air mata, menjatuhi kertas putih, yang iya telah tulisi sesuatu.
Saat semuanya selsai, Eneli meninggalkan taman itu dan pergi entah kemana, yang intinya ini adalah keselamatan buat Eneli.
Dokter Raffi kini mulai panik dengan permintaan Emeli, dengan penuh harap Emeli menatap dokter Raffi.
"Saya mohon dok, saya cuma mau membantu Eneli, dan cuma ini yang dapat saya lakukan dok, jika dokter enggak mau, maka saya akan cari rumah sakit lain," ucap Emeli, setengah mengancam.
"Tapi," ucap dokter Raffi terpotong.
"Saya titip ini sama dokter kasih ini sama keluarga saya, dan ini berikan ini pada Gavin, saya enggak mau Eneli kenapa napa dok, dan sekarang nyawanya tinggal 19 jam lagi, dan saya harap dokter mau membantu saya," ucap Emeli, Dokter Raffi dengan berat hati menyutujui perkataan dan tindakan Emeli.
Di sisi lain, Eneli terbaring lemah di atas brangkar, beserta alat alat menempel di tubuh Eneli seperti, Infus, Monitor, Ventilator, dan lain sebagainya.
"Em, kamu kemana? Sih, sudah malam ini tapi kamu belum pulang," ucap Sindya khawatir dengan putrinya itu.
"Tante, biar aku yang cari Em," ucap Gavin, Sindya hanya mengagguk, dan Gavin memutuskan untuk pergi.
"Dek, kakak harap kamu kuat yah, jangan nangis, kakak sayang sama kamu, kamu adalah nafas kakak dan begitupun dengan Em, kalian berdua nafas kakak, En, kakak janji akan tinggal di sini, asal En, sembuh yah, En kan udah janji sama kakak, kalau En enggk akan sakit lagi," batin Angkasa, hatinya sangat rapu melihat keadaan putri kecilnya yang sekarang sangat rapu ini.
Dokter Raffi pun datang, dengan hati yang tegang, dengan sedikit seyuman di bibirnya, agar keluarga itu tidak berkecil hati.
"saya sudah mendapatkan donor ginjal buat En," ucap dokter raffi membuat keluarga itu sangat bahagia.
"Apa dok ? Apa ini benar?" Tanya Sindya, dokter Raffi hanya menagguk.
_TwinsGirl_
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm ~ Twins Girl [END]
DragosteApa Emeli harus memilih tidak memcintai Gavin untuk tidak membuat perasaan Eneli jadi sakit hati,walau hati nya yang akan terasa sakit dan hancur. "EMMMMM,,, KENAP LO NINGGALIN GUE HAA? GUE SAYANG SAM LO, HARUS NYA LO KASIH GUE GINJAL SATU AJA, BIAR...