1. Permulaan.
Altarel mengedarkan pandangannya, memeriksa keadaan agar dirinya dan teman-temannya tetap aman dari intaian guru-guru yang tidak suka pada mereka, ralat. Bukan tidak suka pada mereka, melainkan tidak suka dengan siswa bandel seperti mereka ini.
Siapa sangka, pada pelajaran biologi, mereka malah membolos untuk membantu kucing Dion yang sedang melahirkan? Sulit memahaminya namun itulah faktanya. Altarel bersikeras untuk ikut hadir dalam proses lahiran kucing sahabatnya itu.
"Aelah, Rel. Kucing gue mandiri ngapa lo maj temenin dah? Suaminya lo?" tanya Dion.
"Diem. Lo pikir gue seriusan mau nengokin kucing lahiran? Gue mau cabut. Lo aja sana temenin kucing lo," sahut Altarel.
"Gue-"
"Kembali ke sekolah. Anak-anak."
Langkah kaki mereka tiba-tiba terhenti lantaran suara guru kedisiplinan terdengar tak jauh dari titik berdiri mereka. Haikal, Altarel, Dion, Dirga serta Rifki menoleh secara serentak, mereka menampakkan wajah polos lalu berbalik badan.
"Siang, Bu," sapa Altarel lalu tersenyum.
"Kembali ke lapangan. Hormat di depan tiang bendera selama 10 menit!" bentak Bu Tya.
Altarel berdecak. Rencananya untuk merokok dan bersantai jadi terhambat. Cowok itu mengikuti guru yang berjalan didepannya. Dengan senyuman nakalnya, ia malah meledek guru itu dari belakang hingga terdengar suara tawa teman-teman di sebelahnya.
"Kenapa kalian tertawa?!" bentak Bu Tya.
"Anu Bu," jelas Altarel dengan terbata-bata.
Bu Tya melirik sekitar, ada dua orang perempuan yang tengah duduk di pinggir lapangan dengan buku catatan mereka. "Nak! Iya yang disana! Kemari sebentar."
Gadis itu kebingungan, ia segera mendekat. Laki-laki tersebut menatapnya, tanpa berkedip. Altarel menatap manik mata perempuan itu dengan tatapan tajam lalu muncul cengiran khas nya ketika Aeris kalah bertatap mata dengannya.
"Iya, Bu?" tanya Abel, yang berada di sebelah Aeris.
"Ibu ada rapat dengan kepala sekolah. Harusnya ibu sudah ada di ruangan tapi ibu malah menemukan siswa-siswa ini yang hampir saja keluar sekolah untuk bolos. Ibu titip mereka ya? Awasi hukuman mereka. Kalian tidak ada kelas, kan?"
"T-tapi Bu- Emm...kalau mereka gak-"
"Kalian boleh rekam mereka. Kalau mereka curang, laporkan pada ibu," ujar Bu Tya.
"Aelah. Guru pilih kasih!" celetuk Altarel.
"Push up! 35 kali. Jangan ada yang curang."
Bu Tya meninggalkan lapangan. Kini hanya tersisa mereka. Teman-teman Altarel malah tertawa sambil mendorong-dorong cowok itu, seperti mengetahui ada sesuatu antara Altarel dan Aeris.
Aeris menggerutu dalam hatinya. "Cepet! Malah bercanda! Eyis rekam nih!" bentak Aeris, sedikit menggertak.
"Ceilah....galak banget neng," celetuk Altarel sambil mengambil posisi untuk push up. Cowok itu membuka dua kancing teratas nya hingga membuat sebuah untaian kalung keluar dari bajunya. Kalung bertali hitam dengan bandul berbentuk seperti taring hewan liar.
Mereka menghitung dengan kompak dalam setiap turunan. Aeris dan Abel menyaksikan dengan saksama sambil duduk lantai pinggir lapangan.
"Gue pegel, Ris. Boleh rest sebentar, nggak?" tanya Dirga.
"Gak boleh. Lagi 10 aja. Ayo dong!" ujar Aeris.
"Dion kudanil! Yang bener lo!" bentak Abel.
"Aelah. Kayak Lo bisa push up aja. Palingan Lo push up ciumam sama tanah," gerutu Dion.

KAMU SEDANG MEMBACA
ALTAREL [TERBIT]
Narrativa generaleSEGERA TERBIT📌 Zeen Teja Altarel. Salah satu kisah mengenai pemaksaan cinta alias perjodohan telah menyatukannya dengan seseorang hingga pernikahan mereka dihadiahi oleh kehadiran dua tuyul kecil sebagai pelengkap keluarga mereka.