"Karena menurutnya, berpisah karena kematian jauh lebih menyakitkan. Tidak ada yang bisa dilakukan untuk orang yang sudah mati. Tak peduli betapa besar rasa rindumu padanya, ia tak akan kembali ke dunia ini."
— AKSARASSA —
•••
Jam di pergelangan tangannya menunjukkan pukul sepuluh lewat empat puluh menit. Sudah hampir jam sebelas pas, tetapi belum juga ada kelanjutan kabar dari pihak bandara terkait jadwal penerbangan yang tadi sempat delay. Dilihatnya beberapa pria berjas yang berdiri di sekitarnya juga sedang gelisah menatap jam tangan mereka. Mungkin pria-pria itu adalah orang yang akan melakukan perjalanan bisnis sehingga mereka khawatir akan datang terlambat karena jadwal penerbangan yang delay.
"Kita harus putus, Ssa."
Suara itu.
Lagi dan lagi, suara itu merasuk ke dalam pikirannya dengan lancang dan membuat kepalanya terasa nyeri seketika. Ah, Aksa benci situasi ini!
Tetapi aku dan dia sudah resmi berpisah. Terlebih, dia yang menginginkan perpisahan ini. Seharusnya aku bisa menghargai keputusannya dengan mengikhlaskannya. Namun, entah mengapa rasanya begitu sulit untukku melupakan perasaan sialan ini. Batin Aksa resah.
Setelah pulang dari rumah pohon semalam, Aksa mengunci dirinya di kamar. Lelaki itu tidak menghiraukan panggilan sang bunda yang menyuruhnya turun ke bawah untuk makan malam bersama. Sial. Sebenarnya ada apa dengan dirinya? Bukankah sikap baik Bunda Tiara adalah hal yang selama ini ditunggu-tunggu olehnya? Lantas, mengapa Aksa mengabaikan panggilan makan malam itu hanya karena hatinya sedang merasa tidak baik-baik saja? Mengapa cintanya pada gadis itu mulai menggeser tiap hal di dalam hidupnya?
Aksa mulai bertanya-tanya. Apa sudah sebesar itu rasa cintanya pada Saras?
Tetapi Saras adalah Anak Tuhan. Kenyataan itu yang selalu membuat kepala Aksa sakit tiap kali dirinya memaksa untuk tetap mencintai gadisnya. Aksa frustrasi karena dirinya baru mengetahui fakta menyakitkan ini sekarang. Jika saja fakta itu bisa lebih cepat ia ketahui, mungkin perasannya tidak akan jatuh sedalam ini, mungkin juga rasa sakit yang diterimanya dapat diminimalisir, dan mungkin ... Saras juga tidak akan merasakan sakit yang sama sepertinya.
"Aksa, tolongin Saras! Saras enggak mau jadi milik Leo, setengah ataupun sepenuhnya!"
Saras?
Aksa membulatkan matanya sempurna ketika tiba-tiba sosok Saras datang ke hadapannya dengan berlinang air mata. Pipi gadis itu bengkak dan sedikit memar seperti habis ditampar oleh seseorang. Aksa meringis melihat kondisinya itu. Dalam benaknya, ia bertanya-tanya. Siapa yang berani menyakiti gadisnya seperti ini?!
"Siapa yang melakukan ini padamu?" tanya Aksa cemas. Tangannya bergerak mengusap pipi Saras yang bengkak dengan sangat hati-hati.
Saras tak segera menjawab. Gadis itu hanya menangis sesenggukan, lalu menghambur masuk ke dalam dekapan Aksa.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] AKSARASSA
Teen Fiction[ TELAH TERBIT | PART MASIH LENGKAP ] "Tuhan memang satu, kita yang tak sama." - A. Darian Aksata "Tolong tanyakan pada Tuhanmu, bolehkah aku yang bukan umat-Nya mencintai hamba-Nya?" - Jasmine Saras Alkaren "Aksa dan Saras hanya ditakdirkan untuk b...