Petak 17

602 115 1
                                    

Happy reading!!
.

.

.

"Mampus gue disini!" gerutu Zweitson tak kala melihat kedatangan Fajri bersama Celline.

"Gak ada si Piki lagi, nasib bakal jadi obat nyamuk," dumelnya.

Sengaja Fenly memesan tempat duduk paling ujung yang berdekatan dengan air laut, karena tujuan mereka menikmati senja sembari nongkrong ria.

"Sudah lama kalian?" sapa Fajri saat tos andalan mereka.

"Kenapa pipi Lo?" Zweitson tetap saja menyadari pipi lebam Fajri walaupun sudah berusaha ditutup-tutupinya.

Celline tertunduk takut, sementara Fajri bingung harus bilang apa. Gak mungkin buat bilang jujur yang sebenarnya terjadi.

Fajri yang menyadari Celline duduk dengan kepalanya menunduk takut, hanya tersenyum tipis.

"Oh ini, tadi ada insiden kecil di rumah!" kata Fajri sambil memegang pipinya yang lebam

"Gue kira Lo habis berantem!" saut Fenly seraya mengaduk-aduk minuman yang baru datang.

Celline melihat ke arah Fajri heran. Kenapa Fajri berbohong? Apa yang mendasarinya untuk berbohong?

Fajri hanya mengelus pelan lutut Celline dan tersenyum tipis menggelengkan kepala.

Ia melakukan itu agar Celline tenang dan tidak takut dengan masalahnya. Fajri tau siapa yang harus membicarakan masalahnya, ya itu adalah Celline sendiri. Fajri gak ada hak untuk cerita.

Mereka berlima menikmati sore dengan bersenda gurau bersama tak ada yang sibuk ngebucin. Karena mereka tipikal kalau sedang bersama-sama ya ngobrolnya bareng tidak sibuk sendiri.

Itu sebabnya yang membuat Zweitson tidak kesal, karena ia pasti masih aman tidak seutuhnya menjadi obat nyamuk.

***
"Makasih ya kak! Maaf atas perlakuan Abang ke Kaka," Celline masih dirundung rasa bersalah, bahkan ia terus meminta maaf dan merasa gak enak terhadap Fajri

"Gapapa, gue gak suka aja ngeliat cewek nangis apalagi dikasari. Suka keinget Adek aja," ujar Fajri santai

"Yaudah sana masuk nanti Abang Lo marah lagi, kalau ada apa-apa nggak usah sungkan buat minta tolong!" lanjut Fajri menyuruh Celline masuk.

Namun Celline tidak akan masuk sebelum Fajri pergi duluan, ia tak ingin Fajri mendengar keributan lagi antara dia dan abangnya.

Dan benar saja, setelah Fajri melenggang pergi. Celline masuk, Delon sudah menunggu di depan tv dengan muka yang penuh amarah.

"Bagus! Senang-senang di luar, abangnya dibiarin kelaparan!" sosor Delon matanya menatap tajam layar tv

"Ngapain bengong masak sana!" ketusnya

"Mbak kan ada bang,"

"Lo lupa hari ini mbak libur! Buruan gausah banyak omong!"

Celline hanya terdiam dan menuruti semua perintah Delon, tak ada gunanya juga melawan. Yang ada hanya akan mendapatkan kekerasan di dirinya.

Celine pergi meninggalkan Delon ke kamar untuk ganti baju setelah itu masak makanan untuk Delon.

"Yang enak!" teriak Delon penuh penekanan.

Celline berusaha sabar, berulangkali mengatur napasnya agar tidak tersudut emosi dan menangis.

"Papah kapan pulang?" lirihnya sangat pelan dan bahkan pelan sekali. Matanya berkaca-kaca tak kala merindukan papahnya.

***
"Bu ada air dingin dan es batu?" pinta Fajri kepada pemilik warung

Fajri mampir ke warung karena ingin mengompres pipi bekas tamparan Delon. Tak mengkin ia pulang dengan pipi lebam, pasti akan jadi pertanyaan dari maminya.

Pemilik warung mengantarkan pesanan ke tempat Fajri duduk. Di layar hp, Fajri ngaca untuk melihat seberapa parah bekas tamparan Delon.

"Ada sapu tangan atau kain bersih gak bu? Kalau boleh pinjam sebentar atau beli juga gapapa bu!" pintanya lagi

"Ada, sebentar saya ambilkan," ibu pemilik warung mengambilkan kain untuk Fajri.

Fajri mengompres pelan pipinya yang sedikit bengkak. "Aihh," lirihnya pelan

Sudah hampir lima belas menit Fajri mengompres pipinya. Namun, tak kunjung ada perubahan dan tetap saja lebam. Beribu cara Fajri memikirkan bagaimana caranya menutupi lebam pipinya.

Alhasil ibu pemilik warung menawarkan untuk memakai masker saja. Ide yang sangat bagus untuk Fajri. Sepulang dari warung Fajri mencari toko yang menjual masker di sepanjang jalan.

Terpaksa Fajri membeli diapotek karena tak menemukan toko yang jual masker.

Fajri terselamatkan oleh kecurigaan maminya, ia sampai rumah dengan keadaan sepi tak ada orang diruang tv. Mungkin maminya sedang istirahat dan bibi sedang dibelakang.

Dengan cepat Fajri berlari menuju kamarnya sebelum ke ciduk oleh dua wanita, maminya atau bibinya.

***
"Eh gila udah hampir menipis!" ujar Fajri tersentak kaget tak kala melihat jumlah saldo yang ada di rekening melalui ponselnya..

Ia terlupa, semenjak perpisahan kedua ortunya, papi Fajri tak pernah mengirimkan jatah uang sakunya lagi. Fajri juga terlupa jika selama ini ia menggunakan tabungannya untuk kehidupan sehari-hari. Untung dulu ketika masih hidup serba mewah, uang sakunya ditabung tidak semuanya untuk foya-foya.

Gak bisa tinggal diam, kalau terus-terusan tidak ada pemasukan lama kelamaan tabungannya lenyap, mau makan apa nanti. Belom lagi bayar bibi.

Masa ia harus terus-terusan merepotkan Ricky yang cuma sebatas sepupu. Kemarin sudah merepotkan untuk biaya rumah sakit yang tak sedikit.

Fajri kembali dirundung rasa dilema, harus bagaimana ia bisa mendapatkan uang tapi tidak mengganggu sekolahnya.

Kerja? Ada kah tempat kerja yang mau menerima anak 17th masih berstatus siswa pula.

Fajri terus mempermainkan ponselnya, memutar-mutar bak spinner, duduk di balkon menatap langit kosong tanpa bintang. Pikirannya terus berjalan entah berlarian kemana.

Tinggg

Bang Rick
Uang sakunya udah abis?

Lagi-lagi Ricky yang perduli dengan hidupnya. Padahal seharusnya bukan dia yang menanyakan hal seperti itu. Tapi omnya, papi Fajri.

Fajri
Masih ada kok bang

Fajri tidak berbohong, kan memang uang ditabungannya masih ada sedikit

Bang Rick
Kalau udah mau habis bilang aja ya sekalian buat obat mami kamu

Fajri mengusap wajahnya kasar
"Kenapa harus Lo sih bang yang begini?" Kesalnya

"Ini bukan tanggung jawab Lo!" Lanjutnya penuh amarah.

Fajri bukan marah dengan Ricky, ia justru sangat kecewa dengan papinya yang justru malah tidak perduli padahal itu tanggung jawabnya.

Fajri marah sekali dengan dirinya yang sudah banyak dan berulang kali merepotkan Ricky.
Padahal Ricky merantau kuliah sambil kerja untuk membiayai kuliahnya sendiri.

Fajri mencengkeram erat pagar pembatas balkon dan mengangguk pelan "Gua harus cari kerja!"

"Gimanapun caranya gua harus dapat kerja! Gabisa terus-terusan jadi beban orang!" Gusarnya.
.

.

.

Sekian dulu part hari ini

Terimakasih yang sudah sempetin mampir ke cerita gaje ini

Jangan lupa vote & comment ya

Sampai jumpa lagi

Mulai belajar arti tanggung jawab dan bertumpu di kaki sendiri
-Fajri-

06/07/2021 ~ 23/04/2022

The Maze End [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang