Petak 57

595 134 7
                                    

Happy Reading!!!
.

.

.

"Farhan," ujar Rania tersentak kaget saat membuka mata.

Farhan melepaskan pelukan dan tersenyum, "Ketika ada orang terdekatnya sedang sedih, Shandy pasti langsung memeluknya. Dan lo sedang merindukan itu kan?"

"Dulu Shandy sering banget cerita tentang lo, entah lo tau atau nggak lo itu termasuk salah satu penyemangat dalam hidupnya. Saat tahu orang tua lo dulu gasuka sama dia, dia sempet down karena takut kehilangan lo, apalagi pas lo pindah ke Jogja, dia benar-benar pasrah jika lo jadi milik orang lain apalagi kalian sempet loss kontak," ujar Farhan menceritakan semua.

"Shandy seneng banget saat ada nomor tak dikenal ngechat dia dan ternyata itu adalah lo, dia sampai jingkrak-jingkrak lompat-lompat," sambung Farhan disertai senyum miris karena teringat momen itu.

"Puncak bahagianya lagi saat dia tahu lo masih menunggunya, itu benar-benar buat Shandy sangat bersemangat sekali. Dan, lo datang diwaktu yang tepat dimana Shandy sedang down karena beberapa masalah datang kepadanya,"

Farhan berdiri dari duduknya dan berjalan mendekat ke sebuah lemari, ia membuka lemari tersebut dengan perlahan dan mengambil sesuatu di dalamnya.

"Moci?" sentak Rania sangat terkejut melihat sebuah boneka yang diambil Farhan.

Farhan mengangguk dan memberikan boneka tersebut kepada Rania. Rania langsung memeluk erat boneka kucing oren, air matanya mengalir semakin deras dan bahkan mungkin membasahi bulu lembut boneka milik Shandy.

"Ya, moci! Boneka kesayangan yang selalu Shandy jaga, dan itu dari lo kan? Kata shandy Moci adalah boneka pemberian lo sebelum kalian berdua berpisah. Shandy selalu jaga Moci, katanya seperti menjaga lo karena itu dari lo. Shandy tidak membiarkan siapapun bisa menyakiti Moci walaupun Moci adalah sebuah boneka yang tak akan pernah merasakan sakit," papar Farhan menceritakan semuanya dan tanpa sadar air mata yang selalu ia tahan jatuh dengan sendirinya.

"Bahkan saat kita coba menggoda Shandy dengan mempermainkan melempar-lempar Moci, dia marah banget. Makanya setiap dia mau pergi kemanapun pasti dia menyimpan Moci di dalam lemari biar gaada satupun yang bisa mengambil Moci dari dia," lirih Farhan pilu mengingat momen-momen itu. Kalau boleh jujur, Farhan juga rindu dimarahi seorang Shandy hanya karena hal sepele, Moci contohnya. Marahnya Shandy tidak mengerikan bagi Farhan, justru marahnya Shandy mengundang gelak tawa.

"Gue tahu, Shandy orangnya tidak mudah cerita bahkan ke orang terdekatnya. Dia selalu menutupinya dengan tawa dan humornya. Tapi, dengan adanya lo setidaknya dia masih terus semangat," terang Farhan sembari mengusap air matanya.

"Terimakasih ya udah selalu ada buat sahabat gue walaupun jarak lo berdua jauh, udah selalu buat sahabat gue senyum dan semangat,"

"Shandy sudah menjaga Moci, sekarang saatnya lo yang menjaga Moci. Untuk Shandy,"

"Kalau mau nangis, nangis aja gapapa sampai lega. Karena gue liat lo dari kemarin berusaha buat tegar. Gue tinggal ya," ujar Farhan sembari mengusap bahu Rania lalu keluar dari kamar Shandy.

Farhan tidak tahan untuk terus berlama-lama di kamar Shandy, karena suasananya masih terasa sangat jelas jika Shandy masih ada di sana tertawa bareng-bareng.

***
Sudah seminggu Shandy pergi, semuanya masih belum bisa fokus dalam menjalani kehidupan masing-masing. Tapi bisa ataupun tidak, siap atau belum, mereka semua harus bisa menerima kenyataan kalau memang Shandy sudah benar-benar pulang.

Setiap hari sepulang sekolah, Fenly dan Zweitson selalu datang untuk melihat kondisi Fajri dan Fiki, mereka tahu ini pasti sangat berat sekali bagi sahabatnya. Fenly dan Zweitson yang tidak terlalu dekat saja sangat merasa kehilangan dan sedikit tidak percaya.

The Maze End [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang