Petak 43

734 136 8
                                    

Happy reading!!
.

.

.

Kini Shandy sudah berada didalam ruangan untuk diambil darahnya, ia tidak sendiri melainkan ditemani mamahnya. Tau sendiri, Shandy adalah tipikal orang yang sangat takut melihat jarum suntik dan darah.

Shandy sama sekali tidak mau melihat tangan kirinya, ia mengalihkan pandangannya dengan melihat mamahnya terus. Sempat pula saat jarum hendak dimasukkan, Shandy mengumpatkan wajahnya ke dalam pelukan mamahnya seperti layaknya anak kecil yang ketakutan.

Rima hanya menahan tawa karena sudah tahu kelakuan anak sulungnya itu, begitupun suster yang akan mengambil darah Shandy sedikit terheran dan mengumpat ketawa melihat kelakuan Shandy.

Gilang masuk ke dalam ruangan lalu tidur di brangkar samping Shandy. Iya, Gilang disuruh datang ke rumah sakit dimintai tolong Ricky untuk mendonorkan darahnya buat Fajri. Karena cuman Gilang dan Shandy yang memiliki golongan darah dapat didonorkan untuk Fajri. Kebetulan dirumah sakit stok darah yang dibutuhkan Fajri sedang kosong.

"Badan doang yang gede, nyali seujung tanduk," ledek Gilang disertai tawa renyah.

"Diem lo manusia," jawab kesal Shandy tanpa menoleh ke Gilang. Sebab ia tahu saat menoleh ke Gilang otomatis ia akan melihat darah segar mengalir dari tangannya.

Tidak menunggu waktu lama, akhirnya Shandy selesai terlebih dahulu dibandingkan Gilang. Karena ingin cepat-cepat keluar dari ruangan itu, Shandy langsung beranjak dari tidurnya padahal baru selesai banget. Saat baru turun dari brankar berjalan satu langkah tiba-tiba jalan Shandy sempoyongan membuat mamahnya langsung refleks memegangnya.

"Bang?" refleks Rima memegangi anak sulungnya.

"Eh lo kenapa?" ujar Gilang yang ikut terkejut.

"Aman aman," cengir Shandy sembari menahan tubuhnya agar tidak terjatuh.

Shandy melanjutkan jalannya dengan pelan sembari menyeimbangkan tubuhnya. Sampai di depan ruang operasi, Shandy seketika duduk karena tubuhnya masih lemas, Fiki peka dan langsung memberikan abangnya itu sebotol air mineral.

Tak lama dari itu Gilang datang sendirian dan langsung duduk disamping Shandy, walaupun tidak lemas seperti Shandy, kepalanya sedikit pusing. Ia meminum air bekas Shandy yang tinggal separo guna menetralkan lemasnya.

Semua orang kini sedang cemas menunggu operasi Fajri. Bahkan mereka sampai terlupa jika harus menjemput Qeela di tempat les.

Berulang kali Qeela menelpon Rima, Shandy, Fiki, dan Rama. Hanya saja tidak ada yang merespon karena terlalu fokus pada Fajri. Satupun dari mereka tidak ada yang menggenggam gadget. Sampai saat ini pun Fenly dan Zweitson belum tahu kalau Fajri sedang dirumah sakit.

Shandy juga baru ingat jika dia harus menghubungi bosnya untuk ijin cuti selama PKL. Saat membuka ponselnya ia baru tersadar jika ada banyak panggilan tak terjawab dari Qeela.

"Eh iya, Qeela belum ada yang jemput ya? Ini dari tadi nelpon," ujar Shandy dengan suara masih lemas.

Shandy sendiri tidak tahu karena saat donor darah tas kecilnya dibawa oleh Fiki, begitupun dengan tas Rima.

"Yaudah gue aja yang jemput, tempatnya dimana?" sambung Farhan. Farhan melihat semua orang disitu masih terfokus dengan Fajri dan tidak memungkinkan untuk keluar dalam keadaan kacau. Apalagi Shandy baru saja melakukan donor darah pasti masih belum stabil tubuhnya.

"Fik ikut Farhan," perintah Shandy.

"Makasih yah han!"

***
Diperjalanan Fiki baru ingat jika belum mengabari Fenly dan Zweitson. Ia mengirimkan pesan di grup chat.

The Maze End [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang