Petak 46

795 125 18
                                    

Happy Reading!!!
.

.

.

Fiki masih menunggu ditemani dengan segelas jus jeruk dan seporsi kentang goreng yang telah dipesannya, makanan hampir habis pun Fajri belom juga keluar dari ruangan.

Fiki melihat ke arah jam tangan yang dipakainya sudah hampir pukul 8 malam, itu seharusnya ia dan Fajri pulang karena mamanya tadi memberikan ijin sampai jam makan malam harus sudah sampai di rumah.

Setelah sekian lama akhirnya Fajri keluar dari ruangan sendirian tidak diikuti oleh siapapun dibelakangnya.

"Yuk pulang," ajak Fajri saat itu juga.

***
Diperjalanan pulang suasana mobil terasa hening sekali karena tidak ada obrolan diantara mereka. Seperti ada rasa canggung dihati Fajri saat ini, padahal dulu sebelum ada masalah orang tua mereka, duduk berdua di mobil dengan Fiki terasa biasa saja bahkan lebih seru karena candaan. Keadaan sekarang sudah berbeda, itu yang membuat suasana justru menjadi canggung.

"Fik gue boleh nanya nggak?" pelan Fajri mulai mencairkan suasana.

"Nanya aja kali, tumben-tumbenan lo bilang gitu. Biasanya kalau mau nanya langsung nerocos,"

"Foto cewek yang ada dikamarnya bang Shan pacarnya ya?" tanya Fajri sedikit ragu.

Aneh? Pasti, karena Fajri tiba-tiba bertanya hal seperti itu. Padahal Fajri tipe orang yang jarang banget bertanya menyangkut privasi orang.

"Hah?" sentak Fiki bingung kenapa Fajri tanya tentang hal itu.

"A-ah gausah dijawab gapapa," gugup Fajri menatap Fiki. Tumbenan seorang Fajri dapat gugup berbicara dengan Fiki.

"Apasih, gue kaget aja kenapa lo tiba-tiba tanya begini. Setau gue nih ya, dulu bang Shan deket sama kak Rania sewaktu SMA, trus kek ada masalah apa gitu antara orang tua kak Rania sama bang Shan. Ya mungkin masalah ekonomi, Lo kan tau sendiri ekonomi keluarga gue dulu kek gimana sebelum mamah kerja kantor. Gatau gimana ceritanya tiba-tiba jauh aja, apalagi sekarang kak Rania setau gue kuliah di Jogja dan bang Shan di Jakarta, kalau masalah hubungan gimana sekarang gue gak tau sih," jelas Fiki membuat Fajri mengangguk paham.

"Kalau lo mau tau jelasnya sih tanya aja ke orangnya langsung," kekeh Fiki mendapat penolakan dari Fajri dengan tegas.

"Lah gue siapa? Lancang banget! Lo yang adeknya aja kagak tau,"

"Lo kan juga adeknya," celetuk Fiki disertai tertawa pelan membuat Fajri terdiam.

"Mama lo pasti bangga banget ya punya anak kayak bang Shandy, pinter, mandiri, bisa bertanggung jawab kalau ada apa-apa," ujar Fajri kagum.

Deggg

Seperti ada palu yang mengetuk hati Fiki, memang ini bukanlah pertama kali Fiki mendengar ungkapan rasa kagum seseorang terhadap abangnya. Tetapi entah kenapa rasanya sakit banget bagi Fiki jika ada orang yang mengatakan hal-hal tersebut didepannya.

Walaupun ia menyadari, memang benar abangnya itu orang yang pinter, mandiri, dan dapat menghandle semua.

Rasa kekaguman orang-orang terhadap Shandy membuat Fiki semakin insecure dan merasa tidak memiliki apapun untuk dibanggakan. Keingat betul moment dimana mama dan adiknya bersamaan mengungkapkan rasa bangga terhadap Shandy secara langsung dan dimana disana ada dia juga yang menyaksikannya, itu sungguh menyiksa batin Fiki.

"Fikkk!" teriak Fajri menepuk bahu Fiki.

"A-ah kenapa? Kenapa?" ujar Fiki tersentak dari lamunannya.

"Lo nyetir sambil bengong ngapain? Bahaya!" gumam Fajri yang memang sedari tadi merasakan mobil yang ditumpangginya berjalan sedikit oleng.

The Maze End [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang