Petak 48

627 132 10
                                    

Happy reading!!!
.

.

.

Mata Fajri terbelalak menyaksikan pemandangan buruk di depan matanya langsung.

"PUAS KAN LO? INI KAN YANG LO MAU?" teriak Fiki dengan suara bergetar.

"CUKUP!" teriak Shandy yang tak kalah nyaringnya.

Iya, Shandy hari ini pulang dari Bandung karena tidak ada jadwal kegiatan di sana selama weekend. Jadi, ia sempatkan untuk pulang sekedar melepas rindu.

Saat sampai di depan rumah ia bertemu dengan Zweitson yang baru datang juga hendak main, akhirnya Shandy mengajak Zweitson masuk ke dalam rumah barengan.

Namun, apa yang didapatkan Shandy saat pulang? Niatnya melepas rindu berubah jadi melepas emosi.

Dan Fiki tidak tahu jika abangnya sudah pulang, karena posisinya pada saat itu Fiki sedang duduk di sofa ruang tv sementara Fajri didepan pintu kamarnya yang tepat di sebelah ruang televisi.

"Ini yang kamu lakuin selama Abang pergi?" pekik Shandy dengan muka yang sudah memerah karena emosi.

Fiki masih tertunduk takut tanpa berani menatap Shandy. Baru pertama kali ini Fiki dimarahi Shandy sampai seperti ini, bahkan ini tamparan pertama yang diterimanya selama menjadi adik Shandy.

Sementara Fajri terdiam didepan pintu kamarnya ditemani Zweitson. Suasana ruang tengah semakin menegangkan karena amarahnya seorang Shandy. Bukan hanya Fiki saja, Fajri dan Zweitson juga terkejut karena baru pertama kali melihat Shandy semarah itu, padahal Shandy terkenal paling santai dan humoris.

"Sejak kapan kamu begini?"

"Ini bukan Fiki adiknya bang Shan," ujar Shandy sembari menggelengkan kepalanya pelan.

"Kamu gak kasian sama mama? Coba gimana perasaan mama saat tahu kamu seperti ini Fik?" lirih Shandy menatap Fiki yang masih duduk tertunduk.

Tanpa disadari air mata Fiki menetes, dengan cepat ia berlari ke tangga menuju kamar meninggalkan mereka begitu saja.

"GUE BENCI LO!" teriak Fiki saat melewati Fajri.

Fajri dan Zweitson hanya bisa diam menatap nanar punggung Fiki yang semakin menjauh.

"Aaaaahhh," teriak Shandy mengusap-usap wajahnya kasar.

Ia merasa sudah gagal menjadi Abang yang baik untuk adiknya.

Shandy lalu menghampiri Fajri dan Zweitson yang masih terdiam.

"Maafin Fiki ya Ji, jangan benci Fiki," lirih Shandy memohon kepada Fajri, ia memegang erat kedua tangan Fajri.

"Son, tolong temenin Aji dulu ya," pinta Shandy yang diangguki oleh Zweitson.

"Abang ke atas dulu,"

Saat Shandy melangkahkan kaki menuju ke tangga tiba-tiba Fajri memegang tangannya. "Bang," lirihnya.

Shandy yang tahu apa maksud dari Fajri hanya tersenyum tipis dan menggelengkan kepalanya pelan dan melepaskan tangan Fajri lalu kembali melanjutkan jalannya menuju ke kamar Fiki.

"Son," lirih Fajri berganti menatap Zweitson yang justru merespon dengan mengendikan bahu tanda tidak tahu.

"Fiki," lanjutnya lagi.

"Bang Shan pasti tahu cara yang baik buat ngadepin Fiki," ujar Zweitson berusaha menenangkan Fajri yang masih syok melihat Fiki dimarahi Shandy sampai seperti itu, walaupun dirinya sendiri juga ikut terkejut.

"Yaudah masuk yok, besok Lo kan mau berangkat gue bantuin prepare," ajak Zweitson.

***
"Fik...," panggil Shandy sembari mengetok pintu kamar Fiki yang tertutup rapat.

The Maze End [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang