Happy reading!!!
..
.
Sekitar pukul 4 sore Rima dan ketiga anaknya pergi ke tempat pemakaman yang berada lumayan jauh dari rumah mereka yang sekarang.
Shandy tiba-tiba memberhentikan laju mobilnya dipinggir jalan, ia menoleh ke samping dan membuka kaca jendela mobilnya. Matanya terpaku melihat sepetak rumah di seberang jalan. Ada dua anak kecil disana sedang bermain bersama laki-laki paruh baya. Senyum tipis terpancar dari wajah shandy.
"Bang," lirih Rima menepuk pelan bahu Shandy.
Shandy dengan cepat mengalihkan pandangannya, "Shan gapapa ma,"
Shandy kemudian menutup kembali kaca jendela mobil dan melajukan mobilnya lagi. Melihat rumah tersebut sama seperti melihat kenangan masa lalu yang tak pernah hilang dari ingatan. Apalagi dua bocah kecil itu mengingatkan dia pada saat itu, dimana ia dan Fiki bermain dihalaman ditemani papa.
Rima yang duduk di depan hanya bisa memandangi anak sulung yang kini tengah duduk disampingnya.
Entah kenapa disetiap melihat anak-anaknya dengan seksama, Rima selalu tidak menyangka kini anak-anak yang ia rawat sendirian sudah tumbuh besar.
Setelah selesai memanjatkan doa didepan pusara papanya, Fiki bangkit dari jongkoknya. Tiba-tiba badannya sedikit oleng hingga Qeela refleks memegangi kakanya itu.
Kepala Fiki memang masih pusing akibat demam, apalagi dibuat untuk jongkok lumayan lama.
"Kaka!" refleks Qeela membuat Shandy dan Rima menoleh ke arah Fiki yang sudah memegangi keningnya.
"Qeela antar Kaka ke mobil duluan ya, mama mau nemenin Abang dulu," titah Rima yang diangguki oleh Qeela.
"Papa lihat kan Fiki sakit, itu gara-gara Shandy," batin Shandy sembari mengusap nisan yang ada didepannya.
"Pa! Shan kangen cerita sama papa, Shan bingung mau cerita sama siapa. Sampai saat ini Shan belum nemuin rumah yang bisa buat Shan benar-benar pulang," adu Shandy dengan harap papanya bisa mendengar keluhnya saat ini.
Fiki menyandarkan tubuhnya di kursi mobil, napasnya sangat sesak sekali saat ini. Bukan hanya karena pening yang membuatnya ingin kembali ke mobil, melainkan semua rekaman masa kecilnya berhasil kembali ke dalam ingatannya yang sempat menghilang sejenak.
Matanya terpejam, gelap. Tapi entah kenapa senyum papanya selalu terpancar jelas dikepala Fiki saat mengingat sosok super heronya itu.
Bukannya meredakan rasa sakitnya, ingatan itu justru semakin membuat kepalanya tertekan dan semakin terasa sakit.
***
Malam telah tiba, suasana rumah Rama saat ini terasa seperti di rumah Rima yang dulu, ketika masih tinggal berempat. Karena, Rama akan pulang besok pagi dari Singapura.Shandy berjalan membawa segelas susu hangat mendekati Fiki yang tengah duduk di balkon kamarnya.
"Kok di balkon, kan lagi sakit," ujar Shandy mendekati Fiki.
Fiki menoleh sekejap ke sumber suara dan kembali menatap langit malam.
Shandy duduk di kursi kecil sebelah Fiki sembari meletakkan susu coklat hangat kesukaan Fiki.
"Fiki marah sama bang Shan?" Fiki hanya menggelengkan kepala.
"Maaf ya Fik udah kasar kemarin, gue bener-bener kelepasan. Kalau mau marah, marah aja sama gua Fik jangan ke yang lain,"
Fiki mulai tahu arah pembicaraan Shandy kemana, itu membuatnya sedikit badmood.
"Lo cemburu sama Aji?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Maze End [SELESAI]
Fanfiction|| UN1TY || || Maaf kalo boring ceritanya || Hidup itu bagaikan berjalan di dalam labirin Rumit! Namun, cepat atau lambat akan sampai di ujung *** Aku hanyalah seorang aktor amatir yang berusaha profesional dalam menjalankan skenario takdir Tuhan -F...