Insiden Tawuran

45 9 0
                                    

Seusai berbincang perihal demo dan politik, Lili yang tidak sabar ingin pulang langsung melangkah ketepi jalan, mencari angkot yang akan membawanya pulang. Kendaraan yang melintas tampak sepi, hanya ada beberapa yang lewat dengan kecepatan diluar batas. Lili menggaruk kepalanya, heran melihat jalanan, hanya debu yang tampak beterbangan di udara hingga berbentuk kabut. Dari arah yang berbeda dua kelompok pelajar berteriak mengacungkan tangan, menunjukkan senjata tajam yang dibawanya. Lili panik ketika dua kubu pelajar itu mulai berlarian, menyerang lawan yang ada dihadapannya. Kakinya mundur perlahan masuk ke dalam warung menghampiri Vincent.

Nasa meraih tasnya yang berada di atas meja, "Ikutin gue."

Lili melangkah takut mengikuti Nasa, yang sepertinya sangat mengenali tempat ini. Melewati belakang warung semak berlumpur. Diantara rumput ilalang ada jalan kecil yang sering dilewati orang. Jalanan ini agak licin. Lili berjalan pelan memegangi punggung Nasa. Disaat seperti ini yang ada dipikiran Lili adalah binatang melata yang tiba-tiba muncul dikakinya, lalu melilit dan Lili segera membuang pikiran itu jauh-jauh. Dari balik semak tampak beberapa rumah penduduk. Mungkin ini tempat aman buat menghindari gerombolan pelajar tadi.

Setelah sampai di antara rumah warga, Lili melepaskan tumbuhan bulat berduri yang lengket di pakaiannya, begitu juga yang lainnya tampak risih dengan tumbuhan itu. Sepatu yang dikenakan Lili juga tampak kotor, mengingat besok harus sekolah dan ini merupakan sepatu satu-satunya milik Lili, terpaksa sepulang dari sini Lili harus mencucinya. Dan tidak mungkin bakalan kering dalam waktu semalam.

Tampak beberapa pelajar masuk ke lingkungan warga, berlari menghindari kejaran. Kemudian Nasa memilih bersembunyi dibalik tembok rumah kayu, mengintipnya sedikit dengan hati-hati. Lili merasa heran kenapa ia juga harus bersembunyi. Nasa yang tahu kekhawatiran Lili berkata, "Nanti kita dikira kubu mereka. Tunggu bentar sampai situasinya tenang." Lili setuju dengan pernyataannya. Dibalik tembok ini tercium bau lumut. Sangat menyengat, juga bercampur aroma wc yang mengendap. Dari balik tembok ini mengalir air mengenai kakinya. Lili berpikir mungkin ini adalah termbok kamar mandi salah satu rumah warga. Selain berlumpur kini sepatu Lili bercampur dengan air wc.

Warga yang melihatnya ikut mengejar pelajar yang mengarahkan senjata tajam kepada lawannya. Dari arah lain seorang bapak memakai sarung dan peci. Melempar pelajar itu dengan sandal yang dipakainya, begitu juga dengan warga lain ikut melempari dengan benda lain, bahkan ibu-ibu yang sedang menjemur ikut melemparinya dengan pakaian yang akan dijemur. Ini bukan lagi tentang perang antar pelajar tapi soal keamanan. Warga berhasil menangkap beberapa pelajar dan beberapa juga berhasil kabur.

Warga sekitar mengambil senjata dan menelpon polisi. Pelajar yang ditangkap tersebut memohon ampun sambil menangis agar dilepaskan. Namun warga tidak luluh begitu saja, membiarkan aparat kepolisian menangkap mereka agar ditindak lanjuti.

Tidak lama kemudian aparat kepolisian tiba untuk menangkap palajar yang tidak berdaya. Padahal sebelum penangkapan terjadi, para pelajar itu tampak seperti prajurit perang yang gagah dan berani, wajahnya beringas dengan keberanian penuh mengangkat senjata ke arah lawan. Sekarang mereka lebih seperti tawanan lemah yang siap menerima hukuman. Pelajar itu tertunduk dengan cucuran air mata. Keberaniannya tadi padam.

Nasa keluar dari persembunyian. Lili ikut melangkah merangkul lengan Vincent. Ia sangat takut dengan situasi disini. Melihat tawuran dan polisi yang menangkap aksi tawuran. Salah satu pelajar menoleh ke belakang dengan mendelik. "Nasa." teriaknya. "Itu juga teman kami, Pak."

Polisi yang melihatnya langsung berjalan ke arah Nasa. Lebih tepatnya ke arah pelajar yang masih berseragam seperti Lili dan Vincent karena mereka masih memakai sergam putih abu-abu. Polisi merangkul pundak Nasa membawanya dengan kasar.

"Pak. Dia gak ikutan tawuran." seru Vincent mendekat.

"Iya, Pak. Sejak tadi kami bareng, kok." timpal Lili gerogi.

Pelajar yang memanggil Nasa tadi mendekat, "Dia satu sekolah dengan kami, Pak. Satu sekolahan ikut tawuran, kecuali cewek."

"Saya gak ikut-ikutan, Pak." sahut Nasa.

"Iya, Pak. Dari tadi kami makan di warung depan. Ngeliat ada yang tawuran kami menghindar." Vincent meyakinkan.

Bapak yang memakai sarung yang hampir kedodoran mendekat sebelum berkata ia memperbaiki sarungnya terdahulu, "Yang saya liat membawa senjata tajam cuma mereka." katanya kepada pelajar yang sedang tertangkap.

Ketika sesama orang dewasa sudah berbicara maka Polisi percaya bahwa Nasa tidak termasuk ke dalam salah satu kubu tawuran. Nasa bebas. Pelajar yang memanggil Nasa tadi menunjukkan kekesalan.

Vincent menyenggol lengannya meminta penjelasan.

"Kita jalan dulu." kata Nasa.

Setelah berjalan agak jauh. Keluar dari lingkungan warga. Di tepi jalan sambil menunggu angkot Nasa menjelaskan, "Mereka memang dari sekolah gue. Dan jujur, tadi gue sempat ketemu mereka sebelum ketemu sama kalian. Gue bilang gak mau ikut tawuran."

"Jadi lo gak kesasar tadinya." sahut Lili.

"Gue minta maaf." kata Nasa menyesal.

Vincent menepuk pundak Nasa, "Santai aja, bro. Tindakan lo udah benar."

"Kalian kenapa, sih. Hal kayak gini bisa dimaklumi. Liat, nih. Sepatu gue."

Pandangan Vincent dan Nasa beralih ke sepatu Lili. Sudah tidak layak dipakai. Kemudian tertawa dan mengelus kepala Lili. "Kita beli yang baru."

"Gue gak bawa duit."

"Tenang! Ada Aa' di sini." Vincent masih menahan senyum. Matanya berbinar. Biasanya ia terlihat lebih cuek.

"Aa' Emang elo orang Sunda."

Lalu Vincent tertawa lepas.

"Dekat sana ada jual sepatu." Nasa menunjuk ke ujung jalan. Cuma tampak jalanan yang penuh kendaraan.

"Ini masih lingkungan sekolah gue. Jadi hapal bangetlah. Atau mau diliatin juga sekolah gue."

"Gak, deh udah sore." sahut Lili merasa capek dengan hari ini.

"Lain kali aja, bro."

Mereka berjalan lagi dan sampai di sana penjualnya sudah hampir tutup. Lili segera memilih sepatu dan pulang ke rumah. Mereka berpisah ketika Vincent mengehentikan salah satu angkot. Dari pinggir jalan Nasa melambaikan tangan ke arah Lili yang duduk menyempil diantara penumpang angkot.

Teka Teki SepatuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang