Sore ini Vincent bakalan mengambil motornya kembali ke bengkel dan hari ini Lili ikut nebeng denganya. Di depan sekolah bersama murid lainnya Lili dan Vincent menunggu angkutan umum yang akan membawanya ke bengkel. Di halte sudah ada bus berhenti. Dengan cepat semua murid berbondong-bondong berlari masuk mencari tempat duduk, juga sebagian yang tidak mendapat tempat berdiri bergelantungan. Lili juga heran kenapa Vincent tidak pernah mau naik bus. Alasannya beda tujuan. Kalau naik bus hanya bisa berhenti di halte kalau angkot bisa berhenti sampai depan gang. Omongan Vincent ada benarnya juga. Lili menutupi wajahnya dari paparan sinar matahari, memperhatikan jalanan berharap menemukan angkot yang tidak banyak membawa ibu-ibu yang pulang dari pasar. Karena bawaan mereka akan mempersulit Lili buat duduk, juga berhimpitan dengan barang belanjaannya yang cukup banyak.
Sebuah mobil bewarna putih berhenti lalu kacanya terbuka, Fadel melongokkan kepala menyapa Lili dan Vincent, "Kalian kemana?" Juga disebelahnya ada Nasa sedang duduk manis sambil melambaikan tangan ke arah Vincent. Ralat. Ke arah Lili yang masih bengong melihat Fadel.
"Ke bengkel." jawab Vincent mendekati mobil itu.
"Ayo masuk. Gue antar sampai tujuan." kata Fadel.
Lili berjingkrak masuk ke dalam mobil. Akhirnya bisa merasakan dinginnya udara mobil. Begitu juga dengan Vincent juga ikut duduk di sebelah Lili, biasanya Vincent selalu menolak tebengan dari Fadel, karena situasinya Lili sudah duluan masuk. Terpaksa Vincent ikut dengannya.
"Mobil lo baru lagi?" Vincent memperhatikan mobil yang dinaikinya.
"Lebih tepatnya ini adalah mobil majikan bokap gue. Lo lupa bokap gue supir." ujar Fadel sambil menyetir.
Lili mengacungkan tangan, "Gue mau tanya. Sejak kapan lo dan Nasa bisa dekat?"
"Gak tau dia, Bro." kata Fadel selengekan. "Jelaskan, Bro."
"Sejak di kantin tadi. Katanya kalau udah jadi teman Vincent berarti teman dia juga. Dan ini adalah mobil gue."
Vincent memukul kepala Fadel dari belakang, "Sialan lo. Gue pikir beneran mobil majikan lo."
Fadel tertawa keras.
"Brengsek lo. Bisa-bisanya gue percaya omongan lo." timpal Lili.
"By the way. Kalian ngapain jemput motornya berdua. Kenapa gak Vincent sediri aja yang ambil." Fadel selalu mengajukan pertanyaan yang tidak ingin Lili jawab.
"Karena tadi gue berangkatnya naik ojek. Makanya nebeng." celetuk Lili tahu pernyataannya bakalan dibalas kembali oleh Fadel.
"Alasan aja lo. Biar bisa berduan dengan Vincent, kan?" seru Fadel.
"Mending lo diam." kata Lili.
"Apa susahnya ngomong aku suka kamu. Kamu mau gak jadi pacar aku. Udah selesai. Tinggal jadian, jalanin aja lagi." Fadel sangat mendukung hubungan Lili dan Vincent. Namun tidak pernah digubris. Fadel seperti mak comblang gagal karena cintanya saja tidak pernah tersampaikan kepada Lona.
Sampainya di bengkel Vincent langsung di sambut dengan cengiran. Pemilik bengkel yang lagi sepi job berdiri dari tempat kursi melengkung itu. Motor Vincent dikeluarkan dari dalam bengkel lalu diberdirikan dengan dua kaki. Seperti biasa motor itu langsung diengkol dan digeber sekuat mungkin. Muncul asap hitam dari knalpotnya. Setelah beberapa kali digeber motor itu tidak berasap lagi. Suara mesinnya jadi lebih halus. Kemudian Vincent menjalankan motornya disekitar sini buat mengecek kondisi motor. Vincent kembali dengan bangga. Motornya sudah kembali pulih.
"Berapa bang?" kata Vincent merogoh saku celana.
"Tiga juta aja." kata si abang tersenyum lebar.
Vincent kaget setengah menganga. Memasukkan kembali dompetnya ke dalam saku celana.
"Seriusan bang. Mahal banget."
"Bercanda. Tiga ratus ribu aja." Si abang terkekeh. Siang ini rambutnya terlihat lebih lepek dari sebelumnya. Benar-benar tidak tersentuh oleh angin. Begitu mengkilat dan kuat.
"Bikin gue kaget aja." Vincent memberikan biayanya. Kemudian menyalakan motor.
"Woi lo gak berterima kasih sama gue. Main pergi aja lo. Udah dianterin kesini juga." seru Fadel ingin sekali menimpuk Vincent sekarang juga.
"Makasih Nasa." kata Vincent sambil menggeber motor.
"Hari ini gue mau ikut sama lo aja." Fadel dudul di belakang memeluk Vincent.
"Turun lo. Gue mau ngenterin Lili pulang."
"Udah Li. Lo sama Nasa aja. Gue sama Vincent ke rumah lo. Ada makanankan di rumah lo."
Sebelum motor melaju Fadel memeluk erat Vincent seperti orang yang lagi kasmaran. Vincent berjalan di depan sedangkan Nasa mengikuti dari belakang. Jujur saja Lili masih canggung kalau sedang berdua begini. Nasa juga tidak banyak biacara hanya sesekali ketika kehilangan jejak Vincent. Maka Lili juga akan berbicara menunjukkan arah jalan. Disanalah awal mula keakraban mereka. Mulai ada tanya jawab seperti kuis di kelas.
Lili langsung turun dari mobil, berlari masuk ke dalam rumah. Diikuti Fadel yang langsung nyelonong duduk di kursi.
"Rumah lo adem." seru Fadel.
"Gak seadem rumah elo yang pakai AC." kata Lili merasa minder karena masih tinggal di rumah milik perusahaan.
"Iya, deh. Rumah gue yang paling adem. Rumah lo enggak." balas Fadel.
Lili menukikkan bibir atasnya merasa gondok dengan jawaban Fadel.
Vincent dan Nasa masuk ke rumah sambil mengucapkan salam. Nasa yang baru pertama kali datang kemari menyapu seisi rumah dengan pandangannya. Entah apa yang sedang dipikirkannya. Dari rautnya Nasa seperti merasa nyaman atau sebaliknya.
Ibu keluar dari dalam kamar. Rambutnya berantakan. Mungkin baru bangun tidur. Ibu menyapa teman-teman Lili sambil merapikan pakaian yang kusut. Fadel langsung berdiri menyalami Ibu dan mulai ngomong ngaco, "Wah tante cantik banget. Mirip Ratu Elizabeth. Tangannya halus lagi. Pasti perawatan, kan."
Ibu tertawa. Kemudian Vincent menarik Fadel supaya bergantian menyapa Ibu Lili begitu juga Nasa tampak sungkan.
"Wah ada teman baru Lili. Siapa namanya? Cakep banget." kata Ibu tidakk beda jauh dari Fadel.
Nasa menggaruk kepala. Merasa malu mendengar pujian Ibu.
"Nasa tante."
Raut wajah Ibu berubah. Entah eksperesi apa ini? lebih tampak seperti komedi horror. Ibu beranjak ke dapur. Lalu kembali membawa sirup dingin, "Ini buat Fadel yang selalu ceria."
"Makasih tante yang selalu cantik setiap saat."
Lili memuntahkan omongan Fadel. Dengan cepat menyuruh Ibu masuk ke dalam kamar. Sebelum percakapan aneh terjadi diantara Ibu dan Fadel..
"Tega banget sih, lo. Ngusir Ibu sendiri. Durhaka loh." seru Fadel.
Vincent melirik tajam Fadel supaya bisa menahan mulutnya. Fadel pun menunduk. Lili tertawa dan Nasa masih bingung. Mungkin belum terbiasa dengan situasi ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teka Teki Sepatu
Teen FictionSaat mengetahui pemilik sepatu itu adalah orang terdekatnya. Lili semakin yakin bahwa itu adalah takdir yang diimpikannya. Berkat sepatu itu perasaan Lili akan terjawab melalui cerita ini.