Motor Vincent yang kini tinggal kerangka harus menginap sehari lagi di bengkel guna mengetahui kerusakan yang sebenarnya terjadi ibaratkan penyakit manusia itu harus diperiksa lebih dalam melalui pemeriksaan labor, dari sana kita dapat mengetahui hasil akhirnya.
Kabel dari motor Vincent juga terkulai lemas di ubek-ubek sama si abang lalu kembali melihatnya lebih teliti dan mulai mengambil minyak dan oli untuk membersihkannnya. Hal ini sudah sering dilakukannya pada motor Vincent yang memiliki kerusakan sama berulang kali. Vincent juga pasrah uangnya habis untuk motor tua yang harusnya segera dipensiunkan. Mungkin motornya sudah lelah berjalan panjang melewati rintangan apapun yang dihadapannya. Lubang di jalan yang membentuk kolam sampai bisa menanam pisang tidak lagi menjadi perhatian pemerintah.
"Bang gua mohon banget. Motor ini harus bagus. Ini mau gue pensiunkan aja di rumah. Capek tiap hari harus kayak gini. Kantong gue juga udah kempes."
"Yah mau gimana lagi. Aku sudah berusaha mengerjakannya. Kan udah kubilang motor ini mending gak usah kau pakai lagi. Barang aslinya gak ada di Indonesia. Ini barang antik. Kalau mau ganti onderdil motor mending gak usah aja. Ganti motor aja sekalian." sarannya juga merasa lelah dengan motor Vincent. Memang onderdil yang diganti si abang memakai barang dari produk motor lain tidak cocok dengan mesin motornya.
Vincent menatap motornya dengan sendu. Mungkin dia memikirkan biaya yang akan dikeluarkannya atau ada hal lain yang sedang dipikirkannya.
Mobil Nasa yang terparkir di pinggir jalan di kalkson oleh beberapa pengendara mobil lain yang akan melintas. Karena jalanan yang tidak terlalu luas akhirnya mereka masuk ke halaman bengkel yang tidak terlalu luas.
"Besok gue jemput lagi bang. Gue tinggal dulu ya." Memberikan kepercayaan penuh kepada si abang bengkel.
"Aku usahakan." tandasnya kembali berjongkok memperhatikan mesin motor.
Vincent dan Lili melangkah mendekati mobil ketika Nasa baru saja membuka pintu untuk bertanya, "Gimana motornya?"
"Biasalah dirawat lagi." seru Vincent gusar. Dia mengacak rambutnya.
"Gue nebeng ya." seru Lili masuk ke mobil.
"Ya iyalah nebeng. Emang lo mau pulang naik apa?" seru Fadel sewot.
"Angkot." jawab Lili singkat malas memperpanjang perdebatan.
"Guys gue mau ke barbershop bentar ya. Soalnya rambut gue udah panjang banget." seru Nasa merapikan rambutnya dari kaca mobil.
"Benar tuh. Rambut lo udah kayak helem. Potong yang rapi atau bentuk kayak rambut Elkan Baggot. Duh! cakep banget tuh." Lili membayangkan pemain timnas itu dengan mimik wajah bodoh. "Kebetulan juga mending Vincent potong rambut juga. Rambut lo kan agak keriting jadi cocoknya kayak Rafael Struick.
"Lo doyan bola Li." kata Fadel "Sejak kapan?"
"Lo gak tau kaum hawa pada heboh dengan kegantengan mereka. Gue aja meleleh dibuatnya." seru Lili masih membayangkan kedua pemain timnas itu.
Nasa menepikan mobilnya tepat di depan barbershop tanpa halaman. Tempatnya berada di pinggir jalan besar. Kendaraan banyak yang terparkir di bahu jalan sehingga jalur kendaraan menjadi sedikit sempit.
Lili mengeluh, "Duh kenapa sih tempat seelit ini gak ada tempat parkir. Liat tuh macet jadinya gara-gara mobil terparkir disini."
Nasa merasa tersindir, "Iya gue cari barbershop yang ada parkirannya deh."
"Bukan gitu." Lili merasa bersalah padahal cuma mengomentari kendaraan lain.
Fadel keluar dari mobil masuk menyelonong ke dalam Babershop, "Ribet amat mau potong rambut aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Teka Teki Sepatu
Teen FictionSaat mengetahui pemilik sepatu itu adalah orang terdekatnya. Lili semakin yakin bahwa itu adalah takdir yang diimpikannya. Berkat sepatu itu perasaan Lili akan terjawab melalui cerita ini.