Peringatan buat Vincent

36 7 0
                                    

Hari ini kepala sekolah memberikan pidatonya kepada seluruh murid di lapangan. Kegiatan ini menjadi rutinitas baru setiap hari jumat. Selain itu juga ada ceramah dari perwakilan tiap minggu dari setiap kelas untuk melatih keberanian. Bukan perkara mudah untuk melakukannya. Sambil duduk tanpa alas Lili berjongkok dibelakang punggung Elsa menghindari panasnya matahari pagi ini. Kepala sekolah baru sekarang sepertinya dapat memberikan perubahan yang lebih baik untuk sekolah Juang.

Kelas pertama yang tampil tanpa persiapan adalah dari kelas XII IPS 1. Vincent sebagai perwakilan kelas bakalan memberikan ceramah. Tanpa konsep terpaksa Vincent harus tampil di depan umum. Ini merupakan hukuman yang diterimanya karena sering bolos. Vincent berjalan keluar barisan sambil merapikan pakaiannya yang berantakan. Kemudian fokus mencari tema ceramah hari ini.

Lili tertawa melihat tampang Vincent yang cemberut. Fadel malah bersorak keras menyemangatinya. Ini bukanlah pertunjukan pensi tapi ceramah buat menenangkan hati.

Bukannya ngucapin salam Vincent justru berteriak keras menggunakan mic menyapa satu sekolahan. "Apa kabar semuanya?" Sepertinya Vincent kesurupan setan pagi di sekolahan.

Fadel tertawa keras dibarisannya menyaksikan Vincent yang terlalu bersemangat. Anak secuek Vincent juga bisa menghibur orang. Lalu dengan lantang mengacungkan sebelah tangannya dengan membara seperti akan melakukan sesuatu yang konyol.

Vincent menampakkan wajah sangar, "Kita tidak boleh membiarkan negeri ini hancur oleh para elit negara. Kalian lihat sekarang banyak koruptor yang tersenyum meski sudah ditetapkan menjadi tersangka. Sedangkan kita sebagai rakyat kecil sambil menangis mengais uang buat membayar pajak. Pajak yang kita setor ke negara malah disalahgunakan mereka. Apa kita harus diam aja. Kita harus bertindak kawan."

Mic dari tangan Vincent buru-buru direbut oleh salah satu guru dengan seragam yang paling rapi. Celananya sampai perut pakai ikat pinggang hitam. Perkataan Vincent terlalu berbahaya untuk diucapkan. Ini bukan masalah spele yang bisa diproklamasikan di lapangan. Bisa-bisa ada yang merekam perkataan Vincent dan menyebarkannya di internet. Bakalan menjadi bahaya besar untuk pihak sekolah.

"Kenapa direbut, Pak." tanya Vincent dengan wajah polos.

"Malah berorasi. Udah. Balik ke barisan." kata Guru.

Karena ini adalah hari pertama dicetuskannya kegiatan rohani. Vincent pun dimaafkan. Dilanjutkan dengan penutupan dari kepala sekolah, lebih seperti kayak pemimpin negara. Kepala sekolah yang sekarang tampak beribawa, perkataannya sangat memotivasi semangat untuk maju. Dan juga tidak marah ketika Vincent bertingkah seperti tadi. Padahal bisa sajakan Vincent ditegur atau diberi hukuman lain untuk memberikan efek jera. Justru dimaklumi. Katanya jiwa anak remaja bergejolak untuk mencoba hal-hal baru namun harus bisa mengontrol diri. Diakhir pidato semua murid bertepuk tangan, tentu saja arahan dari guru. Dan barisan pun dibubarkan. Tanpa jeda istirahat Lili harus balik ke kelas.

Sampainya di kelas, udara terasa lebih panas. Lili menggunakan buku buat mengipasi dirinya. Kelas semakin pengap ketika anak-anak lain membuka sepatu dan kaus kaki yang belum diganti selama seminggu. Lili terbiasa dengan suasana di kelas. Bau seperti ini sudah menyatu ke pernapasan Lili yang kebal. Meski agak pusing saat menghirup dan masuk ke dalam rongga hidung. Lili tidak bisa berkata apapun atau pun bertindak. Cuma bisa pasrah bisa masuk ke dalam kelas ini.

Vincent dan Fadel baru saja masuk dengan tawa lepas yang menyebar hingga ke penjuru kelas. Fadel tampak memukul pundak Nichol memperhatikan temannya dengan bangga, "Hebat lo." kata Fadel masih saja ngakak.

Lili yang kepo langsung menghampiri Vincent duduk di sebelahnya, "Lo ngapain tadi. Disuruh ceramah malah unjuk rasa."

"Gue bangga punya teman kayak dia." seru Fadel dengan mulut makin lebar.

"Ada-ada aja kelakuan lo." Lalu Lili tertawa mengingat Vincent di lapangan seperti ketua BEM yang sedang berorasi.

"Puas-puasin, deh ketawa." kata Vincent baru terasa malunya sekarang.

"Lo mau latihan buat demo lagi." celetuk Lili.

"Iya. Puas lo!" tandasnya.

Tidak berselang lama guru dengan sanggul tinggi masuk membawa rotan lalu duduk dan mulai mengabsen dan setelah itu Vincent dipanggil buat maju ke depan untuk mempertanggung jawabkan tindakan bodohnya tadi.

Setelah berdiri di depan. Semuanya terdiam bersiap menyaksikan hukuman cambuk dari guru. Vincent pun menunduk pasrah dengan hukumannya.

"Vincent kamu catat ini ke papan tulis." kata Guru.

"Catat Buk. Kan ada sekertaris kelas?" seru Vincent.

"Ini hukuman buat kamu karena udah bertindak bodoh tadi."

Fadel berseru dari tempatnya, "Lah gitu doang. Saya pikir Vincent mau dicambuk."

"Kamu mau kalau Ibuk jadi viral gara-gara mencambuk murid."

"Yah. Saya cukup kecewa, Buk."

"Udah kamu catat aja."

Vincent mulai mencatat di papan tulis. Hal ini belum pernah dilakukannya. Menulis di papan tidak segampang seperti menulis di buku. Tulisannya naik turun seperti dakian bukit. Dan hurufnya juga besar kecil. Vincent menulis sangat pelan penuh penghayatan. Tulisannya semakin tidak jelas dan berantakan. Kemudian yang lainnya mulai protes karena tidak jelas. Vincent tidak peduli justru meneruskannya sampai selesai. Dan saat kembali ke tempatnya Vincent baru sadar tulisannya seburuk itu.

Guru dengan sanggul tinggi berdiri di tengah kelas. Lehernya keliatan panjang karena kekurusan, lalu berkata, "Vincent. Ibuk udah pernah bilang sebelumnya. Kalau masalah negara sudah ada yang mengurusnya. Seperti para menteri beserta jajarannya. Kalau kamu beneran mau membela rakyat. Dari sekarang harus belajar yang tekun, belajar yang jujur dan disiplin. Lah kamu masuk kelas aja jarang. Malah teriak-teriak minta keadilan. Setidaknya kalau mau bersuara harus berilmu. Paham dengan apa yang disampaikan. Gak cuma berkoar-koar. Untuk apa bertindak tanpa tahu inti permasalahannya."

"Saya memang gak paham soal politik dan negara, Buk. Yang saya tahu adalah koruptor semakin merajalela. Semakin banyak. Ibuk taukan penyebabnya apa? Karena hukum itu tajam di bawah tumpul di atas. Kita sebagai rakyat memang gak tahu apa yang sebenarnya terjadi di pemerintahan. Yang saya tahu sebagai rakyat, para koruptor menggunakan uang rakyat demi kepentingan pribadi. Kita bayar pajak buat fasilitas negara. Bukan buat keluarga mereka." ujar Vincent seperti paham sekali tentang masalah negara.

"Ibuk paham dan kamu benar. Makanya Ibuk bilang hari ini. Kalau benar mau membela rakyat. Kamu harus belajar yang benar. Jangan bolos. Jangan membangkang. Dan membayar pajak adalah kewajiban kita. Kalau pejabatnya korupsi sudah ada yang menangani. Kita cukup menyimak dari berita saja. Karena kamu tidak punya wewenang buat bertindak. Kalau kamu sudah lulus diperguruan tinggi dengan ilmu yang kamu dapatkan. Boleh tuh kamu terjun ke dunia politik. Sampaikan semua unek-unek hati kamu. Paham sampai di sini."

Vincent mulai merenungi perkataan guru tadi. Perkataannya sama persis seperti Lili. Apa semua cewek sama aja? Lalu melirik Lili sejenak. Lili balik membalasnya dengan senyuman.

Teka Teki SepatuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang