Dari ujung lapangan terlihat samar guru penjas sedang berjalan menuju taman. Langkahnya yang pelan namun pasti perlahan mendekat. Lili yang sedang mencabut rumput liar tidak sengaja menarik sekuntum mawar yang baru mekar. Guru penjas yang melihat kejadian itu mempercepat langkahnya mendekati sisi taman.
"Mampus gue!" Lili menepuk jidat segera bangkit dari tempatnya dan berlari menghindari hukuman yang akan diterimanya.
"Jangan lari.." sambil mengarahkan pentungannya ke arah Lili yang sudah melangkah duluan. Melihat langkah cepat guru itu entah mengapa Nasa dan Elsa juga ikut berlari. Lili melangkah tanpa tahu arah sampai tiba di belakang gedung. Melihat kondisinya, sangat disayangkan jika pembangunan ini tidak dilanjutkan karena takutnya Lili tidak dapat menikmati gedung baru ini.
Lili bersandar di tembok belakang sekolah sambil menarik napas dan meremukkan dadanya dengan erat. Napasnya yang masih tersekat harus mencari tempat persembunyian lagi karena langkah seseorang terdengar jelas mulai mendekat. Lili berjalan tergopoh-gopoh dan terpeleset. Sebuah uluran tangan menyambut dan menariknya masuk ke dalam gedung.
Mata Lili mendelik saat mulutnya di bungkam hebat oleh seorang cowok yaitu Vincent. Aksi ini persis terjadi saat kejadian demo tempo lalu. Seorang cowok juga menyelamatkannya dari kerumunan. Wajah yang familiar ada di depannya. Vincent telah menolongnya. Justru Lili ngedumel dengan sikap cowok dihadapannya saat demo lalu.
Tangan yang semula mendekap perlahan terlepas saat langkah kaki guru penjas mendekat celingukan mencari keberadaan Lili. "Mendingan kamu keluar." teriaknya mengedarkan pandangan. Kedua tangannya berkacak pinggang menyusuri tempat terakhir sosok murid yang dilihatnya. Matanya mengadah ke atas menatap bangunan dengan tatapan mencurigakan. Vincent menarik tubuh Lili mendekat ke arahnya kembali menutup mulut gadis itu supaya menahan suaranya yang terbiasa berkicau.
Lili cuma bisa mengikuti arahan dari Vincent. Bahkan saat ini jantungnya berpacu lebih cepat dari yang dirasakannya saat dikejar oleh guru penjas tadi. Rahangnya mengeras dengan tatapan tajam ikut mengintai keberadaan guru. Aroma Vincent dari dekat lebih menggoda dari biasanya. Ini terlalu dekat bahkan Lili tidak sanggup pengin teriak. Napasnya tersekat oleh situasi. Sampai kapan Lili harus bertahan di dalam rengkuhan cowok ini. Ya tuhan. Tolong tenangkan jantung ini. Lili memejamkan mata memanfaatkan moment langka dan mungkin tidak akan pernah terulang. Ia tersenyum mencium aromanya sangat dalam.
Guru penjas sudah pergi sejak tadi. Dilihatnya cewek itu tertidur di dalam pelukannya. Sementara waktu ia membiarkannya bersandar nyaman meski ini tidak boleh terjadi. Mungkin dia masih mengantuk sehingga telat datang hari ini. Vincent menatap lama Lili ingin menyentuh kepalanya dengan belaian lembut. Namun tangannya terasa berat untuk melakukannya. Karena perasaan ini tidak boleh berlarut oleh suasana. Jadinya ia mengurungkan niat dan hanya menikmati moment saat ini. Ya, hanya beberapa menit saja. Dan ini tak akan pernah terulang.
Lili membuka mata dan tersadar dari rasa nyamannya, "Guru penjasnya udah pergi?"
Vincent menjauhkan gadis itu darinya . Kedua tangannya merengkuh bahu Lili, "Udah. Lo aman sekarang?"
Akhirnya Lili bisa bernapas lega.
"Kenapa lo bisa telat?"
"Karena gak ada yang ingatin gue untuk tidur cepat kemarin." kata Lili ngambek kemudian Lili menyipitkan matanya penuh selidik, "Lo mau cabut, kan?"
Ujung jari Vincent mendarat di jidat Lili, "Gak usah asal nuduh. Udah datang telat. Nuduh orang sembarangan lagi."
"Ya. Sorry kalau gue salah."
"Jangan kira lo lupa soal masalah kemarin." Vincent melesat meninggalkan Lili sendirian di gedung. Benar gedung ini bahkan masih kerangka saja yang baru berdiri. Sangat disayangkan jika harus dihentikan. Lagian tega banget pihak sekolah melakukan korupsi. Giliran telat bayar SPP ditagih bahkan sampai diburu ke kantin. Sekarang malah korupsi dan bangunannya menjadi terbengkalai.
Nasa dan Elsa baru muncul menyusuri belakang sekolah. Lili keluar dari persembunyiannya.
"Lo selamat?" kata Nasa khawatir.
Elsa bersandar lemas dengan cengirannya, "Ternyata seru juga, ya."
Lili menyerngit tidak paham dengan ekspersi yang ditunjukkan Elsa. Harusnya dia khawatir dong karena bolos dua mata pelajaran sekaligus hari ini, "Lo sehat, kan?"
"Gak tahu nih anak dari tadi cengar-cengir mulu. Heran gue!" balas Nasa "Dari tadi lo disini?"
Lili mengangguk. Masih memperhatikan gedung itu. Mungkin Vincent masih di sana bersembunyi untuk bolos sekolah.
"Lo ngeliatin apa?" kata Nasa mengikuti tatapan Lili.
"Gak.. Gue pikir ngeliat hantu tadi."
Elsa bergidik, "Benar juga kata lo. Biasanya kalau ada gedung yang gak dihuni kayak gini bakalan banyak hantunya. Serem banget!"
"Kebanyakan nonton film, sih, lo."
"Beneran Li. Lo harus percaya sama gue kalau disini tuh banyak hantunya. Lo gak pernah liat di tv?" Tatapan Elsa mengadah ke atas gedung.
Sebuah batu kecil meluncur menimpa kepala Elsa.
"Lo liat, kan, ada batu dari atas nimpuk kepala gue. Mending gue pergi dari sini."
"Gue setuju." Nasa melangkah bersama Elsa.
Kemudian Lili mengadah ke atas melihat sosok Vincent berdiri di dekat jendela. Sosok hantu yang dikatakan Elsa tidak pernah ada. Lili juga ikut menyusul temannya bersamaan saat bel istirahat berbunyi.
Di kantin saat sedang makan Fadel muncul dan menghampiri meja dengan meggebraknya, "Hebat ya, elo semua. Sekarang makannya udah pakai geng segala." Kemudian tangannya menunjuk ke Elsa, "Dan dia kenapa bisa makan dengan kalian berdua. Lo gak liat teman lo, si Lona makan sendirian di sana. Tega lo!"
Elsa melongokkan kepalanya melihat Lona sedang mengantri jus di ujung kantin. Kemudian ia segera menghabiskan makanannya dan menyusul kesana.
"Pergi sana lo!" seru Fadel mendorong tubuh Elsa yang mungil.
"Apaan sih, lo gendut. Pakai dorong-doong gue segala. Gue dorong balik entar lo." balas Elsa nyolot.
Fadel berdiri dengan lantang, "Coba aja kalau lo bisa."
"Nanti. Liat aja. Gue bakal balas elo. Tunggu aja." Elsa segera menyusul Lona sebelum temannya ngambek untuk kesekian kalinya.
"Sok-sokan mau lawan gue. Badan segeda biji cabe aja belagu." gerutu Fadel masih membuntuti punggung Elsa yang mulai menjauh.
Lili terkekeh. Fadel melototi Lili dan Nasa secara bergantian, "Udah jadia kalian berdua."
"Gila lo. Jangan asal nuduh." bantah Lili cepat.
"Kalau nuduhnya kayak gitu gak apa-apa Lili." sambung Nasa.
"Lo gak marah? Jangan terlalu ngikutin arus pergaulan Fadel. Dia anaknya sering bawa pengaruh buruk."
Fadel kembali menggebrak meja, "Eh. Lo kira gue teman macam apa. Emang gue udah bawa pengaruh buruk apa sama lo."
Kemudian dari stand jus Vincent muncul membawa dua cup jus ditangannya. Yang satunya diberikan untuk Lona. Gadis itu tersenyum lebar meski Vincent cuma bersikap datar. Fadel berdiri memanggil Vincent dengan bar-bar, "Vincent sini lo." Tangannya melambai-lambai dengan sebelah kaki naik ke atas kursi.
"Malu gue!" Lili menutup wajahnya
Nasa membantu menutupinya dengan merangkul Lili. Vincent mendekat sebelum Fadel melakukan hal yang lebih memalukan lagi. Kemudian menatap lurus ke arah Lili yang masih menutup wajahnya.
"Modus aja, nih berdua." seru Fadel
Lili membuka wajahnya lalu menarik diri tersadar jaraknya terlalu dekat dengan Nasa dan cukup kaget melihat Vincent berada dihadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teka Teki Sepatu
Teen FictionSaat mengetahui pemilik sepatu itu adalah orang terdekatnya. Lili semakin yakin bahwa itu adalah takdir yang diimpikannya. Berkat sepatu itu perasaan Lili akan terjawab melalui cerita ini.