Perjanjian

25 9 0
                                    

Lili resah melihat jambang Vincent yang semakin lebat. Mukanya hampir saja digerogoti oleh bulu halus. Andai saja Vincent menyadari kalau wajahnya ganteng banget. Pasti dia menyesal seumur hidup karena tidak memamerkan wajahnya. Dibalik sifatnya yang cuek Lili merasa beruntung karena Vincent tidak jadi rebutan cewek di sekolahan. Namun Lili merasa sayang jika wajahnya terlalu lama ditutupi dengan jambang. Harusnya sedikit dirapikan atau dicukur habis. Mungkin Lili tidak seberani ini menatapnya.

"Ngapain liatin gue terus." Vincent menundukkan kepala Lili yang sedang mengunyah cireng.

"Rambut gue." Lili merapikan rambutnya kembali dengan manyun.

Giliran Vincent memperhatikan Lili. Diingatannya terlintas Fadel yang makannya melebihi manusia normal. Hampir saja Fadel membuatnya bangkrut karena terlalu banyak memesan makana. Tidak memikirkan keuanganya dan lebih menuruti napsu makannya yang tiasa batas. Lili makan dengan lahap tidak menggambrakan cewek feminim yang memperlihatkan cara anggun seperti menyisakan makanan di piring.

"Tumben makannya banyak banget. Biasanya nyisain gue." kata Vincent ikut mencomot cireng.

Lili menghentikan makannya. Semenjak sering bareng Fadel kelakukan mereka jadi mirip sampai dengan cara makan. Lili menyeka mulurnya dengan tisu. Perutnya mendadak kenyang. "Lo habisin nih."

"Merajuk lo." sahut Vincent masih mengunyah cireng.

"Gue udah kenyang." Kemudian memberikan sisa cireng sepenuhnya kepada Vincent.

Vincent menjulurkan tangannya di atas meja melihat ke arah Lili. Namun dengan tatapan kosong. Pandangan jauh memikirkan hal lain. Lili membiarkan cowok dihadapannya berpikir sejenak. Mungkin ada sesuatu yang tidak bisa diceritakannya. Lili bisa maklum.

"Ehm...ehm." Tenggorokan Lili seperti ada yang tersangku.

Vincent sadar dengan lamunannya memberikan botol minuman, "Minum nih."

Lili mengambilnya kemudian meneguknya dengan pelan, "Ehm..ehm.." Mencoba menetralkan ternggorokannya.

"Minum lagi. Entar tersedak lagi."

Lili kembali meneguknya perlahan sampai habis setengah botol. Kemudian Vincent meminum sisa minuman milik Lili sampai habis.

"Lo punya masalah apa sih? Jangan dipendam sendiri nanti keselek lho." Lili mencoba menginterogasinya.

Vincent masih diam. Jakunnya bergerak. Mungkin pengin cerita namun masih ditahan.

"Gak apa-apa." Masih dengan pandangan kosong.

"Gak apa-apa kok kayak sedih gitu." Lili menggembungkan kedua pipinya menatap Vincent.

Kedua tangan Vincent mendarat dikedua pipinya. Lili menelan habis udara yang ada dimulutnya. Heran dengan sikap Vincent.

"Lo kenapa?" kata Lili.

Vincent menurunkan tangannya, "Jangan terlalu dekat sama gue."

"Ngapain sih lo ngomong kayak gitu. Kitakan temenan udah lama. Bosan lo temenan sama gue." katanya kesal.

"Gak gitu." katanya kalem "Lo temenan sana sama cewek di sekolahan. Kenapa dekat sama gue terus. Gak bosan lo duduk di kelas kayak gini terus."

"Ya bosan. Ya gimana dong. Lo nya gak mau ke kantin."

"Malas gue ke kantin. Makanannya itu-itu aja. Gak ada yang spesial." Suasana semakin hening. Suara Vincent terlalu sendu untuk percakapan yang sesantai ini.

"Lo masih sakit." Lili mendaratkan tangannya ke wajah Vincent.

Vincent menurunkan tangan Lili dengan menautkan kedua alisnya, "Kenapa sih lo. Gue bisa jaga diri."

Teka Teki SepatuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang