Lili turun dari motor setelah membayar tumpangannya kepada pengemudi ojek. Lagi lagi ia telat, terlihat pagar sekolah tertutup rapat tanpa adanya security yang menjaga di depan, kemudian muncul ide licik dipikirannya. Untuk menyelinap masuk dengan cara yang pernah dilakukannya saat bersama Vincent. Elsa yang baru keluar dari dalam mobil berlari ke depan gerbang dalam keadaan panik. Kedua tangannya memegang jeruji besi yang berdiri kokoh dengan tatapan miris. Elsa yang biasa datang tepat waktu harus menghadapi ini untuk pertama kalinya. Berdiri bersama Lili memandangi sekolah yang sudah sepi.
"Lo telat juga." katanya ada kelegaan dari hembusan napas Elsa.
"Senang lo datang telat?" kata Lili bersandar dipagar kemudian melirik Elsa, dalam keadaan seperti ini dia masih bisa menyengir.
"Bukannya gitu. Gue jadi ada teman buat jalani hukuman." Elsa melebarkan cengirannya.
"Lo mau ikut gue." Lili melangkah melewati pagar depan kemudian berbelok ke belakang sekolah. Elsa masih mengekor dengan rasa penasaran.
"Sebenarnya lo mau ngapain sih?"
Lili berhenti menatap tembok tinggi dihadapannya kemudian beralih menatap Elsa dengan penuh arti.
"Lo mau ngajak gue manjatin pagar ini." katanya kaget kemudian menggeleng kuat. "Gue gak mau."
"Terserah. Kalau gitu lo tinggal disini aja. Gue mau masuk ke dalam." Lili mengambil tangga yang pernah disembunyikan Vincent di dekat tembok. "Bantuin gue."
Elsa membantu Lili menegakkan tangga yang cukup berat untuk kedua gadis itu. Kemudian sebuah tangan mengalihkan pandangan mereka. Karena membantu mengokohkan tangga itu bersandar ditembok.
"Ayo siapa duluan yang mau naik." seru Nasa
Mata Elsa tampak berbinar melihat sosok Nasa yang bagaikan pahlawan di pagi hari. Urat tangannya bermunculan dari tangan yang mengepal.
"Lo aja duluan." seru Lili menyuruh Elsa menaiki tangga.
"Gue takut." kedua tangan Elsa memegang erat tas yang tersampir dibahunya.
"Gak apa-apa. Biar gue jagain disini. Sebelum melompat pastiin dulu memang gak ada guru di dalam." seru Nasa
Kaki Elsa merambat menaiki tangga dengan ragu. Lili memastikan temannya bahwa semuanya akan baik-baik saja." Di ujung tembok, Elsa kembali menatap Lili dengan Nanar. Dengan tangan yang terkepal Lili mengayunkan tangannya, "Semangat. Lo pasti bisa."
Dengan takut Elsa melompat dengan teriakan kencang dan terakhir suara dentuman keras terdengar jelas dari balik tembok.
"Lo gak apa-apa" seru Lili.
"Aman."
Nasa tersenyum. Kemudian giliran Lili memanjat dengan santai. Nyalinya sedikit ciut ketika melihat ke bawah. Ada ketakutan terbesit dibenaknya. Lili menatap Nasa yang sedang memegangi tangga dengan cemas. Nasa dapat merasakan ketakutannya kemudian menyusul menaiki tangga dan di ujung tembok Nasa melompat dan berseru kepada Lili untuk segera turun.
"Gue turun ya." Tak tahu kenapa Lili merasa gamang. Biasanya Vincent akan membantunya menuruni tembok dengan pelan atau mengambil benda lain untuk memudahkan Lili untuk turun dari ujung tembok.
Dengan takut Lili melompat dan suara yang didengarnya tadi sama seperti saat Elsa melompat tadi.
"Sakit banget." kata Lili padahal ini bukan pertama kali melakukannya.
Saat akan melangkah dari ujung koridor seorang guru sudah berdiri dengan kumis yang melambai ingin menggelitik tindakan muridnya. Lili menyengir karena ketahuan oleh guru penjas yang sedang membawa absen ditangannya.
"Kalian berhenti disana." Tanpa aba-aba Lili bekata, "Kabbbuuuurr.."
Nasa dan Elsa ikut berlari. Guru yang berada di ujung koridor ikut mengejar langkah mereka. Karena perutnya yang buncit dan pendek. Akhirnya langkahnya tertinggal jauh dan kehilangan jejak murid-muridnya.
Mereka sampai di depan kelas dengan napas tersengal-sengal. Elsa tersenyum puas dengan tindakannya. Lili bersandar lemas di tembok koridor, mengontrol pernapasannya sebelum masuk ke dalam kelas. Mendadak pintu kelas terbuka lebar. Seorang guru yang mengajar melototi matanya melihat ada muridnya yang masih berada di luar.
"Jam berapa sekarang?" hardiknya. Kemudian pandangannya beralih ke jam dinding. Telat lebih dari satu jam.
"Maaf, Buk.." sambung Lili
"Udah ibuk gak mau dengan alasan kalian. Pergi bersihkan taman."
"Tega banget, sih, buk." kata Lili memelas berharap mendapatkan keringanan hukuman.
"Saya bukan dari kelas ini, buk." balas Nasa kemudian berbalik arah melangkah pergi.
Sebelum Nasa pergi. Langkahnya berhenti oleh seruan guru, "Kamu bukannya dari kelas IPA? Nanti bakalan saya bilang ke wali kelas kamu. Sekarang pergi bersihkan taman."
Kemudian pintu kelas tertutup. Lili melangkah lemas masih terasa capek akibat berlari kencang tadi. Elsa malah menyengir lebar senang menerima hukuman ini. Nasa tidak protes sama sekali justru melangkah cepat mendahului kedua cewek itu.
Sampainya di taman justru Nasa berbaring di kursi panjang dan menutupi wajahnya dengan buku.
"Apa yang harus dibersihkan?" kata Elsa melihat taman yang terlihat bersih. Tanamannya juga terawat.
Lili melihat petugas kebersihan sekolah sedang duduk di pinggir taman kemudian mendekati si bapak yang sedang mengobati luka di kakinya.
"Kenapa, Pak?" kata Lili berjongkok melihat sisa darah di telapak kakinya.
"Tadi kena besi di tempat pembangunan sekolah." Kepalanya masih menunduk membersihkannya dengan obat seadanya.
"Kok biasa tertancap gini, sih, pak?" kata Lili masih memandangi luka itu dengan ngilu. "Lagian kenapa gak dilanjutin coba pembangunannya. Kalau gini, kan, bapak gak luka kakinya."
"Gak tau juga. Kabarnya, sih untuk sementara pembangunannya dihentikan dulu."
"Kenapa, pak?"
Si bapak terdiam sejenak membalutkan lukanya dengan plester. Dan mencoba menginjakkan kakinya ke rumput.
"Lagian kenapa bapak gak pakai alas kaki, sih. Habis ini bawa ke dokter aja, pak?" saran Lili merasa iba takutnya nanti luka tersebut akan infeksi.
Si bapak menunjukkan sandalnya yang sudah menipis dan basah, "Tadi bapak terpeleset. Masih untung kena luka kayak gini. Bukan jatuh dari gedung atas."
"Ih. Bapak masih aja bercanda."
Si Bapak melihat situasi sekitar kemudian berkata lirih, "Sebenarnya... Tapi jangan bilang siapa-siapa, ya. Soalnya bahaya kalau yang lainnya tahu."
Lili mengangguk mantap dan menyimak omongan petugas kebersihan.
"Kabarnya ada yang korupsi di sekolah. Dananya terpakai untuk hal lain."
Lili melongo kemudian segera menutup mulutnya tidak menyangka kalau di sekolahnya ada kasus korupsi. Gila! Pembangunan sekolah pun di tilap juga.
"Bapak tau darimana?"
"Gak perlu tau. Yang jelas jangan sampai berita ini bocor, ya. Lagian kenapa saya harus bilang ke situ. Tapi janji, ya jangan sampai bocor ke yang lain." pintanya sebelum meninggalkan Lili bekerja.
"Siipp." seru Lili sambil menebak-nebak siapa pelaku korupsi di sekolah ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teka Teki Sepatu
Teen FictionSaat mengetahui pemilik sepatu itu adalah orang terdekatnya. Lili semakin yakin bahwa itu adalah takdir yang diimpikannya. Berkat sepatu itu perasaan Lili akan terjawab melalui cerita ini.