Saat tak Sadarkan Diri

26 8 0
                                    

Lili, Nasa dan Fadel duduk di sisi kasur dimana Vincent sedang terlelap. Tangannya sudah diinfus dan pernapasannya kembali normal. Wajahnya kembali segar kembali, ada sedikit senyum yang tertarik dari bibirnya mungkin Vincent sedang memimpikan sesuatu yang indah sehingga membuatnya tersenyum seperti itu.

"Jadi Vincent tadi malam tidur di rumah lo." tembak Fadel dengan suara nge gas.

"Biasa aja ngomongnya. Nada suara lo kayak mengatakan sesuatu yang lain. Vincent tidur di rumah gue. Dan di rumah itu juga ada orang tua gue Fadel, kampret." Lili segera membungkam mulutnya yang berkata kasar. Pasti Fadel sedang mikirin yang aneh-aneh tentang Lili dan Vincent.

"Gue cuma bilang Vincent tidur bareng di rumah lo kemarin?" Fadel mengatakan kalimat seolah Lili dan Vincent berada di dalam ruangan yang sama.

"Malas gue ngomong sama lo. Vincent itu tidur di ruangan depan. Gue di kamar sendiri. Dan bokap nyokap gue juga di kamarnya. Jadi kami itu terpisah. Gak barengan." Lili menekankan suaranya dengan mata terbelalak.

"Iya. Intinya Vincent tidur di rumah lo." sambung Fadel. Kemudian dia menyeringai licik. "Bagus juga buat gossip di sekolah."

"Fadel." kata Livy dengan suara menggelegar. Dia berdiri mengegser kursinya menghampiri Fadel yang terkekeh puas berhasil memancing emosi Lili.

Pasien yang lain melihat ke arah Lili yang akan melabrak Fadel di seberang duduknya.

"Udahlah jangan ribut." Nasa menyuruh Fadel untuk diam. Karena mengganggu ketenangan pasien lain.

Fadel menunjuk Lili dengan dagunya, "Dia aja yang suruh diam. Gue mau buat gosip di grup sekolah dulu." Kemudian kembali terkekeh geli.

Lili mengepalkan kedua tangannya kesal cuma bisa memukul bayangan Fadel, "Awas aja lo."

Fadel memeletkan lidah mengeluarkan ponselnya.

"Benar-benar ya." Lili mencondongkan tubuhnya mencoba merebut ponsel dari tangan Fadel. "Sini."

Fadel justru semakin menjadi-jadi. dia menggoyangkan kepalanya sambil mengejek Lili yang semakin frustasi dengan tingkah kekanakannnya.

Lili meraih ponsel Fadel hinggal terkena tubuh Vincent yang sedang terbaring.

Auwhh.. Vincent bersuara. Lili segera mundur dan kembali duduk.

Sebelah tangan Vincent memegang lengan Lili yang bersandar di atas kasur. Vincent mengelusnya dengan semringah. Entah mimpi apa yang sedang dialami Vincent saat ini. Mulutnya komat-kamit berkata sesuatu. Namun tidak terlalu jelas. Mungkin cuma sekedar dumelan yang dikatakannya.

"Nih anak sakit begini. Masih sempat-sempatnya megangin tangan cewek. Beneran sakit gak nih orang." Fadel ikut ngedumel. 'Lo juga ngambil kesempatan aja. Kalau Vincent sadar mungkin dia langsung cuci tangan."

"Emang gue najis apa. Sembarang ngomong aja lo." kata Lili tidak terima.

"Lagian bisakan narik tangan lo dari Vincent. Kenapa malah dibiarin dipegang-pegang kayak gitu." Fadel terus menyerocos. Matanya mengerling sekilas ke Nasa.

"Ngapain mata kalian tatap tatapan gitu. Curiga gue." Lili menyipitkan matanya merasa ada sesuatu yang disembunyikan mereka berdua.

Nasa menyergah, "Gue gak ada urusan sama Fadel. Sumpah!" Dua jarinya terangkat.

"Kalau ada apa-apa lo mau apa?" tantang Fadel menyikut Nasa yang cuma bisa diam.

Nasa membalas dengan melotot, "Jangan ganggu gue." katanya lirih.

"Tuh mata kalian kenapa? Kalian pasti punya rahasiakan. Kasi tau gue." pinta Lili.

"Bisa diam, gak. Gak liat disini banyak yang sakit." tegur Ibu-ibu yang lagi ngipasin anaknya dengan kain.

"Marahin aja buk. Dia anaknya memang gitu." sahut Fadel mendukung ibu itu.

"Elu yang paling ribut. Diam gak lu." sembur ibu itu lebih garang.

Lili mengeluarkan ujung lidahnya mengejek Fadel, "Mampus!" Lalu terkekeh tanpa suara.

"Gue bilang juga apa." sambung Nasa.

"Emang lo ngomong apa?" celetuk Fadel.

"Gak tau." Nasa mengedikkan bahu.

Ditengah tenangnya ruangan rumah sakit. Lili, Nasa dan Fadel masih betah melototin Vincent yang masih belum sadar. Mata mereka sudah mengering tanpa berkedip. Perlahan mata Vincent terbuka samar. Menatap langit atap cukup lama sampai akhirnya Vincent dikejutkan oleh Fadel yang menatapnya sangat dekat.

"Astaga. Muka lo." Vincent terlonjak. Matanya beralih ke kanan ke arah Lili yang mengatup wajahnya dengan kedua tangan.

"Lo udah sadar?" Tangan Lili mendarat ke kening Vincent yang berkeringat. "Udah sembuh."

Vincent menurunkan tangan Lili dari wajahnya. Nasa menatap beda ke arah Lili seperti menunjukkan kekesalan.

"Tuh, kan. Vincent gak mau dipegang sama lo." celetuk Fadel. Giliran dia yang mendaratkan tangannya ke jidat Vincent. Tapi langsung mendapat penolakan kasar.

"Apa-apaan lo." Vincent menyerngit melihat dirinya berada ditempat yang berbeda, sedangkan tangannya tertancap jarum infuse. Tanpa bertanya Vincent mengedarkan pandangannya di seluruh ruangan ini. "Gue dirawat?"

"Gak. Kita lagi wisata. Gak Nampak pemandangannya indah banget." sembur Fadel. "Lo gak tau tadi pinggang gue hampir patah gara-gara gendong lo. Terima kasih kek. Atau traktir gue makan. Malah marah sama gue."

Vincent tidak percaya balik memandangi Lili bertanya lewat tatapannya dan mendapat anggukan kuat dari Lili.

"Dan lo tau. Tadi lo juga ngelus-ngelus tangannya Lili. Dasar mesum! Lagi sakit bisa juga lo nafsu kayak gitu." Fadel masih betah mengoceh menceritakan Vincent ketika tidak sadarkan diri. "Dan pinggang Lili juga kayaknya encok gara-gara mau gendong lo ke mobil."

Vincent semakin tidak percaya. Biasanya yang keluar dari mulut Fadel cuma sampah yang harus dibuang jauh-jauh. Tapi melihat ekspresi Lili, Vincent percaya dengan kalimat beruntun yang keluar dari mulut Fadel.

"Masih gak percaya?" kata itu keluar lagi dari mulut Fadel.

Vincent mengendus tidak percaya dengan apa yang dilakukannya pada Lili. Masak iya cowok secuek dia bisa-bisanya punya hasrat untuk Lili. Tidak mungkin. Vincent mencoba menyangkal sesuatu yang sudah terjadi. Mimpi yang barusan dialaminya kejadian didunia nyata.

"Gue minta maaf." kata Vincent kemudian kembali berbaring menenggelamkan dirinya ke dalam selimut.

"Lo sakit lagi?" kata Nasa menarik selimutnya.

"Gue mau istirahat." seru Vincent.

"Istirahat kepala lo peyang. Bangun!" Vincent menarik habis selimut yang menutupi tubuhnya kemudian berseru memanggil dokter karena infuse Vincent sudah mau habis, "Dok.. Teman saya udah sadar."

Selang beberapa menit seorang dokter pria datang memeriksanya. Katanya Vincent sudah bisa pulang. Setelah itu Vincent menerima tagihan dari rumah sakit yang cukup menguras isi dompet.

Vincent kembali mendengus melihat rekeningnya terkuras. Belum lagi harus mentraktir Fadel yang doyan makan. Apapun yang dilakukannya, Fadel selalu meminta imbalan makan. Tidak ada hal lain yang diingatnya selain makan.

"Kita mau makan kemana?" seru Fadel tidak sabar lalu memegang perutnya yang menyembul dari celananya.

"Diet lo woi." kata Nasa menepuk pundaknya berulang kali.

Lili masih memandangi Vincent yangtidak mengeluarkan suara semenjak pembayaran dikasir tadi.

Teka Teki SepatuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang