Sementara itu Vincent kembali ke tempat aksi demo terjadi. Dia bersama anak sekolah lainnya yang masih memakai seragam bersembunyi di balik tembok rumah warga dari kejaran polisi. Vincent yang memakai bandana hitam mengintip perlahan dengan berjongkok, sedikit melongokkan kepalanya dari balik pagar tanaman. Memastikan polisi sudah pergi, Vincent mengacungkan jempol memberi tanda aman kepada yang lainnya.
Dengan perasaan lega Vincent duduk dengan menghela napas panjang dengan bersandarkan tembok yang tampak berlumut. Dia sudah tidak peduli lagi dengan pakaian kotornya. Yang jelas saat ini kondisi sudah aman dan kondusif.
Vincent meraba lengannya yang mengalir darah. Luka yang tadinya sudah diobati kembali iritasi. Ia melepaskan bandanya lalu mengikatkan ke lengannya yang mengalir hingga ujung jari. Lukanya cukup parah. Bandana ini cukup untuk menghentikan darah yang mengalir sampai ia kembali ke rumah.
Di rasa kondisi sudah aman. Vincent berdiri, keluar dari persembunyian. Dengan kaki pincang, Vincent berusaha untuk melangkah, mengambil motornya dan segera pulang. Namun perkiraannya salah beberapa polisi sudah berdiri dihadapannya. Sementara teman lainnya berlari cepat ketika mengetahui keberadaan polisi. Vincent yang tidak bisa berkutik diamankan pihak kepolisian malam itu juga.
Dengan pikiran yang tidak keruan Vincent hanya bisa tertunduk pasrah saat dibawa oleh pihak polisi yang memakai seragam lengkap. Vincent dibawa ke suatu tempat di mana sudah ada beberapa mahasiswa dan pelajar yang berkumpul. Mereka berbaris terpisah antara mahasiswa dan pelajar. Tidak ada wajah penyesalan yang tertaut. Semuanya tampak santai sambil mengobrol. Vincent ikut bergabung dengan yang lainnya. Di sambut hangat dengan tepukan pundak dari beberapa orang.
Vincent membalasnya dengan senyuman kecut. Takut dengan hukuman yang akan diterimanya nanti. Vincent sudah membayangkan akibat yang akan diterimanya ketika sesampainya di rumah. Sudah pasti akan mendapatkan amukan yang luar biasa dari Papanya. Amarah dan pukulan yang akan mendarat di tubuhnya. Ah. Membayangkannya saja sudah merasakan sakitnya.
Vincent terduduk lemas di tonggak bangunan ini. Tempatnya redup dan hanya ada polisi dan peserta aksi demo. Polisi yang mengawasi hanya berdiri memperhatikan mereka. Entah apa yang sedang dipikirkan polisi tersebut. Mungkin batinnya berkata-kata melihat tingkah pelajar dan mahasiswa yang saat ini bakalan kena ganjarannya. Dan para aksi demonstran tidak pernah berpikir akibatnya jika sudah seperti ini. Tidak hanya kena sanksi di sekolah atau pun kampus.
Vincent menerima telpon dari Lili. Tetapi hanya panggilan singkat selama beberapa detik. Waktu menunjukkan pukul sembilan malam. Ini merupakan rutinitasnya menelpon cewek itu menanyakan kabarnya dengan obrolan basa-basi. Suara Lili menjadi pengantar tidurnya setiap malam. Tidak ada hubungan spesial diantara mereka. Hanya teman dekat yang saling perhatian. Vincent selalu menjaga cewek itu. Bahkan di sekolah saja mereka lebih sering menghabiskan waktu berdua. Mungkin orang bertanya-tanya perihal hubungan mereka. Vincent cukup nyaman dengan pertemanan ini. Saling memberi kabar dan perhatian satu sama lain.
Malam ini Vincent hanya bisa tertunduk lemas, mengkhawatirkan Lili yang terlihat cemas saat terjadi kerusuhan tadi. Padahal sangat jelas tangan yang digenggamnya saat aksi dorong mulai terjadi. Bahkan Vincent memeluk erat cewek yang dikiranya Lili tadi dari lemparan batu. Setelah sadar bukan Lili yang dijaganya. Vincent mulai panik. Mencari keberadaan Lili di tengah keramaian, sambil menggenggam erat cewek yang sudah dijaganya sejak tadi dan membawanya ke tempat yang lebih aman.
Cewek itu terlihat ketakutan. Wajahnya pucat dan gemetar. Vincent tidak tega meninggalkan cewek itu sendirian. Mungkin dia terpisah dari teman gerombolannya. Buru-buru Vincent mencari minuman botol buat cewek itu. Lalu bergegas mencari Lili.
Vincent kembali masuk ke dalam kerumunan mahasiswa yang tampak berteriak, menyerukan aksi untuk tetap bertahan dengan membuat benteng saling berpegangan tangan. Ditambah dorongan dari belakang supaya pagar besi kokoh itu bisa roboh. Namun kekuatan para demonstran tidak begitu ampuh buat merobohkan gerbang tinggi itu. Ada juga polisi yang juga melakukan hal yang sama. Saling mendorong untuk mempertahankan pagar yang sudah mulai bergoyang.
Akibat masa saling dorong dan kondisi yang mulai tidak terkendali. Tembakan gas air mata melayang diudara membuat pandangan sekitar menjadi kabur. Orang-orang berhamburan lari berpencar. Vincent semakin mencemaskan Lili yang tidak tahu dimana keberadaannya. Tampak para demonstran mulai berjatuhan dan terinjak. Vincent membantu beberapa orang untuk bangkit. Beberapa cewek juga ada yang pingsan akibat gas air mata yang ditembakkan ke arah demonstran.
Di sana Vincent semakin panik. Ia berusaha mencari Lili. Takut terjadi sesuatu terhadapnya. Lagian ini akan menjadi tanggung jawabnya jika sesuatu terjadi padanya. Dan juga Lili memakai rok panjang saat itu. Langkahnya bakalan sedikit terhalang.
Vincent menunduk ketika water canon menyembur ke arahnya. Dan berlari mencari tempat yang aman. Langkahnya berhenti di sebuah banguna kosong, di sana juga banyak orang yang bersembunyi sambil membasuh wajah dengan air kemasan yang sudah dibagi-bagikan. Dari beberapa orang yang bersembunyi terlihat Lili sedang duduk sambil mengusap wajahnya yang basah. Vincent berlari dan memeluk Lili dengan erat. Namun langsung mendapat penolakan darinya.
Vincent lega Lili bisa selamat dari kerusuhan tadi. Vincent melihat beberapa luka di lengannya. Lili tampak lusuh dan tampak sedang menahan tangis. Vincent terus memandangi cewek yang ada dihadapannya. masih tidak percaya bisa bertemu di sana. Setelah keadaan mulai tenang. Mereka berjalan sambil memapah dan mengelus pundak Lili sebagai tanda syukur.
Setengah jam berlalu Lili kembali menghubunginya. Kali ini cukup lama. Vincent cuma bisa menatap layar ponselnya yang berdering. Sampai panggilan itu berakhir dengan sendirinya. Malam itu Vincent dan yang lainnya di bawa ke kantor polisi untuk di data. Setelah itu dilepaskan setelah membuat perjanjian bersama wali yang menjamin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teka Teki Sepatu
Teen FictionSaat mengetahui pemilik sepatu itu adalah orang terdekatnya. Lili semakin yakin bahwa itu adalah takdir yang diimpikannya. Berkat sepatu itu perasaan Lili akan terjawab melalui cerita ini.