Hari ini Vincent tidak masuk sekolah. Rasanya kelas terasa sepi tanpa kehadirannya. Bangku kosong itu diterangi cahaya matahari yang masuk dari jendela yang terbuka.Gorden melayang indah menampakkan pohon yang ada di belakang kelas.
Pandangan Lili beralih ke Fadel yang terlihat lesu. Saat itu pandangan mereka bertemu sejenak lalu Fadel menunduk sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangan. Bahkan Fadel yang ceria saja bisa murung juga. Semua mata fokus mendengarkan materi yang sudah dijelaskan minggu lalu. Karena tak ada yang mengingat pelajaran kemarin, hari ini materinya diulangi lagi sampai semuanya paham. Percuma, semakin sering dijelaskan maka semakin banyak yang menguap dan tidak fokus mendengarkan. Materi yang dilakukan secar berulang akan membuat murid semakin malas menyimaknya.
Sejak kemarin malam nomor Vincent sudah tidak aktif lagi. Lili penasaran dengan suara gaduh kemarin. Apakah sesuatu buruk terjadi padanya. Vincent selalu saja membuatnya seperti ini. Lebih sering membuatnya cemas. Pagi tadi Lili juga mencoba menghubunginya, namun masih sama.
Saat jam istirahat Lili memilih duduk di kelas memandangi layar ponsel yang gelap. Berharap Vincent akan menghubunginya. Elsa muncul dengan cemilannya melangkah ke arah Lili.
"Lo lagi mikirin Vincent, kan?" godanya kemudian mencondongkan tubuhnya dengan berbisik, "Kayaknya Vincent juga suka sama lo."
"Masak sih?" Lili menanggapinya serius.
"Ngarep, kan, lo." Elsa terkekeh kemudian tersedak makanan. "Uhukk..uhukk.."
Lili menyodorkan minuman ke Elsa, "Kena karma, kan, lo."
Elsa mengurut dada dan menetralkan ternggorokannya dengan berdehem berulang kali. Wajahnya memerah menyingkirkan cemilannya, "Buat lo aja."
"Buang aja. Malas gue makan bekas lo."
Fadel yang sejak tadi menundukkan kepala di mejanya menyahut, "Buat gue aja." Kemudian mendekat mengambil cemilan milik Elsa, "Lagian lo tega banget diemin gue seharian. Gue itu butuh hiburan."
"Dalam rangka apa Lili harus menghibur lo. Emang lo ulang tahun." celetuk Elsa.
Fadel membalas dengan semburan yang keluar dari mulutnya, "Kalau orang minta dihibur berarti itu lagi sedih. Gue timpuk juga lo."
"Lo lagi sedih. Muka kayak gini sedih. Gak percaya gue." kata Elsa sewot.
"Nih ambil cemilan lo. Pergi dari sini!" Fadel semakin garang. Padahal dia orang terakhir yang datang justru berani mengusir Elsa yang sudah duduk duluan.
"Elo aja yang pergi sana." celetuk Elsa meninggalkan Lili dan Fadel di kelas.
Lili melirik sinis ke Fadel yang kembali mengunyah sisa cemilan tadi, "Masih mau lo makan?"
"Mubazir kalau dibuang." Fadel menuangkan bungkusannya langsung ke dalam mulut. Kemudian mencomot minuman sisa Elsa.
"Gue tau lo doyan makan. Semakin gue liat kelakuan lo jadi minus gini."
Fadel meneguk minumannya kemudian berkata, "Mulai sekarang gue gak mau boros. Soalnya bokap gue udah di PHK. Jadi harus berhemat. Kalau bisa makan bekas orang gak apa-apa juga."
"Separah itu kehidupan lo."
Fadel mengangguk kuat kemudian bersendawa keras hingga menggema di kelas.
Lili menutup hidung. Hawa mulut Fadel sampai ke pernapasannya yang terdalam, "Lo habis makan sampah."
"Gue cuma makan sisa makanan di rumah yang udah mau dibuang. Kata nyokap itu basi. Gue makan aja. Lumayanlah menghemat pengeluaran."
KAMU SEDANG MEMBACA
Teka Teki Sepatu
Teen FictionSaat mengetahui pemilik sepatu itu adalah orang terdekatnya. Lili semakin yakin bahwa itu adalah takdir yang diimpikannya. Berkat sepatu itu perasaan Lili akan terjawab melalui cerita ini.