Terjadi Lagi

19 3 0
                                    

Mereka bertiga menatap jalanan dengan pandangan kosong. Karena disekitaran sini jarang sekali angkutan umum yang lewat. Harus berjalan beberapa meter untuk sampai di terminal busway atau beruntung bisa bertemu dengan angkot. Dengan malas Lili melangkah dengan raut wajah yang ditekuk. Tangan Vincent merangkul bahu Lili untuk menenangkan dirinya.

Terlihat beberapa anak sekolahan dengan kendaraannya berbondong-bondong lewat. Karena saat ini adalah waktunya murid sekolah pulang. Lili trauma melihat banyaknya murid sekolahan seperti ini. Dia juga pernah mengalaminya dulu saat kejadian tawuran. Dan hari ini jangan sampai terulang kembali.

Salah satu pengendara yang yang berseragam sekolah menyapa Nasa. Langkah mereka berhenti secara bersamaan ketika kendaraan itu berhenti dihadapannya. Nasa mengerutkan kening. Si cowok turun dari motor kemudian dengan terkekeh memeluk Nasa dan menepuknya dengan kuat. Nasa berusaha menghindari pelukan itu dan mendorongnya dengan kuat. Kemudian merapikan pakaiannya seperti membersihkan sisa pelukan darinya.

"Sekolah dimana lo?" kata cowok itu. Lili menilik penampilan kedua cowok itu yang berpakaian kusut. Motornya juga dirakit dengan suara keras. Memakai dasi sekolah yang dilonggarkan lalu di kesampingkan.

"Gue masih di Jakarta. Lo gak perlu tahu gue sekolah dimana." Nasa melanjutkan langkahnya kemudian salah satu cowok itu menrengkuh bahu Nasa dengan kuat dan melayangkan tinju ke wajah Nasa namun Vincent menahan pukulan itu dan memutar tangannya sampai dia terjatuh.

Si cowok berteriak ke arah gerombolan teman-temannya, "Woi. Ini dia yang membocorkan tawuran kita di sekolah."

Teman-temannya spontan memutar kendaraannya mengarah ke Nasa. Tanpa aba-aba Vincent menarik tangan Lili dan berlari sekencang mungkin. Nasa memimpin jalan menunjukkan arah ke sebuah gang kecil yang diapit antar ruko. Kendaraan lain ikut menyusul dengan menggeberkan motornya. Kemudian Nasa memilih melompat ke sebuah pagar kecil dengan besi runcing di atasnya. Lili sempat berpikir sebelum melompat namun Vincent meyakinkan untuk bertindak. Akhirnya Lili mengikuti arahan Vincent dengan takut dan melompat ke balik pagar sampai terjatuh. Salah satu dari mereka turun dari motor untuk ikut melompat, tetapi Nasa menghalau mereka dengan melemparkan batu berukuran cukup besar ke arah gerombolan.

Akhirnya mereka cuma bisa teriak dari balik pagar dengan menggoyangkan pagar berlilitkan kawat berkarat.

"Sana lo." teriak Nasa menunjukkan jari tengah

"Awas lo ya." balas temannya dari balik pagar.

Di kaki Lili ada goresan luka yang mengalir darah. Nasa baru menyadari ketika ia hendak mengikat tali sepatunya yang lepas. Dari lutut hingga betis terdapat luka kecil, mungkin saat memanjat tadi luka ini muncul. Nasa panik tak bisa berbuat apa-apa. Lagian jalan raya masih sedikit jauh dari sini. Lili tidak merasakan apa pun jika Nasa tak menyadari ada luka di kakinya.

Vincent segera membuka ranselnya dan mengeluarkan obat luka yang pernah dibeli sebelumnya untuk menjaga-jaga jika ia kembali terluka. Karena Vincent sering mengalami hal yang tak teduga dan sebelumnya juga mengalami luka parah maka sebagai antisipasi Vincent membawanya ke dalam ransel.

"Luka lagi." Lili membungkuk memperhatikan lukanya dan darah sudah mengalir hingga ke bawah kaki.

"Maaf Li. Gue gak tahu kalau kejadiannya sampai kayak gini." Nasa ikut menunduk memperhatikan luka Lili.

"Udah gak usah panik. Lebih dari ini gue pernah alami." sahutnya tenang. Meski begitu kakinya juga terasa sakit. Hal itu dikatakannya guna menenangkan Nasa supaya tidak merasa bersalah. Ini hanyalah luka kecil yang bisa disembuhkan.

"Lo jangan bergerak." Vincent berjongkok membersihkan luka dengan sisa air mineral di botol. Kemudian melumurkan obat luka dan membalutnya dengan kain kasa.

"Liat tuh. Lukanya cuma kecil. Darahnya aja yang lebay keluar sampai banyak gitu." canda Lili.

Kekhawatiran Nasa memudar. Diwajahnya mengembang senyum kecil masih dengan rasa bersalah.

"Jalannya masih jauh?" tanya Vincent.

Nasa memperhatikan banyak ruko yang terbengkalai dengan tumbuhan menjalar yang menyelimuti sebagian bangunan. Juga banyak rumput liar yang tumbuh disekitar halaman ruko. Pandangannya sedikit terhalang melihat jalanan dari rumput yang tumbuh menjulang. Mereka melangkah menembus rerumputan, dari sela tumbuhan terlihat jalan yang disana terlihat kendaraan berlalu lalang. Lili melangkah senang akhirnya bisa keluar dari penderitaan ini.

"Ngomong-ngomong mobil lo mana?" kata Lili melihat situasi sekarang rasanya ingin ngadem di dalam AC.

"Gue tinggalin di sekolah. Rencananya mau nebengin kalian. Keburu kalian berhentiin angkot. Jadinya gue ikut tanpa bawa apapun." ujar Nasa "Hari ini gue apes banget ketemu sama teman lama. Bisa-bisanya main keroyokan padahal bukan salah gue mereka jadi diskorsing."

"Skorsing? Maksudnya?" tanya Lili

"Lo ingat pertama kali kita ketemu di warung yang ada tawuran. Itu adalah dari sekolah gue. Dan gak tahu siapa yang cepu. Mereka nuduh gue yang udah ngelaporin ke pihak sekolah. Akhirnya mereka di skorsing gara-gara ikut tawuran. Dan berita ini sampai ke orang tua gue jadinya pindah sekolah, deh." Nasa mendesah sesaat raut wajahnya semringah menoleh ke arah Lili.

"Kenapa lo pindah ke sekolah Juang. Padahal masih banyak sekolah swasta lainnya yang lebih bagus?" Lili semakin antusias bertanya

"Karena ada elo." tandasnya menyengir

Vincent cuma melirik sekilas kemudian mereka berhenti di pinggir jalan. Di seberangnya ada halte busway.

"Lo tahu busway mana yang harus kita naiki?" Lili terlihat gusar

Tangannya dirangkul Vincent sebelum menyebrang. Dengan perlahan melangkah Lili dipapah oleh kedua cowok itu. Dengan terkaan Vincent menaiki busway yang penuh dengan penumpang. Semua tempat sudah penuh diduduki. Tinggal tempat yang bergelantungan untuk mereka sampai ketempat tujuan.

"Sebenarnya kita mau kemana, sih?" tanya Nasa mulai panik

Lili mengedikkan bahu sembari melirik Vincent yang menatap keluar jendela. Sebelah tangannya bergelantungan sedangkan sebelahnya lagi merangkul Lili supaya yang tidak biasa menggunakan busway.

Perjalanan terasa panjang tanpa arah tujuan. Tubuh Lili bergoyang karena sebagian jalan yang tidak rata. Kepalanya sedikit pusing dan mulai kehilangan keseimbangan. Kakinya sudah tidak sanggup menopang luka yang mulai terasa perih.

"Lo gak apa-apa?" kata Vincent melihat kondisi Lili yang agak pucat.

"Kaki gue sakit. Lo yakin kita gak salah naik bus." Mulai ada keraguan dari Lili ketika perjalanan terasa panjang.

"Kayaknya kita salah jalan. Kita berhenti aja di halte sana." Vincent menunjuk halte di depan dan keluar dari bus.

"Jadi ini yang lo bilang mau bawa gue keliling kota." Lili duduk bersandar melihat Vincent yang irit bicara. Wajah cowok itu tampak kebingunan namun ia tidak mau mengakuinya justru memakai jalan pikiran sendiri.

"Mending kita balik aja." kata Nasa mengeluarkan dompetnya dari dalam saku. "Kita naik taksi ke rumah lo."

"Naik taksi. Bukannya mahal." Lili kembali tertunduk lemas.

"Tenang aja biar gue yang bayarin." Nasa memesan lewat aplikasi dan sore itu mereka duduk bertiga sembari menunggu taksi online datang

Teka Teki SepatuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang