Suasana malam terasa senyap diantara suara hati yang sedang bergemuruh. Lili duduk termenung di beranda rumah menatap tetesan air yang berjatuhan dari jemuran. Sepatu yang membawanya pada Vincent hari ini sekaligus melepas kepergian cowok itu. Apa Lili salah marah kepadanya. Siapa saja yang mengalaminya pasti akan melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Lili. "Benar, kan, yang gue lakukan sekarang." tanya Lili pada dirinya.
Sebenarnya percuma saja pertanyaan itu diajukan, pun tidak akan mendapatkan jawaban yang tepat. Semua hal yang berhubungan dengan Vincent hari ini harus dibersihkan termasuk sepatu dan baju yang baru saja dijemur. Tetesan air yang berjatuhan seperti sedang mewakili perasaan Lili saat ini, menangis di dalam hati . Kini matanya sembab menandakan bahwa Lili benar-benar merasa kehilangan.
Ya. Meskipun untuk sementara waktu, tanpa tahu kapan akan bertemu kembali. Tidak ada batasan waktu. Lili masih berusaha menahan air matanya ditengah sunyinya malam ini. Kebetulan hari ini kedua orang tua Lili menginap di hotel untuk menghadiri acara kantor yang diadakan selama dua hari di sana.
Sebuah mobil yang tidak asing menepi di luar perkarangan rumah. Dengan sekali klakson Lili melangkah membukakan pagar dan membiarkan mobil itu masuk.
Nasa keluar dari mobil dan berkata, "Lo gak pergi ke bandara? Gak nganterin Vincent?"
"Bandara? Jadi hari ini benar-benar hari terakhir gue ketemu Vincent?"
"Vincent gak ngomong sama lo kalau hari ini dia keluar kota? Bukannya tadi kalian ketemuan?"
Lili mendelik, "Lo tahu kalau Vincent bakalan pindah sekolah? Atau cuma gue sendiri yang gak tahu."
"Gue baru dikasih tahu kemarin. Lo tahu, kan masalah Vincent kemarin. Gara-gara bokapnya, dia harus jadi korban. Vincent gaka ada ngomong?" Nasa melembutkan suaranya.
Lili kembali menangis, harusnya tadi Lili mendengarkan penjelasan Vincent terlebih dahulu, Bukannya marah tanpa alasan. "Jam berapa Vincent berangkat?" Lili bersiap menyusul Vincent untuk terakhir kali. Meskipun banyak yang harus disampaikan. Lili hanya ingin mengatakan 'maaf'
"Jam delapan. Sekarang udah jam delapan. Lo telat."
Tangis Lili pecah berbalut dengan penyesalan yang tidada arti. Harusnya Lili tidak gampang emosi dan membiarkan Vincent mengutarakan perasaannya, mendengarkan curhatannya atau menemaninya lebih lama lagi. Namun karena rasa ego Lili harus kehilangan Vincent untuk sementara. Entah sampai kapan waktu sementara itu. Yang jelas Lili menantikan pertemuan itu lagi.
Nasa merangkul Lili menuntunnya melangkah masuk ke rumah. Membiarkan gadis itu melepaskan kesedihannya. Nasa tidak bisa berbuat apa-apa, cuma bisa mendengarkan keluh kesahnya gadis yang ada di sampingnya.
"Nangis aja sepuasnya sampai hati lo benar-benar lepas." Sambil menepuk pundak Lili yang naik turun.
Lili menarik napas dalam berusahan mengehentikan tangisannya, lalu menghembuskannya pelan.
"Gak usah ditahan-tahan. Nangis aja kali. Gak usah malu." kata Nasa sambil terkekeh.
"Bisa-bisanya lo ketawa." kekehnya di sisa tangisan.
"Nah gitu dong. Mending lo ketawa daripada tangisin cowok yang udah pergi. Lo lupa kalau gue yang udah nembak lo duluan."
Lili menoleh, "Senang lo kalau Vincent pergi?"
"Gak gitu Lili. Emangnya mau sampai kapan lo nangis gini. Toh, Vincent gak bakalan balik. Ingat ini bukan film. Vincent gak akan batalin tiket pesawatnya demi lo. Atau lo yang ngejar dia ke bandara buat ngucapin perpisahan."
Lili kembali terkekeh, "Bisa aja lo."
"Udah dong nangisnya. Gue mau nunjukin lo sesuatu." Nasa mengirimkan sebuah foto ke Lili
Lili menyerngit melihat notifikasi dari Nasa, "Apaan nih?"
"Buka dong. Perhatikan baik-baik."
Lili melihat foto sewaktu demo. Disana ada banyak orang yang bertaburan di jalanan. Salah satu yang membuat Lili tertarik saat Nasa turun dari bus. Disaat yang bersamaan di dalam foto itu ada Vincent dan juga Lili yang sedang berdiri diantara keramaian.
"Gak nyangka kita udah ketemuan disana." Mata Lili berbinar mengingat kejadian itu. Tak terasa moment itu sudah menjadi kenangan indah.
"Lo masih belum sadar juga." seru Nasa
Lili menilik kembali foto itu memperbsar gambar dilayar ponsel melihat jelas dirinya. Kemudian beralih ke Nasa dan pandangannya teralihkan ke sebuah sepatu bewarna merah, "Jadi itu sepatu lo.."
Nasa mengangguk dengan seutas senyum lebar, "Itu gue. Dan sejak itu gue berusaha untuk bisa bertemu dengan cewek yang udah tersesat diantara keramaian."
Pandangan mereka bertemu cukup lama. Lili masih tidak menyangka kalau Nasa orang yang telah menyelamatinya.
"Ini memang kebetulan atau sebuah takdir?" sambil menggeleng pelan masih belum percaya dengan situasi yang terjadi.
"Gue percaya ini takdir. Padahal gue udah ngasi lo petunjuk. Tapi gak pernah sadar. Gimana lo masih gak percaya atau lo butuh petunjuk yang lain. Sayangnya gue gak punya bukti lain buat meyakini lo. Tapi gue ingat mendetail kejadian waktu itu." Secara tidak langsung perkataan Nasa dapat meyakini Lili.
"Kenapa gak langsung ngomong kalau lo yang udah nolongin gue. Pasti lo ketawa puas ngeliat gue kebingungan sendiri."
"Kalau langsung gue bilang. Gak akan ada cerita diantara kita." tandasnya. Nasa kembali tersenyum. "Jadi lo masih gak percaya."
Dengan mata berbinar Lili berkata, "Makasih karena udah nolongin gue. Dan selalu ada buat gue. Bahkan sampai sekarang lo masih mau dengarin curhatan gue."
"Gue suka sama lo. Dan gue mau jawaban. Gak peduli gimana sukanya lo dengan Vincent. Gue tetap suka sama lo. Gimana?"
"Gue gak mau nerima lo karena pelarian aja. Gue masih suka dengan Vincent dan bahkan kita masih nyebut namanya. Gue sedang terluka dan gak mungkin membuat luka baru ke hai lo. Maaf gue belum bisa nerima lo."
"Kita jalani aja dulu. Gue yakin dengan seringnya kita bertemu dan menghabiskan waktu bersama. Lo bakalan move on dengan cepat. Gue maksa."
Lili seperti terkunci diantara situasi. Dan harus keluar dari zona yang tidak nyaman ini.
"Gue akan merasa bersalah kalau nerima lo."
"Jadi malam ini kita resmi jadian?" Reflek Nasa memeluk Lili dengan erat sembari mengelus rambut Lili dengan lembut.
Lili pasrah dan tidak membalas pelukan itu. Karena hari ini merupakan perpisahannya dengan Vincent. Cowok yang membuatnya jatuh hati dan terluka. Dan luka itu akan disembuhkan oleh Nasa. Apakah pilihan Lili benar?
Tamat
Follow Instagram : Sucimutiara96
Follow Tiktok : Sucimutiara96
Terima kasih atas dukungan yang sudah diberikan. Semoga kalian menikmati karya-karyaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teka Teki Sepatu
Teen FictionSaat mengetahui pemilik sepatu itu adalah orang terdekatnya. Lili semakin yakin bahwa itu adalah takdir yang diimpikannya. Berkat sepatu itu perasaan Lili akan terjawab melalui cerita ini.