Mendekati ujian semester dua, Vincent tak kunjung hadir di kelas. Padahal minggu ini merupakan hari yang penting buat belajar dan harusnya Vincent mengikuti mata pelajaran terakhir. Lili enggan untuk menghubungi Vincent karena sikap Vincent tempo lalu. Khawatir bercampur kesal, Lili harus bertahan dengan kerinduannya, tersiksa sendiri dengan cinta bertepuk sebelah tangan. Apakah Lili harus menerima cintanya Nasa agar rasa ini tenggelam dengan kehadiran cowok lain. Atau apakah salah jika Lili melakukannya. Apakah adil buat Nasa karena Lili merangkulnya hanya untuk mengalihkan perasaan ini. Nasa sudah banyak membantunya, tapi Vincentlah yang sudah mengisi harinya selama ini.
Lili menyalahkan dirinya karena harus terlibat ke dalam perasaan yang terlarang. Harusnya nikmati saja pertemanan ini, jangan membawa perasaan ke dalam pertemanan. Dan sekarang hasilnya Lili jadi membenci cowok itu karena tindakannya yang berlebihan. Mungkin Vincent juga mempunyai rahasia yang tidak harus dibicarakan dengan orang lain. Setiap orang mempunyai privasi yang hanya bisa diketahui oleh dirinya sendiir. Lili juga harus bisa memahami kondisi yang dialaminya.
Sifat Vincent yang mendadak berubah, mungkin saja karena masalah pribadi. Meskipun sudah lama berteman, Lili belum bisa mengenal Vincent seutuhnya. Bahkan semuanya merupakan misteri, semua tentangnya hanyalah cover yang tidak menggambarkan isi buku.
Jarum jam terus bergerak. Lili berusaha fokus mencatat materi untuk ujian. Jangan sampai pikirannya teralihkan hanya karena hati yang salah. Namun benaknya berkata lain, Lili tidak bisa menyangkal bahwa dia sungguh menyukai sahabatnya, Vincent.
"Ya tuhan." Sambil meremas dadanya berharap Vincent dapat menyelesaikan sekolahnya.
Andai saja waktu itu Lili tidak mendatanginya, pasti hal itu tidak akan terjadi, Vincent tidak akan membentaknya, dan saat ini Lili tidak merasa tersakiti.
Lili menutup wajahnya mengingat kelakukannya yang terlalu posesif kepada Vincent.
Selesai mencatat kisi-kisi ujian, Lili ke ke kantin bareng Elsa, dan Fadel ngikut dari belakang, raut wajahnya suram, mungkin Fadel juga rindu Vincent. Pertemanan kami sangat unik. Kita sering berkumpul sambil mencaci namun tidak pernah marah. Jalan bareng bahkan melakukan banyak hal yang aneh tanpa tahu kisah hidup masing-masing, kelihatan dekat tapi nyatanya kita sangat jauh.
"Lo mau makan apa?" kata Elsa melihat Lili yang cuma bengong sejak beberapa menit lalu duduk di kantin.
"Terserah lo aja." Jawab Lili lesu sambil menarik napas dalam memikirkan sesuatu
Seseorang menepuk pundak Lili dan duduk di sampingnya, "Semangat dong. Lo harus fokus belajar."
Lili mengangguk kuat namun masih dalam keadaan lemas, "Makasih."
Tangan Nasa kembali menepuk pundak Lili, "Nanti gue temanin lagi ke tempat Vincent."
Lili menggeleng, "Gak perlu. Gue mau langsung pulang aja. Bukannya lo bilang harus fokus belajar."
Fadel yang duduk di depan Lili berkata, "Kemarin kalian ke rumah Vincent?"
Lili kembali mengangguk, Nasa menjawab, "Sorry gue gak bisa ngajakin lo. Lo tau sendiri, kan, gue lagi pedekate sama Lili. Jadi pengin berduaan aja."
Elsa membawa makanannya ke meja ikut nimbrung, "Jadi beneran lo suka dengan Lili? Yah! Padahal gue suka sama lo."
"Tertarik aja kali." Tandas Nasa terkekeh.
Fadel memukul pelan lengan Elsa, "Lo gak pantas bilang suka dengan Nasa. Lo tuh masih kecil. Pantasnya main ke taman kanak-kanak sana."
"Gue udah gede. Sebentar lagi menjadi wanita dewasa seutuhnya." Tandas Elsa dengan sombong.
"Yaelah. Rambut lo aja masih kepang dua kayak gini. Lo tau terakhir gue liat penampilan cewek kayak gini tuh waktu TK. Dan sekarang gue nemu spesies kayak lo lagi." Cecar Fadel menyepelekan.
Lili menambahkan, "Lo belum liat, kan, gimana penampilan Elsa kalau rambutnya digerai. Kalian berdua bakalan gleper-gleper ngeliat Elsa. Dan lo Fadel bakalan menyesal udah menghina Elsa."
Elsa mengacungkan tangan, "Tos dulu dong." Sambil terkekeh merasa dibela oleh Lili."Ngomong-ngomong Vincent kenapa gak masuk sekolah?"
"Pakai nanya lagi lo. Coba aja kalau lo diposisi Vincent. Difitnah, terus harus bersihkan namanya lewat kasus bapak lo. Masih sanggup lo masuk kelas?" cerocos Fadel, "Kita gak usah bahas Vincent lagi. Kita datangi langsung rumahnya.
"Lo tau rumahnya." Kata Lili sambil memasukkan bakso ke dalam mulutnya.
"Ya taulah. Gue pernah sekali ke rumahnya."
"Berarti lo tau dong kalau kepala sekolah kita itu bokapnya Vincent?" tanya Lili penuh selidik.
"Ya gak taulah. Soalnya waktu itu orang tuanya lagi keluar kota. Dan gak ada foto keluarga terpajang di rumahnya. Dan itu cuma sebentar di rumah Vincent, cuma ngambilin tugas kelompok yang tinggal."
"Lo tau apa lagi tentang Vincent." Lili menghentikan makannya.
"Yah... ngarep kan, lo. Tanya aja langsung ke orangnya. Bukannya lo yang paling dekat dengan Vincent." Kata Fadel ikut mencomot bakso di mangkok Lili.
"Yah biasanya cowok lebih terbuka ke teman cowoknya." Diakhir kalimatnya terdengar lesu.
"Gue aja sebenarnya masih bingung sama dia. Kenapa coba harus bergaul dengan anak-anak yang gak jelas di luar sana. Ikut demo, berantem, dan yang buat gue semakin bingung. Kalau gue tanya jawabnya cuma lewat ekspresi datarnya. Gue aja gak nyangka kenapa dia bisa akrab sama lo." Tandas Fadel.
"Ya jelaslah. Bukannya Vincent suka dengan Lili? Kelihatan kali." Sambung Nasa membenarkan.
Lili terdiam. Apakah benar Vincent meyukainya. Atau itu hanya opini orang-orang yang melihat kedekatan mereka. Bahkan bukan cuma Vincent yang mempunyai pendapat seperti itu. Beberapa orang juga pernah mengatakan hal yang sama. Lili sedikit menyunggikan senyum meski pendapat orang belum tentu benar.
"Pulang sekolah kita ke rumah Vincent." Fadel kembali mencomot bakso di mangkok Lili tanpa tersisa.
"Lo..." Lili berusaha sabar mengingat nanti Fadel akan menunjukkan alamat rumah Vincent. Kemudian pandangan Lili beralih ke Nasa. "Lo gak makan?"
"Gue udah kenyang cuma dengan ngeliat lo." Sebelah tangannya memangku kepala yang menghadap ke Lili.
"Cielah. Mulai ugal-ugalan dekatin Lili." Goda Fadel.
"Jadi gue udah gak punya harapan, nih?" Elsa mewek.
"Udah lo makan aja. Gak usah ikut nimbrung." Sahut Fadel.
Berbarengan bel berbunyi Nasa mengulurkan tangannya menyambut tangan Lili. Dan hanya mendapat senyuman singkat dari cewek itu karena Fadel yang menyambut tangannya, "Mending lo gandneg gue aja."
Nasa segera berlari kembali ke kelasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teka Teki Sepatu
Teen FictionSaat mengetahui pemilik sepatu itu adalah orang terdekatnya. Lili semakin yakin bahwa itu adalah takdir yang diimpikannya. Berkat sepatu itu perasaan Lili akan terjawab melalui cerita ini.