Jebakan

11 3 0
                                    

"Gue tunggu lo di kantin." kata Lili sebelum melangkah keluar bersama Elsa sembari mengelus perutnya yang lapar.

"Entar gue nyusul." Sahut Vincent memasukkan bukunya ke dalam Ransel.

Sesuai janji Vincent akan menemui Lona di gedung baru terbengkalai. Sejak pagi tadi cewek itu terus menerornya untuk menemuinya disana, dan menyelesaikan perasaannya yang tak terbalas ini.

Padahal Vincent tidak pernah memberikan perilaku special untuknya. Cewek satu-satunya yang mendapat perilaku special cuma Lili seorang. Cewek yang belakangan ini membuat pikirannya tidak tenang. Yang terus muncul dibenaknya. Apakah jatuh cinta dengan teman sendiri adalah sebuah kesalahan. Vincent terus menyalahkan dirinya yang tak bisa mengontrol hatinya.

Hari ini Vincent harus mempertegas hubungannya dengan Lona. Ada perasaan bersalah setiap kali Vincent berbohong kepada Lili demi menjaga perasaan temannya. Padahal tidak perlu melakukannya. Entahlah. Tapi bibir ini reflek mengucapkan kebohongan.

Sambil bersandar Lona menepuk tangannya yang kena gigitan nyamuk. Padahal banyak tempat untuk bisa bertemu namun tidak bisa untuk privasi. Ini adalah tempat teraman buat bicara berduaan dengan Vincent.

Vincent mengedarkan pandangannya mencari keberadaan Lona. Di tembok ujung gedung tampak Lona yang semringah saat melihat sosok Vincent sembari melambaikan tangan gemulai.

Vincent melangkah malas mendekati Lona, tetap dengan jarak yang ada. Sambil melirik jam ditangan Vincent berkata, "Gue cuma kasih lo waktu lima menit."

"Kenapa buru-buru?"

"Lili udah nungguin gue di kantin. Waktu lo terus berkurang. Gue gak punya banyak waktu buat lo." Tegas Vincent.

"Gue suka gaya lo yang sekarang."

"Empat menit lagi." Katanya melirik waktu yang terus berjalan.

"Jangan abaikan pesan gue lagi. Gue cuma mau temenan sama lo. Dan jangan menghindari gue di kelas. Lo cukup bersikap biasa aja, kayak lo memperlakukan Lili." Ujarnya memohon.

"Sorry gue gak bisa janji setelah melihat kelakuan lo kayak gini. Gue risih dengan lo terus-terusan mengirim pesan teror ke gue. Jangan ganggu gue. Dan lo bisa abaikan gue." Vincent berbalik berjalan beberapa langkah.

Lona yang tidak terima dengan perkataan Vincent berteriak, "Lo pikir setelah bokap lo melakukan korupsi di sekolah, orang-orang gak risih ngeliat muka lo."

Vincent menghentikan langkah, berdiri cukup lama mengepalkan tangan berusaha menahan diri, "Gak usah sok tau. Selagi gue masih bisa sabar mending jaga, tuh, mulut lo." Tanpa berbalik badan Vincent meneruskan langkahnya.

Mendadak Lona berteriak histeris, "Jangan sentuh gue!"

Vincent menghentikan langkah, kaget melihat Lona melepaskan kancing bajunya.

"Ngapain lo." Vincent memejamkan mata menarik diri.

Saat Vincent menuruni tangga beberapa siswa berlari mendekati arah suara itu. Dan dari sana Vincent terlihat pucat seperti sedang kepegok melakukan kesalahan.

Sambil menangis Lona berjalan layaknya seorang cewek depresi, sebelah lengan bajunya sedikit kedodoran.

"Lo apain Lona?" tanya salah seorang siswa yang melihat Vincent dan Lona turun secara bersamaan.

"Gue hampir...." Jawabnya sembari memasang kancing baju. Lona menutupi wajahnya kemudian terduduk lemas ditangga.

Salah seorang siswa menarik kerah baju Vincent dan mendorongnya hingga terjatuh, "Gue gak apa-apain dia." Arah mata Vincent menatap tajam Lona yang sedang berakting.

Sebuah pukulan mendarat di wajahnya, hal itu cukup membuat Lona kaget, ia terlonjak memohon agar tidak menghakimi Vincent "Udah. Jangan dipukuli." Sambil menangis tanpa air mata.

Vincent mendorong Lona, "Sana lo."

Para siswa yang melihat kejadian itu langsung menyeret Vincent ke ruang guru. Semua mata tertuju padanya dengan tatapan bertanya-tanya.

Di luar ruangan banyak murid yang berkumpul mendengar cerita dari saksi mata. Mereka masih tidak menyangka dengan Vincent yang berani melakukan pelecehan di sekolah.

Dari celah jendela yang tidak tertutup gorden, salah satu siswa mewakili untuk mendengar pembicaraan di dalam ruang BK. Dengan samar dan informasi yang kurang jelas berita tersebar dalam waktu beberapa menit.

Vincent masih berada di dalam ruang BK sementara Lona tertunduk lemas di dalam kelas, wajahnya sengaja di sembunyikan di dalam tangan yang terlipat di atas meja. Teman-teman sekelas berusaha menenangkannya sambil bertanya penjelasan lebih detail tentang kejadian tadi. Sebenarnya tidak ada yang benar-benar peduli dengan kejadian ini. Perhatian ini dilakukan hanya untuk mengorek informasi yang bisa dijadikan sebagai bahan gosip disekolahan.

Lili baru saja masuk menyaksikan Lona yang mengemis rasa iba.

"Kenapa tuh?" tanya Lili bertanya cuma untuk sekedar basa-basi.

"Teman lo tuh udah melecehkan Lona." Kata salah seorang cewek yang memakai tindik dilidah.

Lili memanggil Fadel yang baru saja masuk kelas dengan girang, "Fadel! sini lo."

Fadel menoleh, Berhenti melompat.

"Lo ngelecehkan Lona?" seru Lili.

"Gue gak doyan dengan Lona, gue cuma doyan makan." Tandasnya mengarah ke Lona yang tengah menangis.

"Bukan Fadel yang melecehkan tapi Vincent." Jawab si cewek bertindik.

"Gak mungkinlah. Jelas Vincent sukanya sama Lili. Ngapain melecehkan Lona. Kalau mau Vincent udah lama ngelakuin ke Lili. Ya, gak?"

Tanpa sadar Lili mengangguk.

Kecurigaan yang lainnya mulai ragu. Lona mengangkat kepalanya tidak setuju dengan pernyataan Fadel, "Gue benar-benar hampir dilecehkan sama teman lo."

"Hampir? Lo digrepe-grepe sama dia. Bagian mananya?" seru Fadel menantang, tidak percaya dengan pernyataan Lona.

"Tega banget, lo, ngomong gini ke gue. Lo bakalan ngerasain kalau salah satu keluarga lo ngalamin hal yang sama kayak gue." Teriak Lona kembali menunduk. Tangisannya semakin dibuat-buat.

"Teman gue gak selera sama lo." Tandas Fadel melangkah ketempatnya.

Tak berselang lama Vincent masuk ke kelas. Tatapan aneh mengarah kepadanya. Vincent kembali ketempatnya merapikan tas. Lili dan Fadel mendekat duduk dihadapan Vincent.

"Liat tu si cabe udah menfitnah lo. Katanya lo melecehkan dia." Interogasi Fadel.

"Gue disuruh pulang sama guru BP. Entar gue jelasin." Vincent melangkah diikuti oleh Lili. "Lo disini aja. Nanti kita ketemu."

"Jangan keluyuran. Entar gue khawatir." Katanya dengan nada sendu.

Vincent menarik senyum paksa, "Entar gue jemput lo sekolah." Sambil menepuk pundak Lili dan melangkah pergi.

"Janji bakalan jemput gue." Kata Lili namun langkah Vincent terlalu cepat untuk mendengarkan kalimatnya.

Elsa baru saja masuk ke kelas. Otomatis tatapan orang-orang beralih ke arahnya. Elsa jutrsu tidak peduli dengan keadaan Lona, melewatinya begitu saja dan menghampiri Lili.

Teka Teki SepatuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang