Kabarnya gedung lama di sekolah akan dihancurkan dan akan diganti gedung baru dengan nuasa modern. Sudah ada gambaran dari guru bangunan yang akan didirikan nanti. Logikanya tak mungkin gedung yang masih kokoh ini akan dihancurkan. Di halaman sekolah juga akan dibangun Aula yang lebih luas dan mempersempit lapangan yang ada.
Lili duduk bersandar di kelas mendengar suara dentuman keras dari luar. Suara mesin yang sedang mendirikan bangunan dua lantai. Sebagian dananya berasal dari walikota yang sudah menyumbangkannya sebelum ia menghadiri acara penyambutannya di sekolah Juang. Bentuk bangunan yang akan didirikan dapat dilihat dari mading sekolah. Cukup bagus. Dilantai dua akan menjadi kelas anak unggul yang bisa menguasai tiga bahasa asing. Sedangkan di lantai satu adalah tempat aula. Parkiran yang terpakai untuk bangunan itu sebagian dipindahkan ke halaman depan untuk sementara.
Vincent tak lagi diam sendirian di kelas. Bahkan dia bisa berbaur dengan cowok lainnya di kelas. Di sisi lain ada Fadel yang terlihat murung. Kepalanya bersandar di atas meja dengan helaan napas yang terdengar. Mungkin benar Ayahnya menjadi salah satu karyawan korban PHK. Aku tahu apa yang dirasakannya saat ini. Fadel adalah anak pertama yang harus menjadi tonggak untuk keluarganya. Siapa lagi yang akan membantu pendidikan adiknya kalau bukan dia. Sedangkan ibunya adalah ibu rumah tangga.
Elsa masih berkutat dengan ponselnya sedangkan Lona masih betah memandangi Vincent dengan penampilan baru. Lili berpikir apakah yanag dilakukannya sekarang benar? Karena dengan penampilannya yang sekarang pandangan cewek di sekolahan mulai beralih ke Vincent. Followernya meningkat tajam. Sudah ada ratusan orang yang menunggu konfirmasi.
Lili menghampiri Fadel guna menanyakan perihal kebenaran tentang PHK. Namun Fadel masih betah melamun dengan pandangan kosong.
"Lo udah makan?" kata Lili mengeluarkan coklat dari dalam sakunya.
Fadel meyambarnya dan langsung melahapnya dalam tiga potongan masuk ke dalam mulut, "Lo yang paling paham dengan gue."
"Iya dong. Meskipun lo sering buat gue kesal. Tetap aja lo teman gue." Lili kembali memberikan lagi bola coklat.
"Ini yang paling gue suka. Makasih." Kemudian secara bar-bar. Fadel memasukkannya ke dalam mulut.
"Gimana bokap lo." tanya Lili
Fadel kembali menjatuhkan kepalanya di atas meja, Semangatnya turun dengan mulut yang masih mengunyah coklat, "Bokap gue di PHK."
Lili menghela napas kemudian menepuk pundaknya yang berisi dengan pelan, "Sabar ya bro. Terus gimana selanjutnya?"
Fadel menegakkan tubuhnya dengan wajah mengiba, "Bisa bilangin ke bokap lo supaya bokap gue bisa kerja lagi. Jabatan bokap lo, kan, lebih tinggi."
Permintaan Fadel merupakan beban bagi Lili. Ayah tidak pernah menceritakan masalah pekerjaannya kepada Lili. Gak mungkin tiba-tiba Lili meminta kepada Ayahnya untuk tidak memecat bokap Fadel.
Fadel berpikir kembali permintaannya pasti memberatkan Lili, "Anggap aja gue gak pernah ngomong."
"Oke. Gue juga gak mau dengar." Lili merasa lega. Kalau saja Fadel serius mungkin setiap malam akan menjadi mimpi buruk baginya.
"Harusnya lo ngomong gini 'gue bakalan bantuin lo' Ini malah pasrah aja lagi." protes Fadel. Bibirnya semakin ke bawah ketika merajuk.
"Gue harus ngomong apa? Gue juga gak punya hak untuk balikin bokap lo kerja lagi. Lagian gue yakin bokap gue gak punya kekuatan buat memecat dan merekrut orang." Lili berkata berhati-hati supaya tidak menyinggung Fadel yang mempunyai kesabaran setipis tissue.
Kini Fadel menenggelamkan wajahnya ke dalam dua tangan yang terlipat. Dia berpikir keras untuk keluarganya. Sebagai pelajar Fadel tak punya kemampuan untuk mencari uang. Lagian jika hal itu yang harus terjadi pekerjaan apa yang bisa dilakukannya.
Lili masih menepuk pundak Fadel yang keras. Kemudian wajahnya menyembul dari lipatan tangannya. Fadel berkata, "Kerjaan apa yang cocok buat gue?"
"Lo mau kerja?" Lili menilik kembali postur tubuhnya yang gempal. Semakin hari masa pertumbuhannya makin meningkat. Porsi makannya semakin banyak dan pemasukan keluarganya terhenti akibat PHK.
"Makanya gue nanya ke elo." tandasnya.
"Gue gak tau juga. Lo mau kerja apa?" tanya Lili balik. Bingung juga pekerjaan apa yang bagus untuk dilakukan Fadel.
"Pokoknya gue harus kerja." Fadel menegakkan kepalanya penuh semangat. Kemudian terdiam sejenak, "Tapi kerja apa?" Kepalanya kembali terjatuh.
"Kayaknya lo cocok jadi youtuber. Makan-makan." saran Lili. Berhubung temannya doyan makan. Gak ada salahnya jika kerjanya cuma makan doang.
"Kelamaan Lili. Untuk mendapatkan subcriber itu lama banget. Sementara itu gue harus tetap hidup, bayar sekolah dan makan buat menambah tenaga biar bisa ngomelin lo terus."
Vincent menoleh ke Fadel. Suaranya terlalu keras sampai mengganggu obrolannya dengan teman lain. Vincent melangkah ke belakang tempat Fadel sedang bersedih.
"Lo ngantuk?" kata Vincent duduk di sebelahnya
"Mentang-mentang lo, ya, sekarang udah punya banyak teman, gue ditinggalin sendirian. Lo tanya kek, kenapa gue kayak gini. Malah ngobrol sama orang lain." ujar Fadel panjang lebar.
"Benar tuh, kata, lo. Semenjak dia mulai popular kayaknya mulai lupa sama kita." sambung Lili.
"Populer apaan? Gue masih kayak biasa kok. Kalian jangan gitulah." sergah Vincent, "Lo kenapa?'
"Nah gitu dong. Bokap gue di PHK. Sekarang gue harus kerja. Lo bisa carikan gue loker."
Vincent berpikir yang sama dengan Lili. Selain lemot Fadel juga lelet. Postur tubuhnya yang membuat dia menjadi lamat bergerak. Taunya cuma makan dan traktiran.
"Gue cari dulu. Kalau ada entar gue kasih tahu. Lo udah makan?" tanya Vincent melihat bungkusan coklat ada di mejanya.
"Gue udah makan coklat. Dua biji lagi yang dikasih. Emang teman-teman gue pada pelit." semburnya tak tahu diri.
"Udah untung gue perhatian sama lo. Ngasih lo coklat. Dimana coba nyari teman sebaik gue. Udah dicaci maki tiap hari, tetap aja gue baik sama lo." Secara tak langsung Lili mengungkapkan kekesalannya.
"Lo kalau gak niat bantuin gue. Mending balik ke tempat lo." usirnya semakin mirip gorilla ngamuk.
"Yakin ya. Kalau gue pergi jangan pernah cari gue. Nyesal lo." ancam Lili bangkit dari tempatnya kemudian keluar kelas. Harusnya Lili balik ke tempat duduknya bukan berdiri di depan koridor tanpa alasan.
Vincent menggeleng melihat tingkah Fadel yang sulit di rubah. Dia menyusl Lili keluar kelas. Berdiri di sampingnya. Saat itu Lili merasa posisi mereka seperti sepasang kekasih yang sedang bercengkrama membahas soal hubungan ke depannya. Lili memperhatikan wajah cowok yang berdiri di sampingnya, "Gue mau jujur sama lo?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Teka Teki Sepatu
Teen FictionSaat mengetahui pemilik sepatu itu adalah orang terdekatnya. Lili semakin yakin bahwa itu adalah takdir yang diimpikannya. Berkat sepatu itu perasaan Lili akan terjawab melalui cerita ini.