Perjalanan sore yang macet ini Lili bersandar pasrah duduk di belakang sembari membayangkan makanan hangat yang sudah dihidangkan. Ditambah air dingin dengan gelas yang mengalir keringat di sisi gelas. Membayangkannya saja sudah membuat Lili meneguk air ludahnya sendiri.
Banyak polisi yang mengatur arus lalu lintas di jalan. Kendaraan padat memenuhi jalanan sore ini. Pengendara yang melewati ke arah utara dialihkan ke jalan lain karena suatu alasan. Lili membuka jendela melihat situasi yang terjadi di sana. Banyak orang membawa spanduk mengangkat dengan kedua tangannya sambil bersorak semangat. Raut wajah mereka mengatakan keputusasaan. Banyak tulisan yang menolak PHK terhadap perusahaan tempat Ayah Lili bekerja. Juga Ayah Fadel bekerja di perusahaan yang sama dengan Ayah Lili.
"Rame banget. Ngapain tuh orang tua teriak-teriak." seru Fadel melongokkan kepalanya ke luar jendela.
"Kabarnya banyak karyawan yang di PHK. Makanya mereka semua demo." sahut Lili
"PHK.. Orang tua gue kerja di sana lagi." Suara Fadel terdengar sendu. Ada kekhawatiran dibenaknya.
"Ya elo berdoalah supaya bokap lo gak termasuk dari salah satu korban PHK." saran Lili yang tidak akan merubah apapun.
"Yah elo enak. Bokap lo punya jabatan di sana. Lah bokap gue cuma karyawan biasa. Seenggaknya kalau bokap lo di PHK pasti pesangonnya banyak dan bisa buat usaha. Lah bapak gue cuma karyawan dengan gaji UMR." Fadel berseru depresi merasa apes jika pemikirannya benar-benar terjadi.
"Lo jangan ngomong gitu. Belum tentu bokap lo kena PHK." Nasa mencoba mengingatkan. Biasanya sih jika kita terlalu memikirkan hal itu maka sesuatu yang ada dipikiran kita sungguh terjadi.
Fadel menghela napas berat, "Semoga aja deh. Takut banget gue." Sambil mengelus dada kasar.
Lili melihat salah satu demonstran di sana yang tidak asing. Lili mencoba menilik lebih jelas ketika mobil berbelok, "Del kayaknya bokap lo ikut demo juga deh."
"Mana?" katanya celingukan. Mobil sudah melaju. Fadel tidak bisa melihat yang dikatakan Lili barusan. Fadel terlihat gusar. Mulutnya mendadak mingkem membahas PHK yang terjadi di perusahaan besar di Indonesia. Banyak yang menggantung hidupnya dari sana. Sudah bertahun-tahun perusahaan itu berjalan tanpa masalah. Bahkan perusahaan tersebut sering melakukan amal kebaikan dengan melakukan donasi kepada yatim piatu dan pemberian sembako kepada rakyat miskin. Kabar berita yang tersebar adalah perusahaan tersebut sudah berganti pemimpin dari Kakeknya turun ke anaknya yang tidak brepotensi menjalankan perusahaan dengan baik. Entah apa yang sebenarnya terjadi di dalam sana. Bahkan Ayah pun bungkam.
"Mending lo tanya aja sama bokap lo sampai rumah nanti." seru Vincent datar.
"Udah jangan dipikirin terus." Sebeleh tangannya terjulur menepuk pundak Fadel. "Kita makan dulu."
Mobil berhenti di sebuah kafe dengan nunsa out door. Tempatnya bagus dan ramai pengunjung. Lili mendelik bahagia akhirnya Nasa mengajaknya ketempat seperti ini.
Fadel turun dari mobil tidak semangat. Biasanya mendengar kata traktiran semangatnya terkumpul penuh tidak sabar menyantap makanan. Bahkan langkahnya pelan dengan pandangan menunduk dengan raut wajah kusut penuh pikiran yang belum tentu terjadi.
"Udah jangan dipikirkan lagi." Vincent mencoba menenangkannya meski percuma. Yang bisa mengembalikan suasana hati Fadel hanyalah kabar dari sang Ayah.
Fadel menghembuskan napas dalam sambil memejamkan mata duduk di kursi. Kedua tangannya menekuk memegang kedua kepala lalu bergerak menggaruknya depresi membayangkan jika benar Ayahnya kena PHK maka gimana nasib selanjutnya.
"Del. Jangan gitu dong." Lili memberikan menu kepada Fadel.
"Gue ngikut aja." Fadel benar-benar tidak bisa diselamatkan lagi.
"Yaudah gue pesanin aja. Gini-gini gue juga peduli sama lo. Ya meskipun kadang mulut lo kayak comberan busuk gue akan tetap baik sama lo." celetuk Lili
Fadel mendongak, membelalakkan matanya mendadak nyalinya ciut kembali. Tubuhnya lemas tidak berdaya kembali menunduk. Kakinya bregerak menyeret lantai yang tidak bersalah.
"Kalau lo kayak gini terus justru gue jadi sedih." kata Lili pura-pura prihatin.
"Lo bisa diam gak. Makanannya mana?" teriak Fadel mungkin memang tinggal segitu energy di dalam tubuhnya.
"Sabar ya. Udah kita pesanin tinggal tunggu datang pesanan datang." seru Nasa cukup sabar menghadapi teman dengan mood yang kadang berubah-ubah.
Hembusan angin membelai rambut Lili yang terkulai lemas di pundaknya. Tangannya sibuk berkutat dengan ponsel dengan aplikasi instagram. Lili kembali log in ke akun milik Vincent. Disana sudah masuk dua pertemanan baru dari teman sekelas salah satunya Elsa. Ini semakin membuat Lili riwet. Kenapa juga Elsa bisa tahu. Ah! Lona. Ya dari sana Elsa bisa menemukan akun ini.
Lili mengkonfirmasi pertemanan itu. Juga ada DM dari seseorang kemudian Lili membukanya. Pesan dari orang yang sama. Lona. Nih orang memang tidak ada malunya dekatin Vincent. Padahal jelas-jelas Vincent tidak pernah merespon siapapun termasuk Lona. Cewek cantik yang tidak cukup menarik perhatian cowok di sekolah karena mukanya yang terkesan jutek dengan mulut ketusnya.
Lili merasa apa yang dilakukannya sekarang tidak benar. Seperti sedang mempermainkan perasaan seseorang. Dari awal dibuatnya akun ini Lili sudah membuka pesan masuk dari Lona meski tidak pernah membalasnya dan kali ini Lili tidak mungkin mengabaikannya begitu saja.
Vincent gue pengin kita kayak dulu lagi
Kayak dulu? Lili berpikir bagaimana hubungan mereka sebelumnya. Setahu Lili mereka tidak pernah bicara dekat seperti dirinya dan Vincent. Bahkan Lili pernah bertanya kepada cowok yang super cuek itu. Bagaimana Vincent mengenalnya. Vincent menjawab dengan santai bahwa Lona cuma teman kelompok. Dan itu berjalan cukup lama selama dua bulan karena ada penelitian yang mereka lakukan saat belajar IPA.
Lili tidak bisa mengajukan banyak pertanyaan kepada cowok itu karena Vincent pasti tidak akan mau menjelaskannya lebih panjang. Jawaban Vincent cukup membuat Lili lega karena tidak terjadi apa-apa diantara mereka.
Jadi apa maksud dari 'Kayak dulu?'. Lili melirik sekilas ke arah Vincent. Wah. Dia benar-benar memesona. Vincent seperti orang yang berbeda. Lalu sudut mata cowok itu mengikuti lirikan Lili yang sengaja dialihkan ke arah lain. Kebetulan di hadapannya ada Nasa yang duduk dengan seulas senyum yang tidak kalah menawan dari Vincent. Astaga! Apa-apan ini. Kenapa keduanya terlihat bersinar kecuali Fadel yang terlihat murung sendirian.
Vincent bergeser sedikit melihat sesuatu dari balik ponselnya, "Lo liatin apaan?"
Lili segera menutup ponselnya, "Gak ada apa-apa kok."
"Kenapa sekarang pakai rahasiaan segala." desis Vincent.
"Gak ada rahasia Vincent." kata Lili menekankan.
"Kalau gak ada rahasia buka dong ponsel lo. Jangan-jangan lo sedang PDKT lagi sama cowok lain." tudingnya.
Lili mengerutkan kening tidak menyangka apa yang dituduhkan kepadanya, "Jangan asal tuduh. Gue cuma.."
Kalimatnya menggantung ketika pesanan tiba dimeja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teka Teki Sepatu
Teen FictionSaat mengetahui pemilik sepatu itu adalah orang terdekatnya. Lili semakin yakin bahwa itu adalah takdir yang diimpikannya. Berkat sepatu itu perasaan Lili akan terjawab melalui cerita ini.