Fadhel menutup pintu mobil dengan keras tidak sabar ingin berkunjung ke rumah Nasa. Yang katanya mau nungguin duluan di parkiran justru datang belakangan. Fadhel yang sejak tadi mondar-mandiri ke toilet sejak jam istirahat sampai berada di kelas. Saking seringnya guru yang sedang mengajar menyuruhnya untuk menetap di toilet sampai lambungnya benar-benar pulih. Mungkin karena Fadhel terlalu sering makan sembarangan perutnya jadi bermasalah. Dan saat dimobil pun Fadel masih merasakan kurang enak badan. Dia duduk lemas sambil memegang perutnya.
"Lo udah makan obat?" tanya Lili sambil menyodorkan obat yang dibelinya di warung depan seberang sekolah.
"Belum.." Suara Fadel terdengar lemas. Pasti sangat menderita. "Makasih obatnya. Lo emang ngeselin tapi juga peduli sama gue."
"Cepetan lo makan obatnya. Bakalan banyak makanan lagi yang akan lo habiskan di rumah Nasa."
Fadel memperbaiki duduknya lalu memakan obat yang diberikan Lili. Serentak pandangan mereka menghadap keluar jendela saat memasuki gapura berukuran tinggi.
"Ini kita mau kemana?" seru Fadel membuka jendela mobil melihat lebih jelas pemandangan di luar.
"Ini beneran jalan ke rumah lo." Lili merasa ragu melihat komplek elite yang sedang dimasukinya. Ini diluar dugaan Nasa tinggal ditempat yang seindah ini.
"Gue baru pertama kali masuk ke sini. Biasanya cuma melewati Vigura aja. Dan di dalamnya lebih bagus. Tapi kenapa ada beberapa rumah kecil di sini. Gue pikir disini cuma ada rumah kecil aja." seru Lili masih memandangi suasana di luar.
"Rumah yang kalian liat dari depan tadi itu adalah rumah karyawan. Ukuran rumah disini disesuaikan dengan jabatannya." ujar Nasa kemudian menepi di sebuah rumah yang lebih besar dari rumah- rumah sebelumnya. Suasananya seperti di desa, banyak pepohonan dan sangat luas. Yang terlihat di depan mata saat turun dari mobil terdapat dinding kaca ditutupi gorden panjang dari lantai dua bewarna golden.
Lagi lagi mereka dibuat takjub oleh Nasa.
"Ini rumah gue. Tempatnya memang seperti di tengah hutan tapi gak banyak nyamuk, kok." Nasa menuntun jalan masuk ke dalam rumah.
Fadel masih memegang perutnya, "Toilet lo mana?"
"Bi..." panggil Nasa kepada wanita yang sedang mengelap guci yang ada di ruangan ini.
"Ya.. Mas. Ada apa?" sambutnya sedikit menunduk dengan sungkan.
"Tunjukkan temanku toilet."
Wanita itu melangkah cepat menuntun Fadel yang sudah tidak tahan lagi ingin mengeluarkan isi perutnya.
"Kayaknya obat yang gue kasih tadi gak mempan, deh."
Kemudian Nasa menuntun temannya masuk ke kamarnya, "Letakin aja tas kalian disini." Gue mau keluar bentar.
Tinggallah Vincent dan Lili berdua di kamar. Mereka mengedarkan pandangan disetiap sudut ruangan itu. Untuk ukuran cowok kamarnya sangat rapi dan bersih. Juga disini udaranya sangat segar. Jadi tidak akan ada debu kotor masuk ke dalam, palingan serangga kecil yang menyelinap masuk kesini.
Juga ada beberapa foto Nasa yang terpajang disisi Nakas. Dindingnya dilapisi kertas bewarna terang dan meski ini masih terbilang sore lampu menyala terang di hampir seluruh ruangan. Sejak pertama kali memasuki rumah ini. Tidak ada kegelapan yang terlihat mungkin karena tempatnya berada ditengah pepohonan tinggi. Jadi harus mendapat penerangan yang cukup.
Seseorang mengetuk pintu kamar. Vincent segera membuka pintu. Seorang wanita lain membawa nampan berisi minuman, "Saya mau ngantarkan minuman."
"Silahkan." seru Nasa kemudian wanita itu melangkah pelan dan meletakkannya dengan hati-hati tanpa ada suara. Setelah itu dia pamit keluar dengan senyum yang sedikit tertarik dari sudut bibirnya.
Lili langsung menyambar minuman dingin yang mulai berkeringat, "Pas banget gue haus."
Vincent menggeleng samar kemudian duduk di sofa panjang dengan bersandar lelah.
"Lo gak minum.." kata Lili membawakan minuman dihadapan Vincent.
"Makasih." Vincent cuma meminumnya diujung bibir kemudian menyerahkan kembali ke Lili.
"Nasa kemana, sih?" Lili ikut duduk di samping Vincent yang sedang menahan kantuk.
"Tidur aja kali, gak usah ditahan."
"Gak enaklah dengan Nasa. Baru pertama kali ke rumah dia malah tidur." Vincent menyandarkan kepalanya di sofa berusaha untuk tidak tertidur.
Sesaat kemudian Nasa muncul dengan pakaian yang sudah diganti, "Sorry lama."
"Gak apa-apa." balas Lili kembali mengedarkan pandangannya. "Kamar lo nyaman banget."
"Yah begitulah." Respon itu yang hanya bisa dikatakan Nasa. "Ikut gue."
Nasa melangkah keluar. Diikuti oleh Lili dengan riang sementara Vincent masih berjuang melawan rasa kantuk.
Nasa menarik kursi di ruang makan untuk Lili. Kemudian memaksanya untuk duduk. Lili yang kebingungan nurut begitu saja. Vincent yang semula mengantuk mencoba memahami situasi yang ada.
Fadel belum muncul juga. Padahal cukup lama mereka berpisah sejak pertama kali melangkah ke rumah ini. Tak lama setelah itu. Beberapa wanita secara bergantian menghidangkan makanan di atas meja. Bukan menu biasa yang ada di rumah. Tetapi makanan dengan hidangan restoran.
Nasa duduk kemudian dengan sekali anggukan. Seorang wanita lain membawakan kue ulang tahun dengan Lilin yang sudah menyala. Serta nyanyian entah dari mana menggema di ruangan ini. Seketika Lili takjub dan hanya bisa mengagumi apa yang sedang dialaminya sekarang. Ini kejutan yang sangat diimpikannya.
"Happy birthday." kata Nasa berdiri dihadapan Lili.
Vincent memperhtikan ekspresi Lili yang semringah. Sambil memejamkan mata Vincent menghembuskan lilin.
"Kenapa jadi elo yang niup." seru Lili masih tidak habis pikir dengan tindakan Vincent.
"Bukannya kemarin udah buat permohonan. Lo cuma boleh sekali mengajukan permohonan." kata Vincent asal, kemudian membuang muka seperti melupakan apa yang dikatakannya barusan.
"Potong kuenya dong." cetus Vincent.
Kemudian Lili memotongnya dan memberikan kue pertama untuk Nasa."Buat lo karena udah kasih kejutan ke gue." Dan memberikan potongan lain untuk Vincent, "Nih biar mood lo bagus."
Setelah beberapa menit Fadel kembali dengan mata bengap.
"Lo darimana aja." kata Lili
"Gue tuh nyariin kalian dari tadi. Lagian nih, rumah kayak labirin. Banyak banget ruangannya." keluh Fadel. Seolah menyadari sesuatu. Matanya mendelik tajam melihat banyak makanan yang belum disentuh. Fadel duduk bersama yang lainnya seperti hewan buas yang melihat mangsa.
"Tersesat atau ketiduran. Mata lo kenapa bengap gitu?" seru Lili.
"Dua-duanya. Jangan dibahas lagi. Gak baik biarin makanan lama-lama begini." Fadel mengambil lauk berukuran besar langsung masuk kemulutnya.
"Liat-liat dulu dong tempatnya. Ini rumah Nasa bukan rumah lo. Gak pakai baca doa lagi."
Dalam keadaan mulut yang berisi penuh Fadel berkicau tidak jelas. Tidak ada yang menanggapi omongannya karena fokus dengan hidangan yang diberikan oleh pemilik rumah ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teka Teki Sepatu
Teen FictionSaat mengetahui pemilik sepatu itu adalah orang terdekatnya. Lili semakin yakin bahwa itu adalah takdir yang diimpikannya. Berkat sepatu itu perasaan Lili akan terjawab melalui cerita ini.