Vincent dan Nasa duduk di ruang tengah mengamati interior rumah sederhana yang pernah dilihat sebelumnya. Vincent sudah tidak asing lagi dengan aroma rumah ini. Baginya suasana di rumah Lili bukan hal yang baru baginya. Lili beranjak masuk ke dalam kamar meninggalkan kedua cowok yang tampak canggung itu. Kemudian matanya beralih pada sepatu yang tertata rapi pada rak. Sepatu yang mengingatkannya pada tragedi yang memilukan. Lili tidak mau mengingat kejadian itu lagi. Namun sepatu ini mengembalikan kejadian tempo lalu.
Lili membuka galeri ponselnya. Melihat kembali foto sebelum demo terjadi. Vincent terlihat menggunakan sepatu merah yang ada di kamarnya. Namun dia lupa apakah Vincent menggunakan sepatu sewaktu pulang atau tidak. Dan ada sosok Nasa menggunakan sepatu yang sama dengan yang ada di rak kamarnya. Waktu itu mereka belum saling mengenal. Cowok dengan masker hitam yang telah menariknya dari kerumunan mungkin saja pemilik sepatu ini. Jika mengingatnya cowok itu terlihat keren. Postur tubuhnya yang tinggi juga matanya yang tajam membuat Lili teringat kembali akan kejadian itu.
Selesai berganti pakaian Lili keluar dari kamar menjinjing sepatu merah untuk dicoba ke kaki Vincent. Kedua cowok itu sedang sibuk mabar. Mata mereka fokus pada ponsel. Lili berdiri di samping Vincent menyaksikan game yang dimainkannya. Jemarinya bergerak lincah mengarahkan objek yang dimainkannya. Mata mereka tidak berkedip tanpa suara.
"Huu..." Nasa mengangkat tangannya riang, "Gue menang."
"Hah!" Vincent terkulai lemas. Tangannya terjulur ke bawah Karena kekalahannya.
"Kalian main apa sih?" tanya Lili
"Di jelasin pun lo gak bakalan tau juga." sahut Vincent.
Vincent melihat ke arah sepatu yang ditangan Lili, "Sepatu lo gede banget."
"Coba lo pakai?" Lili menjatuhkannya di depan kaki Vincent.
"Buat apa gue coba. Mau lo kasih ke gue." Vincent tetap memasukkan kakinya ke dalam sepatu. Kemudian mengikatnya. Sambil berdiri Vincent menghentakkan kakinya ke lantai, "Pas banget. Ini sepatu mirip punya gue yang hilang."
Tebakan Lili benar. Sepatu ini memang punya Vincent. Kemudian Nasa mengambil sepatu sebelahnya dan memasukkannya kakinya, "Gue juga punya sepatu ini. Sama persis yang gue pakai saat demo." Nasa berdiri dan merasakan kakinya memakai sepatu itu, "Memang agak longgar. Sepatu gue hilang sewaktu manjat gedung. Apes banget." seru Nasa
Lili mengingat sepatu tersebut memang jatuh dari atas. Disana banyak orang-orang berlarian melompat dari atap gedung. Tapi tidak mungkin sepatu ini milik Nasa. Lagian tidak pas juga dengan ukuran kakinya.
"Emang sepatu lo hilang dimana Vincent?" tanya Lili penasaran. Pengin memastikan pemilik sepatu ini.
Vincent menjawab dengan ragu, "Sebenarnya bukan hilang..." Kemudian melanjutkan kalimatnya yang terputus, "Waktu demo."
"Ouw.." Lili memberikan sepatu miliknya, "Kayaknya ini punya lo deh. Ambil aja."
Vincent segera menolaknya, "Sepatu model ginian, kan, banyak dipasaran. Gue gak mau ngambil. Nasa juga bilang sepatu ini mirip dengan punya dia. Mending lo simpan aja. Buat kenangan hidup lo."
"Benaran nih?" Lili meyakinkan Vincent. Memang sih sepatu itu juga banyak dipakai orang. Bukan hanya kedua cowok ini yang punya. Mungkin benar sepatu ini tidak sengaja terjatuh dari atap. Seperti yang dialami Nasa.
"Asal kalian tahu berkat sepatu ini gue bisa pulang dengan alas kaki. Ya meskipun kelongaran . Sepatu ini udah nutupin malu gue selama perjalanan pulang."
"Emang sepatu lo kemana?" tanya Nasa
"Hilang saat lari-larian ditengah kerumunan. Kayaknya waktu gue terjatuh deh." Lili mengingat kembali dan segera menghapus ingatan itu.
"Gue baru tahu kalau sepatu lo hilang sewaktu demo." seru Vincent melihat kembali kaki Lili. Masih ada bekas luka di sana.
"Lo sih diam aja sehabis demo. Gue jadi takut ngomong. Muka lo serius banget." Lili mengutarakan hatinya yang terpendam selama ini, "Gak ada obrolan lagi selama perjalanan."
"Masih diingat aja. Gue minta maaf kalau salah." kata Vincent kemudian.
"Telat minta maafnya. Gue udah maafin duluan. Lagian ada serunya juga." tandas Lili.
"Lo kenapa bisa ikut demo kemarin? Dari tampang lo kayak anak baik-baik yang takut orang tua." kata Nasa.
Lili menunjuk dengan tatapannya, Vincent semakin ganteng ketika diam.
"Tapi lo senangkan?" kata Nasa
Lili mengangguk semangat. Baginya itu pengalaman menyenangkan yang pernah dilakukannya bersama Vincent. Awalnya Lili sempat kesal karena Vincent mengajaknya tanpa memberitahu tujuan sebenarnya. Juga luka yang didapat dibagian tubuhnya membuat Lili mengutuk keras aksi itu. Sekarang berbeda. Lili menganggap kejadian itu sebagai pengalaman yang dapat diceritakan kelak pada anaknya nanti. Kejadian seperti itu pasti akan kembali lagi dengan latar dan waktu yang berbeda.
"Jadi lo udah gak kesal lagi sama gue." kata Vincent menatap lurus Lili.
DEG!
Jantung Lili kembali berdebar kencang, "Kalau masih kesal. Gak mungkin gue mau ngomong sama lo."
"Bagus deh."
Vincent menyalakan tv dan melihat berita terkini. Dari siaran langsung presenter menyampaikan perihal demo yang terjadi hari ini. Para karyawan yang menolak PHK masih berkumpul di depan kantor perusahaan dengan berteriak dan mengacungkan spanduk yang berisikan protes. Polisi menjaga ketat dihadapan karyawan yang masih melakukan aksi demo.
Kasihan melihat orang tua yang kehilangan pekerjaannya. Bukan hanya dia yang menderita tetapi keluarga di rumah juga mendapatkan imbas atas PHK yang terjadi. Vincent tampak mengeraskan rahangnya menatap tajam layar televisi.
"Lo jangan macam-macam ya." seru Lili bisa membaca pikiran temannya.
"Gue cuma nonton. Gak macem-macem." sahut Vincent masih menyimak berita.
Nasa juga tampak serius menyimak berita yang ada. Kedua cowok ini tampak berpikir keras. Manggut-manggut dan kening mereka berkerut. Biasanya Lili cuma berkomentar seadanya saat penayangan berita. Tetapi kedua cowok ini seperti menemukan solusi dengan memutar keras otak.
Kedua cowok itu saling tatap. Lili tak tahu apa yang sedang direncanakan mereka. Yang jelas Lili harus mencegahnya sebelum sesuatu yang tidak diinginkan terjadi.
"Kalian jangan ikut-ikutan demo lagi." kata Lili spontan mengatakannya.
"Ngapain gue ikutan demo." sahut Vincent cepat. "Kita berdua mau lanjutin main game."
Vincent dan Nasa kembali mabar. Ada perasaan lega baru saja mereda di hati Lili.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teka Teki Sepatu
Teen FictionSaat mengetahui pemilik sepatu itu adalah orang terdekatnya. Lili semakin yakin bahwa itu adalah takdir yang diimpikannya. Berkat sepatu itu perasaan Lili akan terjawab melalui cerita ini.