Dua minggu berlalu tanpa kabar dari Vincent, bahkan ujian sekolah saja terlewati begitu saja. Lili masih gengsi untuk menghubungi cowok itu. Kekhawatirannya tentang Vincent semakin mendalam. Kemana dia? Gimana kabarnya? Apakah dia baik-baik saja? Lili cuma bisa bertanya ke dirinya sendiri sambil menduga-duga apa yang sedang dilakukannya disana. Tiba-tiba teringat tentang bekas luka yang membekas di bagian tubuhnya, juga ada beberapa luka yang masih segar dan sering sekali Vincent terlihat sedang menahan sakit, meringis pelan, berusaha tegar dibalik raut wajah datarnya. Mungkin Vincent berusaha menyembunyikan masalahnya dihadapan teman-temannya, dan tersenyum kepada Lili. Ya, hanya dihadapan Lili cowok itu menampakkan giginya yang bahkan selama ini tersembunyi dibalik bibir tipisnya.
Lili terpaut menatap layar ponsel, menunggu kabar Vincent. Akankah nama itu kembali muncul dilayar ponselnya dengan berkedip riang.
"Gue yakin bentar lagi Vincent bakalan menghubungi lo." Fadel mendadak muncul duduk di samping Lili. Pandangannya fokus ke depan ke arah lapangan yang terbentang luas. Tempat murid berlalu lalang. Juga ada kelas yang sedang melakukan olahraga sedang melakukan lompat jauh.
"Gak nyangka sekarang kita udah kelas tiga aja. Tanpa Vincent lagi." Suara Lili bergetar. Menjalani hari tanpa cowok itu terasa berbeda. Mungkin Lili belum terbiasa dengan ketidakhadiran Vincent.
"Gue juga merasa ada yang kosong. Padahal biasanya dia juga jarang masuk. Dan sekalinya masuk juga irit bicara. Malahan gue yang ngoceh gak jelas. Tapi sekarang beda aja gitu situasinya. Gue merasa Vincent gak balik lagi."
Lili melirik tajam ke arah Fadel, "Jangan ngomong ngaco. Gue yakin Vincent bakalan balik lagi." Dalam hati Lili merasa ragu. Senyumannya tenggelam bersama kekhawatiran yang kembali mengintai benaknya.
Lili menghela napas panjang menatap kosong yang ada di depannya. Fadel yang biasa ngoceh, kali ini cuma bisa bicara seperlunya. Mungkin karena mereka akan menjadi manusia dewasa. Sikap sekonyol apapun bisa hilang seiring bertambahnya usia.
"Kita beneran udah kelas tiga." Kata Fadel masih tidak percaya, "Kayaknya baru kemarin kita kenaikan kelas. Dan kita baru kenalan setahun yang lalu. Dan lo berusaha cari perhatian Vincent."
"Enak aja lo. Gue gak pernah cari perhatian Vincent. Vincentnya aja yang tertarik dengan gue."
"Ngaku aja deh, lo. Pakai gengsi lagi." Ada jeda sejenaka sebelum Fadel melanjutkan kalimat selanjutnya, "Sebenarnya Vincent juga suka sama lo."
"Apaan sih, lo. Gak usah menghibur gue dengan cara ngomong gitu." Kata Lili tidak terima, kalau kenyataannya seperti itu. Betapa senangnya Lili bisa menerimanya.
"Padahal gue ngomong benar." Tandas Fadel melirik sejenak ke arah Lili. Cuma untuk melihat ekspresi yang tertaut di wajahnya.
Lili masih terlihat sendu. Bahkan selama dua minggu tidak bertemu Vincent, Lili tidak bersemangat menjalani hari.
Fadel berdiri menepuk pundak Lili, "Sebentar lagi lo bakalan ketemu dengan Vincent. Jadi lo jangan manyun gitu dong. Entar Vincent kabur ngeliat muka lo kayak gitu." Entah kenapa hari ini Fadel begitu mengibur Lili. Dan tidak ada candaan kasar yang terlontar dari mulutnya. Memang sedikit mencurigakan, namun melihat perubahan seperti ini Lili merasa senang.
"Gue mau pulang dulu. Lo jangan ikut. Gue juga bakalan bawa Nasa supaya gak gangguin lo. Puas-puasin deh hari ini."
"Apa sih maksud lo." Kata Lili tidak paham. Tidak lama setelah itu ponsel Lili berbunyi. Layar ponselnya kembali menampakkan nama Vincent. Lili memandangi punggung Nasa, kepalanya sedikit menoleh ke belekang sambil melambaikan tangan. Lili tersenyum ternyata ini maksud perkataan Fadel. Ini sudah direncanakan mereka berdua.
Lili segera menggeser tombol hijau, "Halo."
"Gue di depan." Kemudian panggilan itu berakhir.
Lili segera menyusul Vincent ke depan dengan berjalan cepat. Di depan gerbang Lili melihat sekeliling mencari keberadaan cowok itu. Merasa tertipu Lili berbalik kembali ke sekolah. Dan dihadapannya sudah berdiri Vincent dengan senyuman lebar.
Sambil manyun Lili berusaha menahan rasa haru yang hampir menitikkan air mata. "Tega banget lo baru muncul sekarang."
"Gak mau peluk gue." Vincent melebarkan kedua tangannya.
"Gak mau gue. Banyak orang disini."
Vincent terkekeh, "Atau kita cari tempat yang gak ada orangnya."
Lili terkejut mendengar rekasi Vincent, "Ini beneran lo, Vincent?"
"Menurut lo. Atau gue pulang aja."
"Jangan! Gue masih kengen sama lo."
Kali ini Vincent memeluknya sejenak kemudian menarik diri dan menarik tangan Lili yang masih keget dengan pelukan singkat tadi. Vincent yang cuek mendadak romantis. Langkah mereka berhenti di depan mini cooper bewarna merah.
"Motor lo mana?" tanya Lili
Tangan Vincent membuka pintu dan mendorong Lili masuk ke dalam kemudian berlari kecil ke sisi pintu sebelahnya mengambil alih setir.
"Lo sekarang pakai mobil?" kata Lili merasa kagum. "Sekuter lo mana?"
"Ada di rumah. Gue mau ngajak lo jalan-jalan, boleh, kan?"
"Yah bolehlah. Kita mau kemana?" Lili sedikit menoleh mengajukan pertanyaan lain, "Dan selama ini lo kemana?"
Sebelum melajukan mobil, Vincent menggenggam tangan Lili dengan erat untuk menenangkan temannya.
"Pokoknya hari ini gue mau berduaan aja sama lo. Nanti gue bakalan ceritakan semuanya."
Lili menyunggikan senyum dan menurut dibawa kemanapun oleh Vincent.
Mobil melaju tanpa ada percakapan intens seperti biasa. Lili takut bahwa ini tidak nyata. Meskipun yang duduk disebelahnya memang benar Vincent. Namun ada kekhawatirang yang menyergap dibenaknya.
"Lo beneran gak pergi lagi, kan?"
Vincent cuma tersenyum kecil membawa Lili kesebuah tempat yang masih menjadi kejutan.
"Lo mau ngajak gue demo lagi?"
"Hahah. Ya enggaklah. Gue udah tobat kali. Udah lo tenang aja. Gue mau bawa lo ke suatu tempat yang bagus."
Di sekeliling banyak pepohonan tinggi yang menyambut kedatangan mereka. Lili membuka jendela mobil menghirup dalam udara segara di luar. Pemandangan yang sangat indah. Lili tersenyum riang menoleh sejenak kea rah Vincent yang ikut semringah melihat Lili yang antusias dengan perjalanan siang ini.
Mobil berhenti, menepi di pinggir danau yang tenang. Rumput hijau terbentang luas menghiasi suasana tempat wisata ini. Di beberapa titik juga ada muda-mudi sedang menikmati indahnya bersama pasangan.
"Kenapa lo bisa tahu tempat bagus kayak gini?"
"Buat ngajak orang special kayak lo. Gue bakalan bawa orang itu ke tempat yang sepsial juga."
"Apa Vincent mau nembak gue?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Teka Teki Sepatu
Teen FictionSaat mengetahui pemilik sepatu itu adalah orang terdekatnya. Lili semakin yakin bahwa itu adalah takdir yang diimpikannya. Berkat sepatu itu perasaan Lili akan terjawab melalui cerita ini.