Waktu menunjukkan pukul tujuh pagi. Lili bergegas menyiapkan peralatan sekolah di kamarnya sambil teriak kepada Ibu meminta sarapan. Lalu buru-buru keluar memeriksa sepatu di luar yang sedang dijemur. Tentu saja tidak akan kering dalam waktu semalaman. Kemudian Lili mengambil sepatu yang baru dibelinya kemarin. Walaupun agak norak, ini sepatu satu-satunya yang bisa dipakai untuk sekolah. Lili berlari keluar rumah ke depan gang. Biasanya di sana ada ojek yang menunggu orderan. Sementara Ibu berteriak dari pintu menunjukkan bekal yang harus dibawa ke sekolah. Namun Lili mengabaikan panggilan Ibu bergegas menuju ojek pengkolan.
Dengan napas terengah-engah Lili menepuk pungung tukang ojek, "Pak ke SMA Juang." Lalu buru-buru berangkat. Lili terus mengoceh kepada tukang ojek supaya melajukan motor yang dikendarainya. Tukang ojek tersebut menuruti permintaan Lili dengan menambah kecepatan. Namun Lili tetap terlambat karena sekarang waktu menunjukkan pukul 07.15. Di depan pagar yang terkunci Lili berdiri frustasi melihat keadaan sekolah yang terlihat lengang. Lili juga mendengar suara samar dari lapangan sekolah. Lalu berpikir kembali jalur yang bisa membawanya ke dalam sekolah. Satu-satunya jalan yang pernah dilewati Lili saat terlambat adalah melewati tembok belakang sekolah.
Melihat tembok yang tinggi Lili menarik napas dalam sambil berdoa supaya selamat dari guru yang bertugas hari ini. Sebelumnya Lili melihat situasi sekitar, mencari tumpuan buat memudahkannya menggapai ujung tembok. Ternyata murid lain sudah membuat semacam tangga coran buat memuluskan masuk ke dalam sekolah. Meski begitu tetap saja Lili kesulitan memanjat dengan rok pendek yang dikenakannya sekarang. Setelah bersusah payah, akhirnya Lili sampai di atas tembok bersamaan dengan Vincent yang bersiap melompat keluar.
"Lo ngapain manjat pagar." Vincent kaget melihat Lili melakukan hal yang sama dengannya.
"Lo juga. Ngapain?"
Vincent menghela napas, "Mending lo turun, deh."
"Bantuin."
Vincent mencari cara buat membantu Lili menuruni tembok. Namun aksinya terlanjur diketahui Guru penjas yang sedang berjalan dengan seorang murid cowok, "Kalian ngapain di sana?" Sambil berkacak pinggang dengan mata melotot guru itu mendekat dengan mengacungkan pentungan.
Vincent langsung melompat ketika ketahuan oleh guru. Sedangkan Lili masih betah berada di atas tembok.
"Iya, Pak. Saya turun." seru Lili dari atas. Pandangannya beralih ke bawah memperhatikan situasi. Muncul rasa takut ketika akan turun.
"Jangan turun dulu!" Vincent berlari mengambil tangga di kantin belakang sekolah. Kemudian menyerukan agar Lili segera turun.
"Gue pakai rok!" teriak Lili.
Vincent langsung berbalik.
Sampainya di bawah Lili berkata, "Gue udah turun." kata Lili memperbaiki pakaiannya.
Guru penjas menjewer telinga Vincent dan memarahi Lili karena sudah melakukan pelanggaran sekolah. Cowok yang bersama guru penjas medekat. Lili baru sadar bahwa ia adalah Nasa.
Lili dan Vincent spontan berkata, "Ngapain lo di sini?"
Nasa tersenyum tidak merespon pertanyaan keduanya.
"Kalian ikut bapak." Guru penjas memimpin jalan sambil mengobrol dengan Nasa. Sedangkan Lili masih melototi Vincent.
"Jangan liatin gue terus!"
Di lapangan murid-murid baru saja bubar dari barisan. Padahal sekarang adalah hari rabu. Bukan waktunya untuk upacara. Lili heran dengan situasi di lapangan. Dan juga ada seorang lelaki tegap menyalami guru-guru lain dengan ramah. Di sana juga ada spanduk atas ucapan selamat datang kepada kepala sekolah baru.
Guru penjas mengarahkan Lili dan Vincent ke tengah lapangan untuk berdiri sambil hormat bendera. Ditambah cuaca pagi ini mendukung mereka buat berjemur menjadi ikan asin. Sambil berhadapan Lili menatap Vincent dalam, "Kenapa lo terus-terusan bolos?"
Vincent tidak menyahut. Pandangannya mengadah ke atas. Bulir keringat menetes dari pelipisnya. Sesekali ia menelan ludah, tampak jakunnya naik turun.
"Lo haus?" kata Lili.
"Kalau iya lo mau apa?"
"Mau bilang aja. Soalnya gue juga haus." kata Lili mengatakan supaya Vincent segera membelikannya minuman dingin.
"Tahan aja dulu."
Lili menunduk lemas. Kerongkongannya terasa kering. Ditambah lagi pagi ini belum sarapan. Lili tidak mau pingsan seperti yang sering terjadi saat upacara. Meskipun tidak semuanya yang benar-benar pingsan, hanya untuk menghindari upacara yang berlangsung selama dua jam tersebut.
Dari lantai dua teman-teman sekelas menyoraki mereka yang sedang dihukum. Sambil tertawa dan merekam. Lili malah berpose layaknya model patung yang ada di jalanan kota. Lalu merubah pose lain anak kekinian, jika dilihat dari ponsel yang digunakan anak-anak, wajah Lili tidak tertangkap kamera. Dikarenakan tidak terlalu canggih. Mungki satu atau dua orang yang berhasil menangkap pose Lili yang tidak begitu penting.
Sementara itu seorang lelaki tegap yang cukup tampan untuk seusianya berdiri ditengah hukuman mereka. Tangannya masuk ke dalam saku celana dan berkata, "Kalian boleh masuk ke kelas."
Lili menyeringai sedikit menunduk, "Makasih, Pak."
Lelaki itu mengangguk cepat dan berlalu meninggalkan Lili dan Vincent yang tampak tidak senang dengan hukuman yang dihentikan. Wajahnya masam. Harusnya Vincent mengekspresikannya dengan sukacita.
Vincent merogoh ransel, mengeluarkan dua bungkus roti.
"Habiskan." katanya meletakkan ke tangan Lili.
"Tau aja gue belum sarapan."
Vincent menjauh meninggalkan Lili.
"Lo mau kemana." seru Lili.
Lalu berbalik sesaat. "Beli minum."
Lili tersenyum lalu duduk di tepi lapangan menunggu Vincent kembali. Dari belakang seseorang menempelkan minuman botol di pipinya. Nasa. Duduk disebelah Lili. Baru sehari kenal tapi sikapnya seperti sudah sangat dekat. Lili kaget ketika cowok dari sekolah lain bisa hadir di sekelolahnya. Terlihat dari lambang baju di sebelah kananya.
"Tanya aja apa yang terpendam dihati lo." kata Nasa. Jika dilihat lagi terdapat lesung pipi samar diwajahnya.
"Lo pakai skincare apa?"
Nasa tertawa. Pertanyaan diluar dugaan, "Banyak yang gue pakai."
Lili menatap Nasa heran, "Lo pasti tau apa mau gue tanyakan."
Tidak lama setelah itu Vincent kembali membawa dua botol minuman dan duduk di sebelah Lili. Nasa berdiri ketika guru bimbingan konseling memanggilnya untuk datang ke ruang kepala sekolah.
"Bro." Nasa menepuk pundak Vincent kemudian mengusap kepala Lili yang sudah berantakan sejak awal, berlari mengikuti langkah guru.
Lili dan Vincent lihat-lihatan penuh makna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teka Teki Sepatu
Teen FictionSaat mengetahui pemilik sepatu itu adalah orang terdekatnya. Lili semakin yakin bahwa itu adalah takdir yang diimpikannya. Berkat sepatu itu perasaan Lili akan terjawab melalui cerita ini.