Setelah merasa kenyang Fadel tepar di kursi panjang ruang keluarga. Lili menyalakan tv menonton sinetron remaja yang tayang sore ini. Saat dinyalakan siaran pertama yang muncul adalah berita yang masih sama, perihal demo yang masih berlanjut di kota lain. Vincent merebut remot dari tangan Lili mendengarkan berita sore ini.
"Kalau gitu pinjam hape lo." sambil manyun Lili meraih ponsel milik Vincent di atas meja.
"Hape lo mana?"
"Lagi di cas." Lili kembali memperhatikan berita di tv dan berkomentar, "Lo jangan sampai ikut-ikutan demo lagi."
Lalu membuka ponsel Vincent, mengecek galeri miliknya. Tidak ada yang pribadi di ponselnya. Bahkan chatan cewek saja tidak ada atau hanya sekedar meminta kenalan pun tidak pernah terjadi. Padahal Vincent juga tidak kalah ganteng dari cowok popular di sekolah. Sikapnya yangt cuek dan irit bicara itu yang membuat orang enggan berteman dengannya. Kalau saja Jambang yang menyelimuti wajahnya dicukur pasti Vincent jadi rebutan di sekolahan.
Lili menemukan satu foto berdua dengan Vincent. Foto yang diambil sebelum demo terjadi. Di sini Vincent terlihat keren.
"Kok gak bilang ada foto kita berdua?" kata Lili.
"Kalau gue bilang. Mau apa lo?" jawab Vincent ketus.
Lili mengirim foto tersebut ke ponselnya. Kemudian kembali melihat foto yang masuk ke pesan WhatsApp, memperbesar gambarnya. Ada sesuatu yang mengganjal. Sepatu yang dikenakan Vincent sama seperti sepatu yang ada di kamarnya.
"Pulang demo kemarin lo gak pakai sepatu?"
"Gak. Sepatu gue hilang." jawab Vincent. Kemudian ada jeda sejenak sebelum melanjutkan bicara. "Sebenarnya lo mau nanya apa, sih?"
Kemudian Lili melihat foto lainnya. Di sana juga ada Nasa yang baru turun dari bus. Penampilannya juga menarik, tampak gagah. Seperti BEM dari universitas yang sedang memimpin demo.
"Liat deh ada lo juga disini." Lili memperlihatkan ponselnya.
Nasa melihat lebih dekat. Dia tersenyum. Saat pertama kali turun dari bus ada Lili dihadapannya.
"Gak nyangka gue. Kita udah ketemu sejak demo kemarin." Lili bergumam sendiri.
"Bisa kirim fotonya ke gue." seru Nasa cara lain untuk mendapatkan nomor Lili.
"Nomor lo berapa?"
Setelah mengirim beberapa foto ke Nasa. Lili kembali menekankan kepada Vincent, "Ingat! lo jangan ikutan demo lagi."
Vincent menimpuk wajah Lili dengan bantal. Kemudian berdiri pamit pulang, "Gue balik dulu. Nyokap lo mana?"
"Tidur kayaknya. Nanti gue bilangin."
Vincent membangunkan Fadel dengan kakinya, "Bangun woi. Bangun."
Fadel pun bangun sambil mengelap air liur disudut bibirnya, Keadaannya masih setengah sadar. "Apaan."
"Lo gak pulang." seru Vincent memaksa Fadel berdiri.
Fadel berjalan keluar seperti orang mabuk. Mungkin nyawanya belum terkumpul sepenuhnya. Kali ini Vincent menyerahkan urusan Fadel kepada Nasa supaya diantarkan sampai ke rumah.
Setelah yang lainnya pergi. Lili kembali memastikan sepatu yang dikenakan Vincent saat demo dan yang ada dikamarnya. Sepatunya sama persis bewarna merah, modelnya juga sama dan dipastikan ini adalah milik Vincent. Jika diingat lagi tidak mungkin Vincent berkendara tanpa alas kaki. Lili kembali memperbesar gambar di ponselnya. Sepatu ini persis sekali yang ada di kamarnya. Dengan keyakinan penuh dapat disimpulkan bahwa sepatu itu milik Vincent.
Kemudian Lili mencuci sepatu itu menggunakan sikat gigi dengan sangat hati-hati, sambil membayangkan sepatu ini pernah menimpuk kepalanya. Sakit namun menyenangkan. Selesai mencuci Lili menjemurnya di depan rumah, menggantungnya di atas pagar. Membiarkan tetesan air turun dari sepatu yang pernah menjadi sejarah dalam hidupnya. Sepatu dan demo menjadi kesan tersendiri bagi Lili. Pengalaman yang tidak mau terulang kembali. Rasanya lebih mendebarkan daripada nonton film zombie. Dikejar kejar sampai setengah mati.
Lili kembali masuk ke dalam rumah. Duduk di depan tv sambil mencari sinetron yang sudah tayang hampir seribu episode, jalan ceritanya sudah tidak jelas. Dari mati sampai hidup kembali.
Terlihat ponsel Vincent tertinggal di atas meja. Lili langsung mengambil dan memeriksanya. Aplikasi yang tidak ada di ponsel Vincent adalah akun instagram. Katanya tidak tahu kegunaan aplikasi tersebut. Lili pernah menjelaskan sebelumnya. Namun Vincent tidak berminat sama sekali. Katanya tidak penting 'buat apa kasih tahu ke orang lain tentang kegiatan kita. Itu semuakan privasi.' Perkataann Vincent ada benarnya. Dan yang dilakukan orang lain dengan akun sosmednya juga tidak salah. Tergantung cara penggunaannya. Ada orang-orang yang memang gemar memberitahu apa yang dia punya. Memperlihatkan segalanya sampai tidak ada privasi dalam hidupnya. Yang terpenting di zaman modern ini adalah bisa menghasilkan cuan yang banyak.
Diam-diam Lili membuat akun instagram di ponsel Vincent kemudian memasang fotonya yang paling keren. Sebelum jambangnya lebat seperti itu, wajahnya lebih ganteng daripada sekarang. Seperti semak belukar.
Lili tahu resiko yang akan diterimanya setelah melakukan ini tanpa seizinnya. Folowers pertama tentu saja Lili. Satu-satunya orang yang diikuti Vincent.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teka Teki Sepatu
Teen FictionSaat mengetahui pemilik sepatu itu adalah orang terdekatnya. Lili semakin yakin bahwa itu adalah takdir yang diimpikannya. Berkat sepatu itu perasaan Lili akan terjawab melalui cerita ini.