Fadel segera memburu Lili yang hendak pulang. Di tangga dengan tubuh gempal dia menghadang cewek itu dengan merentangkan kedua tangannya., "Ayo lo gak bisa kemana-mana."
Vincent yang sudah duluan melangkah kembali menaiki tangga melihat gadis itu menjadi tahanan mak comblang yang siap menjodohkannya dengan cowok yang masih menjadi tanda tanya.
"Apa lo-apa lo. Gue mau bawa Lili ketemu sama jodohnya." katanya nyolot kepada Vincent
Vincent juga tidak punya hak buat melarang Lili ketemu sama cowok lain justru dia yang sudah menyarankan Lili buat pacaran dan menjauhinya. Vincent ingin menarik kata-katanya kembali. Apakah mungkin Lili mau mendengarkannya?
"Gue gak ngapa-ngapain cuma pengin ngajak Lili pulang bareng. Kita berdua ada urusan penting." Vincent menarik tangan Lili disela tubuh gempalnya Fadel yang membentang memenuhi tangga.
"Emang kalian mau kemana? Ajak gue dong." serunya mengekor
"Mau diletakin kemana badan gede lo. Gak muat kali." seru Vincent. Sekalinya ngomong pedas
"Benar tuh kata Vincent." Lili berjalan cepat menuruni tangga menuntun Vincent.
"Jangan buru-buru. Gue mau mastiin lo pulang bareng Vincent gak naik angkot."
Lili berusaha menghindar sementara dengan nafas engap-engapan Fadel mengekor dari belakang.
"Lo ngapain pakai ngikut segala." Lili merasa tidak nyaman diawasi oleh Fadel. Menurutnya dia lebih over protektif melebihi kedua orang tuanya.
Dengan nafas terengah-engah Fadel berhenti melangkah dengan wajah yang bercucur keringat, "Berhenti dulu."
Vincent yang tidak tega berhenti membantu temannya duduk sejenak. Bagaimanapun teman terdekatnya cuma Fadel seorang, "Lagian lo kenapa ngikutin kita."
"Ya lo ajak gue kek. Masak Lili terus. Gini-gini gue teman lo juga kali."
"Mau diletakin kemana lo. Motor gue cuma muat dua orang." Vincent ikut duduk sampai pernapasan Fadel kembali normal.
"Lo belikan gue minuman kek Lili. Peka dikit dong jadi orang. Ini semua gara-gara elo." semburnya mengibaskan baju
"Malah salahin gue lagi. Siapa suruh ikut." Lili berbalik menuju kopsis.
Di koridor Lili bertemu Nasa yang sedang bersandar di tembok kelasnya, "Nasa.. Belum pulang."
"Belum. Gue nungguin lo disini." Nasa berdiri mendekat menfokuskan dirinya.
"Nungguin gue. Buat?" tanya Lili tidak merasa punya janji, "Bukannya gue udah bilang mau pergi bareng Vincent."
"Iya. Gue tahu..." sembari menggaruk kepala mencari alasan, "Gue berdiri sambil berdoa semoga lo gak jadi pergi bareng Vincent."
"Emang kenapa?" sambung Lili cepat
"Soalnya gue mau kita pergi berempat." tandasnya. Mengatakan hal yang salah. Seharusnya Nasa cuma mengajak Lili berdua.
"Kemana?" mata Lili membulat, "Mau traktir kita, ya."
"Iya-iya. Mau traktir kalian." sambil manggut-manggut, "Lo mau kemana?"
"Beliin minum buat Fadel. Lagian tuh orang kenapa nyuruh-nyuruh gue. Sebal jadinya." Sambil melangkah ke kopsis
"Berapa kak? Duh uang gue tinggal dua puluh ribu lagi." Dengan berat hati Lili menyerahkan uangnya ke kasir
Nasa juga ikut menyodorkan uangnya, "Saya yang bayarin kak."
Lili menoleh menaikkan dagunya. Adegan itu persis terjadi seperti yang ada di film, "Makasih ya. Lumayan!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Teka Teki Sepatu
Teen FictionSaat mengetahui pemilik sepatu itu adalah orang terdekatnya. Lili semakin yakin bahwa itu adalah takdir yang diimpikannya. Berkat sepatu itu perasaan Lili akan terjawab melalui cerita ini.