Nama Baik

10 3 0
                                    

            Vincent baru saja tiba memasuki lapangan di tengah acara rutinitas setiap jumat, disaat salah seorang murid sedang memberikan pidatonya. Dengan suara bergetar cewek yang berpidato fokus pada catatan kecil ditangannya mengakhirinya dengan salam. Semua murid yang mendengarnya hampir setengah jam tanpa tahu maksud isi pidatonya, bisa bernapas lega. Lirikan kepala sekolah ke arah Vincent membuat Lili takut. Tak sangka kalau Vincent adalah anak dari kepala sekolah Juang. Lili sempat berpikir mungkin Vincent berasal dari keluarga Brokenhome, makanya sering memberontak dan membuat masalah.

Kepala sekolah hanya mengucapkan kalimat singkat dan menyuruh murid yang telat untuk tetap tinggal di lapangan. Semuanya bubar. Kecuali Lili dan Elsa masih betah berdiri diantara murid yang berhamburan menuju kelas. Penasaran apa yang akan terjadi dengan Vincent.

Kepala sekolah berdiri di tengah murid yang telat datang, kemudian memberikan sedikit pencerahan yang mendapat anggukan dari mereka. Selanjutnya mereka diberi hukuman untuk berlari keliling lapangan, sementara Vincent mengikuti langkah kepala sekolah ke ruangannya.

Lili dan Elsa memutuskan kembali ke kelas dan menunggu kabar dari Vincent.

Satu mata pelajaran telah usai. Vincent baru saja masuk ke kelas dan langsung mendapat lirikan sinis penuh umpatan dari teman sekelas. Lili menatap punggung Lona yang menatap iba kearah Vincent dengan tanpang bersalah. Seharusnya dia berpikri panjang sebelum melakukan tindakannya itu. Gara-ara cintanya ditolak, Vincent harus menerima akibat fitnah yang dilakukan Lona.

Bahkan teman sebangkunya pindah karena merasa jijik duduk bersebelahan dengan Vincent. Seperti biasa Vincent akan bersikap cuek, sebelumnya Vincent juga tidak terlalu dekat dengan teman sekelas. Anggap saja Vincent kembali lagi ke dirinya yang dulu. Hidup tanpa berbaur dengan manusia lainnya.

Lili menghampiri Vincent, duduk di sebelahnya. Kemudian tersenyum sok imut untuk menghibur temannya.

Vincent menahan tawa namun masih terdengar, "Pfft..."

"Jadi gimana keputusannya?"

"Gue bakalan putar video ini nanti."

"Iya kapan. Gue gak mau kalau lo difitnah terus."

"Pas kerja kelompok nanti. Kelompok gue yang bakalan tampil pertama. Gue bakalan putar video ini." Kata Vincent yakin.

Ada sedikit ketakutan ketika Vincent mengatakannya. Namun ini demi membersihkan nama baik. Meskipun Lona akan mendapat hujatan, itu sudah menjadi resikonya.

.

.

Pelajaran kedua dimulai. Vincent menjadi moderator dalam kelompok sejarah. Meski sempat mendapat pertentangan dari anggota lainnya. Vincent tidak peduli. Dia harus membersihkan nama baiknya. Supaya mendapat efek jera buat Lona.

Lili memejamkan mata saat Vincent menyalakan videonya.

Semua mata terfokus ke layar, video itu mencengangkan seisi kelas. Umpatan mulai terlontar ke arah Lona yang terpojok atas kebohongannya. Kedua tangannya terkepal gugup melihat situasi kelas. Kemudian tertunduk malu, menutupi wajahnya di atas meja.

Elsa merapikan tasnya pindah ke tempat lain. Membiarkan Lona menyelesaikan masalahnya sendiri. "Sorry gue gak mau lagi temenan sama lo."

Lona mengangkat sedikit wajahnya, menyadari sekarang dia cuma sendirian.

Pelajaran ditunda. Nama Vincent memang bersih dari tuduhan pelecehan namun muncul masalah baru. Vincent mendapat banyak pertanyaan dari teman-teman sekelas perihal korupsi yang dilakukan kepala sekolah.

Vincent lebih memilih diam. Hasilnya sama saja. Tidak ada yang benar-benar peduli. Semua orang hanya terfokus pada kesalahan orang lain. Sementara Lona akan menyelesaikan urusannya ke pihak sekolah.

Gosip baru muncul. Vincent semakin terpojokan. Berharap masalah ini akan segera diatasi oleh Papanya sendiri. Kelas mendadak heboh. Saat video penolakan cinta yang dilakukan Vincent ke Lona tersebar di grup sekolah.

Tak ada yang menyangka sikap Lona akan mebawa dampak buruk bagi dirinya. Padahal Lona bisa saja mendapatkan cowok yang lebih baik dari Vincent. Kenapa harus mengemis cinta?

Murid-murid yang awalnya memandang sinis ke Vincent kini berkumpul dimejanya, memberikan perhatian dan rasa iba. Padahal mereka yang membuat seseorang terlihat menyedihkan bahkan tersiksa dengan berita yang belum tentu kebenarannya.

"Gue mau sendiri." Kata Vincent menyibukkan diri membaca buku.

Lili menatap Vincent dengan bangga. "Teman gue benar-benar hebat."

Vincent terkekeh, "Biasa aja kok. Gosip murahan kayak gitu, bukan apa-apa buat gue."

"Sombong banget. Mungkin kalau gak ada Gue dan Elsa lo pasti masih dfitnah."

"Iya deh. Makasih ya. Entar gue bakalan traktir kalian."

"Serius? Aarrgghh.. Makasih." Tanpa sadar Lili memeluk lengan Vincent.

"Dasar modus!"

Fadel mendadak muncul dengan raut cemberut, "Gue juga mau ditraktir."

"Tenang aja lo. Terserah mau makan apa aja. Gak mungkin dong gue lupa sama pembuangan sampah."

"Nah! Ini baru teman gue." Fadel ikut nimbrung sedikit mencondongkan tubuhnya ke Vincent, "Lo tau kemarin Nasa ngambil kesempatan deketin Lili. Untung aja masalah lo cepat selesai. Kalau enggak, lo bakalan dipepet sama Nasa."

Vincent menoleh ke Lili, "Makasih udah membantu gue menyelesaikan masalah dengan cepat. Gue tahu sebenarnya lo gak mau didekatin Nasa, kan, makanya membantu gue. Gue paham kalau lo gak akan biarkan cowok manapun buat deketin lo. Kecuali gue."

"Idihh. Pede amat lo. Kalau itu si gembul yang kena masalah, pasti gue bakalan bantuin juga.."

"Alah. Tinggal akui aja kalau lo suka Vincent, selesai masalahnya. Lagian kalian ribet banget cuma bilang suka." Fadel memprovokasi keduanya.

"Benar Li?" tanya Vincent.

Lili seakan terjepit diantara situasi yang mencekam, "Gak! Malas ah, tiap hari bahas cinta mulu."

"Entar kalau udah waktunya. Kalian ngomongin nikahan aja." seru Fadel.

Vincent terkekeh, sementara Lili diam seribu bahasa. Kalau sudah membahas hati sangat sulit untuk membantahnya. Apalagi jika yang mengompori Fadel sendiri. Urusannya tidak akan pernah selesai.

Teka Teki SepatuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang