Chapter 4 : Heart beats

84.4K 6.1K 857
                                    

"Untunglah sudah siuman."

Sergio tak punya waktu untuk menghitung berapa orang yang sedang memperhatikannya kini. Yang jelas lebih dari lima orang— sudah termasuk dokter, perawat dan si wanita di kereta api tersebut.

"Tenang, Anak muda. Kau tidak boleh bergerak atau keadaanmu akan semakin parah." Seorang dokter laki-laki paruh baya berkumis seperti Hercule Poirot itu berkata. Yang lain hanya memperhatikan seolah kondisinya kini adalah sesuatu yang baru bagi mereka.

Pandangan Sergio beralih pada sebelah tangannya yang diperban. Rasa nyeri menggelitik seolah berusaha mencuat keluar dari sensasi obat bius.

"Apa ada bagian tubuhmu yang terasa nyeri selain yang di tangan atau di pinggang?" Tanya dokter itu lagi.

"Tidak." Sergio berusaha bergerak walau cukup lemah dan tak berdaya. Sialan.

"Kau harus berkata jujur pada dokter." Syatra berkata tapi Sergio tak menanggapi.

"Jangan khawatir, jika memang tidak ada bagian tubuh lain yang sakit, maka semua baik-baik saja."

"Syukurlah kalau begitu." Sahut Syatra walau ia masih tidak yakin dengan pelayanan rumah sakit jelek ini.

Dokter Hercule Poirot pun kembali memfokuskan dirinya pada Sergio."Beristirahatlah yang cukup jika memang sangat ingin keluar dari rumah sakit." Dia mengecek tekanan darah Sergio lalu memerintahkan perawat untuk memberikan obat yang harus di minum.

Setelah beres, mereka semua permisi keluar dari ruangan tersebut.

Syatra menarik kursi lalu duduk di tepi ranjang Sergio dengan kikuk."Apa benar-benar tidak ada bagian tubuh lain yang sakit?"

Bahkan dengan perban di dahi dan lingkar mata yang sedikit membiru pun ketampanan Sergio sama sekali tidak berkurang. Syatra tak pernah menduga akan kembali berjumpa dengan Sergio setelah berteriak pada dirinya sendiri bahwa ia tak akan membiarkan dirinya bertemu bertemu dengan pria itu lagi.

Sungguh klise kalau dipikir-pikir.

Tapi beginilah kenyataannya. Pagi-pagi setelah Valerian berangkat kerja, Syatra cepat-cepat pergi ke rumah sakit yang jauh dan terpencil untuk menyuntik kontrasepsi— ia tak ingin Eloise yang melakukannya karena Eloise adalah teman Valerian. Suaminya itu tidak boleh tau bahwa Syatra memperpanjang kontrasepsi. Syatra hanya tak mau hamil dulu saat masa depannya saja belum jelas.

Dan tepat saat ia selesai melakukannya, rumah sakit malah dikejutkan oleh seorang pasien tabrakan.

"Ya ampun, apa dia baik-baik saja."

"Cepat tangani dia."

"Ya tuhan. Kuharap dia tidak cedera parah."

"Tabrakannya lumayan parah."

"Tapi wajahnya tidak apa-apa kan?"

Syatra yang baru saja hendak masuk ke dalam mobil pun menoleh pada pria pingsan di atas tandu— ia kenal betul bajunya. Pria itu— pria yang ia tiduri di kereta api. Sejenak Syatra sempat bimbang; masuk atau tidak. Ia ingin kembali masuk ke dalam mobil tapi langkah dan hati ternyata malah menuntunnya untuk kembali ke dalam sana, berjejal dengan perawat-perawat yang wara wiri. Syatra yakin kalau pasiennya tidak setampan Sergio, para perawat disini tak akan seheboh ini.

AFFAIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang