"Sebelumnya kau bersikap dingin dan acuh tak acuh. Tapi sekarang kau membuktikan bahwa kau masih pria normal." Nala tersenyum miring."Mengirimiku bunga dan sekarang berlutut mengobati lukaku. Rayuan yang sangat klasik."
Sergio mendongak hingga ia dapat melihat wajah Nala yang juga tengah menatapnya."Don't get me wrong. Aku tidak akan repot-repot mengobatimu jika luka ini bukan karena bunga yang kukirimkan."
"Lagi-lagi rayuan yang klasik."
"Aku tidak sedang merayumu."
"Oh kau pria yang bertanggung jawab."
"Of course I am, Mrs. Làzcano."
Nala mengerutkan dahinya tipis. "Kau tau nama suamiku?"
"Valerian Làzcano," Sergio berkata."Di kalangan pebisnis, dia terkenal memiliki istri yang cantik jelita."
"Sejak kapan kau tau aku istrinya?"
"Setelah kita melakukan seks di kereta api."
Nala menelan memperhatikan Sergio dengan seksama— mencari-cari jika dia berbohong."Bagaimana bisa kau mengenal Valerian tapi tidak mengenal istrinya? Foto kami sering muncul di majalah dan—"
"Kurasa kau belum seterkenal itu."
"It's kinda weird." Nala tertawa pelan."Aku yakin sebenarnya saat di dalam kereta api kau memang mengincarku. Aku ingat cara kau memandangiku— bahkan si bertender pun menyadarinya. Seperti kau sudah lama ingin tidur denganku."
Kini giliran Sergio yang tertawa. Ia tak menyangka bahwa wanita satu ini punya tingkat percaya diri yang mumpuni.
"Baiklah, anggap saja kau memang tidak mengenalku. Tapi andai saat itu kau sudah, apa kau akan tetap meniduriku?" Tanya Nala lagi.
Sekali lagi Sergio mendongak."Tidak akan pernah."
"Kenapa tidak? Kau tidak tergoda padaku?"
"Aku lebih senang meniduri wanita lajang." Jawab Sergio.
Nala berdeham pelan. Sejenak ia hanya bisa diam dan memperhatikan Sergio yang kini tengah mengoleskan obat di betisnya."Luka ini bukan apa-apa. Aku bisa mengobatinya sendiri."
"Lalu kenapa tidak kau obati dulu sebelum datang kesini?"
"Karena memperingatimu lebih penting dari pada luka kecil ini. Aku bisa saja mendapatkan luka yang lebih parah di rumah itu." Nala berusaha menarik kakinya namun gerakan Sergio menahannya membuat ia kembali berdiri di tempat.
"Are you living with a monster?"
"Kurasa setiap orang punya sisi monsternya masing-masing. Bahkan orang yang terlihat baik sekalipun terkadang monster yang paling jahat."
"Itu kata-kata mutiara ayahmu lagi?"
Sekali lagi Nala menarik kakinya dan sekali lagi pula Sergio menahannya di tempat.
"Diamlah. Aku hanya tidak suka berurusan dan berhutang budi dengan siapapun. Sekecil apapun luka mereka akan kuobati jika memang terjadi karenaku."
Nala meringis saat Sergio mengusap lukanya dengan kain kasa yang sudah diberikan cairan alkohol— sedikit kasar, seolah sengaja menohoknya. Perkataan Sergio jelas bukan bualan semata seperti ucapan-ucapan maut pria hidung belang di luar sana. Ia bahkan menunjukkan sedikit perasaan bersalah walau tidak kentara.
"Even if you are pregnant— like you said, I will take the baby out from your belly."
"Such a good man." Nala memutar matanya jengah lalu kembali bicara dengan nada serius."Kau dengar peringatanku tadi? Jangan lagi mengirimiku sesuatu ke rumah itu."

KAMU SEDANG MEMBACA
AFFAIR
Storie d'amoreLeonelle #1 | Sergio Leonelle dikenal sebagai seorang bandar narkoba yang sedang diintai oleh polisi. Dan sebagai salah satu agen yang ditugaskan dalam misi tersebut, Nala akan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan yang dia inginkan yaitu m...