Sebuah kantong mayat tergeletak di tanah.
Sergio berjongkok dengan mata mengkilap dan rahang menegang. Jemarinya yang kaku bergerak membuka penutup untuk memastikan. Dan rahangnya semakin mengeras saat wajah pucat dan kaku milik Rodolfo terpampang di hadapannya.
"Kapan?" Tanya Sergio dalam sebuah geraman.
"Tadi malam," Jawab Julio."Dia tertembak dalam perjalanan ke bandara."
"Kau baru memberitahuku sekarang?"
"Mereka baru menemukan mayatnya tadi pagi. Aku sudah menghubungimu beberapa kali tapi sepertinya kau sedang sibuk memanjakan seseorang."
Kemarin Rodolfo sempat berpamitan pada Sergio untuk pulang ke Rusia karena ingin merayakan natal bersama ibunya. Tidak ada yang menduga bahwa hari itu akan menjadi kali terakhir mereka berbicara. Sergio menutup kembali kantung tersebut lalu berdiri dari sana. Tatapan tajam penuh kemurkaan dan kesedihan ia tujukan ke segala arah demi menyembunyikan rasa pilu yang berkobar di balik matanya.
Suasana hening, hanya ada kicauan burung camar dan riak air sungai di sekitar. Sergio berjalan mondar mandir dalam gerakan pelan, mencoba menetralkan emosi yang meledak di dalam kepalanya. Rodolfo adalah sahabat sekaligus orang yang ia percaya— yang lebih banyak mengatur bisnis bersih alih-alih membantu menangani hal-hal berbahaya.
"Siapa pelakunya?"
"Mungkin saja Licarde, mungkin saja polisi. Kita belum tau pasti."
"Sekarang sasarannya bukan kau lagi. Hanya tinggal tunggu kapan mereka datang untuk menghabisi wanitamu. Aku pun menunggu hari itu tiba." Kata Julio dingin dan detik itu juga ia mendapatkan tatapan tajam dari Sergio.
"Kita habisi saja si Licarde ini." Kata John, matanya mengerjap, menahan air mata kesedihan. Kehilangan seorang teman memang bukan perkara mudah— bahkan untuk orang-orang seperti mereka sekalipun.
"Jangan asal mengambil tindakan," Kata Sergio."Biarkan tangan lain yang akan melakukannya."
"Apa maksudmu?"
Dalam situasi seperti ini, Sergio memilih untuk tidak banyak menjelaskan. Ia hisap rokoknya dalam-dalam seolah dapat mengurangi amarah yang sedang mendera.
"Licarde mencuri hampir lima ratus kilogram kokain dari kartel kita. Seandainya dia tidak membunuh Rodolfo pun perbuatannya patut dihadiahi sebuah kematian." Julio berkata lagi sedangkan John memilih untuk menjauhi mereka berdua.
"Sekarang yang perlu kita lakukan adalah berhati-hati dan diam. Kita tidak perlu ikut-ikutan dalam perang antara Licarde dengan kepolisian. Harus berapa kali lagi kuperingatkan agar jangan terlalu reaktif?"
"Bajingan itu menginginkan perang dengan kita," Kata Julio dengan nada sedikit tajam."Ratusan kilogram kokain milik LNL dimusnahkan oleh DEA. Padahal kita sama sekali tidak terlibat dalam transaksi dengan Jade Corelise— si politikus yang tertangkap. Licarde sengaja memasang perangkap."
"Trave Licarde tidak menginginkan perang dengan kita," Tegas Sergio tajam."Dia ingin kita berperang dengan polisi. Dan aku tidak akan pernah mewujudkannya, jangan lakukan apapun. Kita cukup menonton dari jauh."
"Bagaimana kalau Licarde bekerja sama dengan polisi?"
"Tenanglah."
"Kita tidak seharusnya tenang, lima ratus kilogram bernilai jutaan dollar dan satu nyawa teman kita tidak dapat dibayar dengan apapun selain nyawa bajingan itu sendiri."
Mata Sergio terpejam meskipun bibirnya menyesap rokok dalam-dalam dan tubuhnya masih bergerak mondar mandir disana.
"Aku yakin mereka sebenarnya sedang menargetkanmu, polisi-polisi itu." Lanjut Julio.
KAMU SEDANG MEMBACA
AFFAIR
RomantizmLeonelle #1 | Sergio Leonelle dikenal sebagai seorang bandar narkoba yang sedang diintai oleh polisi. Dan sebagai salah satu agen yang ditugaskan dalam misi tersebut, Nala akan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan yang dia inginkan yaitu m...