Sergio tertawa pelan sambil berjalan kembali ke tempat semula, mengambil pistol milik Nala yang tergeletak disana kemudian mendaratkan tubuhnya duduk di kursi sambil mengeluarkan seluruh sisa amunisi yang ada di dalam pistol jenis FN Five-SeveN tersebut ke tangannya.
"5,7 x 28 mm, produksi FN Hestral," Sergio mengamati sebuah peluru."Polisi, pasukan anti teroris, dan militer di lebih dari 40 negara menggunakan peluru ini." Bola mata Sergio beralih pada Nala kini."Dan yang ini, SB193 subsonic. Hanya dipakai oleh Badan Intelijen Negara Amerika Serikat."
Dalam posisinya yang duduk bersandar di kepala ranjang, Nala mendapati Sergio juga bersandar pada kursi dengan tatapan tidak terbaca sama sekali. Jika dia tidak menyetujui negosiasi ini, Nala tidak tau harus menyerangnya dengan cara apa lagi.
"Kau bukan agen pertama yang datang kepadaku, Nala." Sergio memasukkan peluru-peluru itu kembali ke dalam selongsongnya."Saat mereka datang, aku selalu dalam keadaan tidak bersenjata. Seperti sekarang. Sehingga mau tak mau harus kugunakan peluru ini untuk menembak."
Nala berusaha untuk tidak terkesiap saat Sergio mengarahkan pistol tersebut ke arahnya.
"Seberapa terpukul kau jika kuledakkan kepalamu menggunakan senjatamu sendiri, Nala?"
"Seperti kataku, membunuhku pastilah menjadi hal terakhir yang akan kau lakukan."
"Jika kau cukup yakin dengan itu, kenapa kau melakukan negosiasi?" Sergio mengangkat alisnya tipis.
Perkataan Sergio menohok Nala cukup keras dan ia tidak pernah suka menjadi kalah seperti ini. Tanpa sadar tangannya mencengkram sprei kuat-kuat.
"Orang bernegosiasi saat mereka frustasi dan sudah tidak menemukan titik terang."
"I am not frustated," Balas Nala."Aku sedang membuat masalah ini lebih mudah untuk kita berdua."
"Apakah menurutmu masalah ini menjadi lebih mudah setelah tindakan impulsif yang kau lakukan?"
Nala membuang wajahnya dengan rahang mengeras.
"But, you are right," Sergio meletakkan pistol tersebut di atas meja dengan sangat santai seolah tidak takut sama sekali jika Nala tiba-tiba melompat untuk merebutnya."Membunuhmu adalah hal terakhir yang akan kulakukan karena selama ini belum ada satu agen pun yang lebih menarik darimu."
"Berapa banyak agen yang pernah berurusan denganmu?"
"Sebelum kau, ada satu pria. Mantan supirku."
"Kau membunuhnya?"
"Tidak," Jawab Sergio."Seorang agen yang tewas saat menjalankan misi akan dianggap sebagai pahlawan yang berjasa. Aku tidak berencana memberikan kehormatan semacam itu pada orang yang terobsesi menghancurkanku."
"Lalu apa yang kau lakukan padanya?"
"Mengirimnya pulang ke Badan Intelijen Negara." Jawab Sergio."Untuk dilenyapkan."
Tubuh Nala reflek berdesir aneh saat bola mata Sergio menatapnya penuh kemenangan. Lagi-lagi ia dibuat terkejut dengan taktik pria ini.
"Ah ya, mengenai ibuku, aku memang ingin mengenalnya, tapi bukan itu tujuan utamaku." Sergio menepuk pahanya lalu berjalan duduk di tepi ranjang untuk menatap Nala lebih dekat."LNL adalah organisasi yang sudah melahirkanku dan aku tidak akan menukarnya dengan apapun."
"Aku tidak pernah menyangka ibumu adalah seorang agen sebelum kulihat fotonya di Black Map." Perkataan Nala tidak membuat Sergio mengubah ekspresinya sama sekali."You've got your mother eyes. Seperti lelehan coklat panas. Saat melihatnya aku langsung mengingatmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
AFFAIR
RomanceLeonelle #1 | Sergio Leonelle dikenal sebagai seorang bandar narkoba yang sedang diintai oleh polisi. Dan sebagai salah satu agen yang ditugaskan dalam misi tersebut, Nala akan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan yang dia inginkan yaitu m...