Tidak menghiraukan Jamie, tangan Sergio kembali mengisyaratkan bartender untuk membawanya botol yang baru. Sang bartender pun menuruti setelah menghela napasnya.
"Apa kau berencana menghabiskan seluruh botol bourbon yang ada di dalam bar ini?" Tanya Jamie.
"Aku sudah memperingatinya untuk berhenti." Kata si bartender."Anda harus tau bar ini bukan jenis bar dimana Anda bisa mabuk-mabukan dan terkapar di lantai."
"I know, I know," Sergio berdecak malas sembari mengibaskan tangannya."Just shut the fuck off, can't you? Aku tidak akan terkapar di lantai."
Si bartender mengangkat kedua tangannya tanda menyerah sebelum kembali ke belakang. Sergio yang baru saja hendak menenggak bourbon tersebut mendadak tangannya ditahan oleh tangan yang lain.
Jamie yang memandangi jumlah botol kosong di atas meja pun hanya bisa berdecak."Ck! Kuat juga kau sudah minum sebanyak itu dan masih belum benar-benar teler."
"Mungkin masih belum cukup banyak." Kata Sergio sembari mengangkat botolnya tetapi lagi-lagi ditahan oleh pria bermata abu-abu terang itu.
"Sudahlah, hentikan. Nanti kau malah merepotkanku jika pingsan."
"Apa yang membawamu kesini di tengah malam buta?" Sergio menoleh pada Jamie.
"Mungkin rasa frustasi yang berlebih."
"Frustasi oleh?" Sergio ingin terkekeh namun tidak ada suara yang keluar selain geraman pelan akibat efek alkohol yang mulai menyerbu aliran darah dan saraf sadarnya.
"Ayolah, jangan bicara tentang aku sekarang karena pertanyaanmu lebih terdengar seperti sebuah ejekan. Kau tau betul bahwa kau adalah satu-satunya bajingan yang tidak berhenti membuatku frustasi. Bahkan saat kau berada di hadapanku dengan kondisi tak berdaya seperti ini pun aku tidak bisa berbuat apa-apa."
"It must be so frustated." Olok Sergio.
Jamie mengerang sembari menuangkan alkohol ke dalam gelas kecil yang kosong."Aku lelah dan merasa sudah menjadi polisi yang tidak kompeten."
"Mungkin masalahnya bukan karena kau yang kurang kompeten," Sergio berkata tanpa menoleh."Tapi tentang keyakinanmu. Sepertinya kau tidak benar-benar yakin ingin menangkapku."
Jamie harus menghembuskan napasnya kasar."Hari itu, saat kau datang ke rumahku di Barcelona dan bicara omong kosong soal membersihkan rumah sendiri sebelum membersihkan negara, aku sedikit terganggu. Terus terang saja, aku menyadari apa yang kau ucapkan ada benarnya. Tapi perbuatanmu juga tidak ada benarnya."
Sergio diam saja. Selain efek alkohol yang semakin menggila, ia tau Jamie belum selesai bicara.
"Aku sudah berada di kepolisian hampir tiga puluh tahun. Sebelum kau lahir," Jamie menghela napasnya."Aku sudah tau betul seperti apa cara kerja kami dan cara kerja penjahat seperti kalian. Ayahmu dulu gemar menyuap para polisi dengan nominal yang sangat fantastis."
Dari ekor matanya Sergio dapat melihat Jamie mengerang sembari meneguk minumannya seperti orang yang sudah tidak minum selama satu bulan.
"Aku mencoba bertahan dan tetap pada prinsipku. Tapi nyatanya aku sudah mengabdi pada orang yang tidak berbeda dari penjahat. Kata-kata Artasy hari itu masih terngiang-ngiang di benakku; orang yang menyimpan bangkai tidaklah lebih busuk dari bangkai itu sendiri."
Kali ini Jamie mengeluarkan geraman marah. Dan sekali lagi Sergio meneguk sisa minuman. Kepalanya benar-benar terasa berat. Mendengar ocehan dari Jamie bukan ide bagus saat ini.
"Sial, katakan sesuatu. Aku sudah bicara panjang lebar." Umpat Jamie.
"Tidak ada yang menyuruhmu bicara panjang lebar." Sergio berkata setengah sadar— atau memang dia masih sadar. Entahlah."Sebaiknya jangan coba-coba sok keren dengan minum-minum di bar jika tidak kuat."
KAMU SEDANG MEMBACA
AFFAIR
RomanceLeonelle #1 | Sergio Leonelle dikenal sebagai seorang bandar narkoba yang sedang diintai oleh polisi. Dan sebagai salah satu agen yang ditugaskan dalam misi tersebut, Nala akan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan yang dia inginkan yaitu m...