5. Sayang

60 51 112
                                    

Seperti yang telah di bilang oleh cowok tadi dirinya sudah berdiri di dekat pintu kelas Oo dengan bersedekap tangan di depan dadanya. Siswa dan siswi yang keluar kelas saling bertanya-tanya apa yang sedang dilakukan cowok tampan itu di depan kelas senior saat ini.

"Gue gak salah lihat nih? Adek kelas di depan ruang kakak kelas?" Siswi yang baru saja keluar dari kelasnya menatap Abram dengan heran. Temannya bergidik tidak tahu. Mereka melanjutkan langkahnya untuk pulang.

Banyak dari mereka yang saling bertanya bingung. Siapa yang ditunggu dan apa urusannya?

Abram setia menunggu Oo di depan kelasnya walaupun rasanya pegal di kaki. Waktu yang di tunggupun tiba. Akhirnya penantian menunggu Oo keluar kelas ia dapatkan. Namun, dari sepanjang murid yang keluar tidak ada Oo sama sekali.

Matanya menangkap Au dan juga Gaffi yang baru saja keluar. Niatnya ingin bertanya dimana keberadaan cewek itu dengan menyingkirkan ego yang ia miliki saat ini.

"Tau cewek tadi gak?" Abram mengeluarkan suara yang membuat Au dan Gaffi berhenti melangkah dan melihat Abram.

"Tanya kita?" Gaffi menaikkan alisnya meminta penjelasan.

"Iya. Tau gak?"

"Kenapa lo nyari dia. Ada urusan apa?"

Au menyenggol lengan Gaffi meminta cowok itu diam dulu. Memang sudah bukan hal yang baru ketika melihat Gaffi bersikap seperti itu. Masa lalu cowok itu tidak jauh berbeda dengan kakaknya yaitu Davyn. Namun, demi bisa membuat Au nyaman Gaffi memilih untuk bersikap biasa dan meninggalkan masa lalunya yang buruk itu.

"Gue udah bilang tadi mau nganterin dia pulang," jawabnya singkat.

"Dia udah pulang dari tadi. Katanya sakit perut."

"Udah lama?"

"Baru beberapa menit yang lalu dia keluar kelas lebih dulu," Au mencoba memberikan informasi sesuai dengan apa yang dirinya ketahui.

Abram mengangguk paham dengan ucapan Au. Ekor matanya menangkap Gaffi yang memperhatikan dirinya dengan begitu tajam.

"Ngapain liatin gue kayak gitu?" Abram tampak tidak senang jika ada yang memerhatikannya dengan tatapan seperti itu. Sebisa mungkin ia hindari karena bisa memancing emosinya.

Gaffi tidak menjawab dan hanya menaikkan sebelah alisnya. "Lo gak suka sama gue?" Tampaknya Abram tidak bisa santai menghadapi Gaffi.

"Gue gak bilang gitu." Gaffi kembali mencoba memutar ingatannya seperti tidak asing dengan wajah cowok di depannya ini. Au hanya diam memperhatikan keduanya.

"Lo pindahan dari sekolah mana?" Gaffi bertanya pada Abram.

"Penting?"

"Gak maksa."

Abram melangkah jauh meninggalkan mereka berdua yang masih setia berdiri di depan kelas.

"Kunci pintunya dulu Gaffi," ucap Au.

"Kamu kenal apa gimana sama cowok itu?" Au penasaran dengan sosok itu karena tidak memiliki raut ketakutan di wajahnya.

"Gak. Cuma sekedar tau aja," ucapnya. Dirinya masih sibuk mengunci pintu. Setelah selesai ia langsung menggandeng tangan Au ikut segera pulang. "Ayok, nanti keburu kakak kamu nungguin kita lama," ucapnya.

"Iya."

Sepanjang jalan Au masih memiliki beban di pikirannya. "Gaf? Daripada aku penasaran jadi aku tanya sama kamu," ucapnya.

Mereka berjalan beriringan. "Apa?"

"Kamu kenal dia?"

"Orang. Udah gak usah di pikirin dulu sekarang kita pergi aja dulu."

Cerita Cinta Oline Melandrino (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang