56. Rumah Sakit

8 9 0
                                    

"Yang selalu ada akan membuat kita nyaman. Berbeda dengan yang memberi kepastian tanpa selalu ada."

***

Sepulang sekolah setelah menyelesaikan ujian di hari keduanya Oline datang ke rumah sakit bersama dengan Abram. Cowok itu dengan kekeh mengajak Oline untuk berhenti terlebih dahulu di sebuah supermarket untuk membeli beberapa buah-buahan untuk papanya.

"Bawain kek ini buahnya. Harusnya lo itu yang baik sama calon suami," celetuk Abram yang dengan bibir tidak berhenti mengoceh seraya tangan yang membawa keranjang buah. "Pegel tangan gue," keluhnya.

"Ngoceh terus!" Oline dengan tidak acuh meninggalkan Abram yang berjalan di belakangnya. "Buruan! Nanti gue mau belajar buat ujian besok!"

Dengan menghela napas berat Abram mengikuti langkah sang pacar masuk ke dalam ruangan itu.

Ruangan yang di dominasi dengan warna putih dan bau menyeruak akan obat-obatan itu membuat Abram sedikit menutup hidungnya. "Baunya bikin mual," lagi-lagi ia mengeluh akan suatu hal.

"Selamat siang, calon papa mertua," sapanya dengan senyum manis.

"Siang."

Berbeda dengan Oline yang sudah melempar tasnya ke sofa dan berjalan menghampiri papa-nya. "Papa udah baikan?"

"Udah."

"Kenapa sih, papa nggak mau cerita sama Oo perihal korupsi itu? Bahkan, Oo lihat banyak banget data yang di manipulasi." Oline tampak meredakan emosinya. "Papa harusnya bilang supaya Oo bisa bantu. Lagian orang itu udah masuk penjara!"

Rino tersenyum melihat anaknya ini. Satu-satunya anak perempuan yang sejak lama ia inginkan, kini telah tumbuh menjadi gadis yang cantik. "Papa nggak mau ganggu waktu belajar kamu. Gimana ujiannya?"

Mendengar pertanyaan itu Oline sedikit kikuk sendiri. Kalau jujur pasti papa-nya akan merasa kecewa padanya, tapi kalau bohong pasti jauh lebih menyakitkan saat nanti terbongkar. Pikirannya sangat runyam saat ini.

"Ujiannya lancar, pa." Bukan Oline melainkan Abram yang menjawabnya. Oline menyernyitkan keningnya melihat Abram dengan waspada. Otak cowok itu tidak dapat di prediksi.

Abram tersenyum dengan duduk di sofa seraya mengamati wajah cantik pacarnya. "Bahkan di hari pertamanya Samyang, ngajak temen sekelasnya buat shalat Dhuha dulu. Terus dia juga lancar banget belajar dan ngerjain soalnya." Oline tercengang mendengarnya.

Rino tersenyum mendengar hal itu. "Itu tandanya kalian pacaran sama sekali tidak mengganggu waktu belajar kan?" Abram menggeleng dengan yakin. "Saya tau gimana rasanya kehilangan sosok yang begitu ingin melihat saya sukses tapi belum sempat melihatnya sudah pergi. Jadi, saya mau Samyang bisa sadar semua itu dan jadi makin rajin belajarnya."

Penjelasan Abram membuat Rino tersenyum dan menatap jahil ke arah putrinya. "Nah, kalau cari pasangan kayak gini. Jangan malah nyari yang berandalan apa itu anak geng motor nggak jelas!"

Hati Abram mengelola mendengarnya. Apa ini akan menjadi salah satu tantangan terbesarnya selanjutnya?

"Papa aja nggak pernah marahin kak Loren waktu dia ketawan balapan! Masa sih, Oline di marahin? Terus asal papa tau, kalau Abram juga anak gang motor!"

Cerita Cinta Oline Melandrino (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang