19.Abian

16 23 1
                                    

Rumah sakit. Disinilah Abram berada saat ini. Setelah pulang sekolah ia tidak sempat menggoda calon pacarnya melainkan langsung ke rumah sakit untuk menemui ibu hamil kemarin. Perasaannya masih sedikit gugup karena jujur baru sekali dalam hidupnya melihat wanita melahirkan.

"Gue nggak percaya udah pernah bantuin orang lahiran," gumamnya sembari berjalan menuju ruangan ibu kemarin.

Semalam ia dan polisi itu langsung memesankan sebuah ruang untuk ibu itu dan segera melunasi semua administrasinya. Bukannya apa tapi mereka merasa kalau sudah kewajiban sesama untuk saling membantu. Untung saja mereka dari kalangan berada.

"Gue nanti bakal diapain ya?" Abram tidak bisa mengontrol rasa takutnya saat ini. Kalau banyak yang Jakut melihat Abram, maka mereka belum tau bagaimana sifat aslinya hang mirip anak kecil. "Gue belum jadian sama bidadari ogeb!"

"Polisi kemarin dateng juga-kan? Awas aja kalo nggak dateng gue amuk tu orang!" Abram terus mengumpati polisi yang kemarin bersamanya. Sungguh, tidak bisa dibiarkan begitu saja jika dirinya bertemu kembali. "Gara-gara dia gue kena omel sama Momo!"

Sesampainya didepan ruangan itu Abram merasa sedikit lega pada hatinya ketika melihat seorang dengan tubuh kekar tentunya dengan tatapan yang sulit diartikan. Terkadang tersenyum, dan terkadang jutek minta ampun. Tidak bohong Abram ketika melihat senyum pria itu karena sangat manis.

"Sumpah tu orang ganteng mana senyumnya manis banget lagi," gumamnya memperhatikan wajah polisi itu dengan heran. "Pakai seragam tugas aja gagah banget. Ternyata kalau nggak pakai seragam tugas tetep ganteng."

Abram mendekat ke arah polisi itu dan berusaha menghilangkan kegugupannya. Kejadian malam itu sangat membuatnya trauma terhadap darah.

"Tekat 2 menit 30 detik."

Buset! Abram yang baru saja sampai langsung kena mental guys.

"Cuma 2 men-"

"Cuma?" Polisi itu menaikkan sebelah alisnya.

Pria itu tidak menggunakan seragam dinasnya dan hanya memakai baju kaos hitam polos dengan celana jeans serta topi yang menutupi rambutnya. Terlihat elegan dan sangat casual sekali gayanya. Tidak bisa dipungkiri Abram saja terpesona.

"Maaf, pak."

Pria itu hanya berdeham.

"Nama bapak siapa sih? Nggak enak saya manggil pak mulu!"

"Siapa suruh manggil saya pak?"

Buset dah! Abram mengumpat dalam hatinya.

"Yaudah kakak aja gimana?" tanya Abram.

"Tidak terlalu buruk."

"Sumpah! Kalau lo bukan polisi udah gue ceburin ke empang mang Koko!" batin Abram menjerit sekuatnya.

"Emangnya nama kakak siapa?" ulang Abram.

"Ian."

"Nama lengkap?"

"Iannone Axel M-"

"Permisi?" Suara itu mengalihkan perhatian mereka. Terlihat seorang wanita dengan stetoskop yang menggantung di lehernya dan menggunakan jas berwarna putih. "Apakah kalian keluarga dari ibu Hana?"

Keduanya saling menatap seolah mencari jawaban. "Hana siapa dok?" tanya nya.

"Ibu hamil yang kalian bawa semalam."

"O!" Mereka berdua hanya membuka mulut dan membentuk huruf o.

Dokter tadi hanya menggeleng pelan melihat tingkah keduanya yang aneh. Tadi, ia mendengar perdebatan kecil diantara keduanya, namun kini tertegun melihat aslinya.

Cerita Cinta Oline Melandrino (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang