48. Pulang

8 9 0
                                    

"Kenangan manis tidak akan pernah pudar, terlebih bersama dengan orang yang manis seperti dirimu." -Lorenzo Agha Melandrino.

***

"Sebuah pelajaran bagi kita, tidak semua yang hidup di desa akan tertinggal. Namun, terkadang semangat menuntut ilmu jauh lebih besar, karena ingin mengangkat derajat keluarganya." -Oline Melandrino.

***

"Keluarga yang kaya tidak menjamin anaknya akan hidup bahagia." -Abram Denando.

***

"Melupakan jauh lebih baik daripada menjauhi dan tak pernah kembali melihatnya." -Satya.

***

Rombongan Oline sudah bersiap untuk pulang dan telah rapi, lalu mereka berjalan menuju Risa dan keluarganya yang masih setia menunggu di depan rumahnya.

"Kita mau pamit dulu, ya, pakde, bude? Makasih, sudah mau menerima kedatangan kamu kesini," ujar Loren dengan ramah dan tersenyum.

Sedangkan, dengan kompak keempat orang di sampingnya memasang wajah hendak muntah melihat wajah Loren yang berubah drastis.

"Caper di depan camer," bisik Semesta tak tau diri kepada ketiga orang di sampingnya. Tentu saja ketiga orang itu mengangguk setuju akan ucapan dari Semesta. "Kalau bobrok kayak gue pasti langsung di blacklist!"

"Kelakuan lo kayak Buto!" Oline tak segan mengejek Semesta. "Muka lo jauh mirip sama simpanse si," tambahnya membuat wajah Semesta menahan amarahnya.

"Terima kasih, karena sudah mau berkunjung. Saya tidak melarang jikalau nak Loren mau menjalin hubungan bersama Risa, tapi pesan saya satu, jangan pernah sakiti dia. Karena bagi kami, Risa jauh lebih berharga dari harta manapun."

"Iya, pak."

Satya menyenggol lengan Loren dan meliriknya sekilas untuk mengizinkannya berbicara. "Pak? Kamu mau pamit terlebih dahulu, karena besok masih ada yang harus sekolah. Terima kasih, untuk semuanya. Kami pamit," ucap Satya.

Cowok itu langsung menyalami tangan bapaknya Risa dan juga beberapa orang disana. Tak luput dengan Risa yang masih terdiam. Semua sudah menyalami, kini tinggal Risa yang belum Loren Salami.

"Lo beneran mau?" Risa mengangguk dan tersenyum. Lalu, hati Loren bagaikan di hantam sebuah berlian hang begitu berharga hingga tak tau harus bagaimana lagi mengekpresikannya.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatu," ujar mereka serempak.

Mereka masuk ke dalam mobil dan segera melaju untuk segera sampai di Jakarta.

***

Butuh waktu beberapa jam hingga akhirnya mereka sampai di rumah. Tampaknya Navya terlalu kecapekan hingga tertidur dan beberapa dari mereka yang masih sibuk berceloteh ria.

"Masuk ke dunia polusi," gerutu Oline.

"Oo komen mulu! Capek gue dengernya," sungut Semesta.

Oline melirik Semesta tajam. "Mulut gue kenapa lo sewot?"

"Serah gue! Emang kalau mau ngomong harus izin dulu sama lo?"

Cerita Cinta Oline Melandrino (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang