55. Alasan

17 10 17
                                    

"Kalau suka bilang, kalau nggak suka ya, bilang. Jangan suka dan nggak suka terus kamunya nggak bilang. Sakitnya nggak berdarah, tapi berujung sesak di dalam dada."

***

Kalau boleh memilih, mungkin Abram akan langsung minta lulus saja dari dunia sekolah ini. Hari yang selalu menyenangkan sebelumnya kini berubah seketika saat diminta untuk praktek shalat jenazah. Bukan hal yang sulit, tapi akan terasa sulit jika kita takut. Abram menguatkan dirinya terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam masjid untuk praktek.

Takutnya bukan tanpa alasan. Abram akan teringat kembali akan kejadian yang belum bisa sepenuhnya ia lupakan, bahkan tidak akan lupa seumur hidupnya. Kepergian orang tua dan adiknya begitu membuat sakit dan sedikit ketakutan di dalam dirinya. "Gue harus bisa lewatin semua ini. Jangan terbelenggu dengan masa lalu yang bisa menghambat masa depanmu."

"Lo kuat!" Abram menyemangati dirinya sendiri. Namun, matanya masih mencari sosok tercintanya yaitu Oline. Cewek itu janji akan bertemu dengannya dan menjelaskan segalanya tentang kejadian yang kemarin terjadi.

"Abram?" Mendengar namanya di panggil membuat Abram langsung menghela napas berat dan melangkah ke dalam.

Dilihatnya sebuah patung manekin yang sudah tertidur telentang di atas lantai itu. Saat ingin menatapnya, bukan patung yang pertama kali ia lihat, akan tetapi makhluk yang membuatnya langsung kesal. "Ngapain lo disini?"

"Harusnya gue yang tanya sama lo! Sopan dikit sama kakak kelas," sombong orang yang di tanya Abram.

Bola mata Abram merotasi dengan malas melihat objek tersebut dan juga malas mendengar suaranya. Tiba-tiba saja Abram mendengar suara segerumbulan anak kelas 12 yang ikut masuk ke dalam masjid tersebut. Kebingungannya bertambah menjadi berkali-kali lipat.

"Banyak banget astaga," umpatnya pelan.

Mata Abram melirik ke guru agamanya yaitu Bu Juni. "Kok banyak banget Bu? Bukannya mereka lagi ada ujian ya?" Bu Juni langsung mengangguk dan tau apa yang ingin di tanyakan oleh muridnya ini. "Mereka mau shalat Dhuha sebelum ujian. Berhubung begitu, kamu imamin mereka shalat terlebih dahulu dan dilanjut ambil nilai shalat jenazah."

Mulut Abram membuka terkejut dengan ucapan Bu Juni. "Gue harus jadi imam?!"

"Terus lo ngapain disini?" tanya Abram pada cowok yang memakai kacamata dan menatapnya tidak suka. "Bolos pasti."

"Enak aja! Gue kelas 12 dan mau shalat Dhuha. Gue masih kesel sama lo, gara-gara jadian sama cewek hang gue suka."

"Salah siapa lo nggak bisa penuhin syaratnya?" Abram menaikkan sebelah alisnya menatap cowok itu dengan tajam. "Asal lo tau, gue suka sama tuh cewek jauh sebelum lo kenal sama dia. Mau lo berjuang sekuat jiwa dan raga, kalau bukan jodoh lo nggak akan pernah bisa bersatu."

"Kalau nggak ada lo, pasti gue yang jadi pacarnya."

"Samyang itu pacar gue dan nggak ada yang bisa ambil dia dari gue!"

"Menengo lambe mu cah! Mumet sirahku ngerungokne bacot mu wong!"

"Kalau mau ribut sana!" Oline datang dengan berkacak pinggang melihat keduanya yang sedang beradu argumen. "Lo juga Doni! Nggak usah ungkit masa lalu lo yang selalu gue tolak! Lagian gue udah punya pacar."

Cerita Cinta Oline Melandrino (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang