15. Tragedi

16 24 1
                                    

Jam telah menunjukkan pukul setengah sebelas malam, tak membuat Oo dan Loren ingin pulang sekarang. Setelah, lama seperti orang hilang sudah dipastikan tingkah gila mereka meningkat. Bukannya mengabari temannya kalau sudah sampai mereka malah dengan asyiknya menikmati mie tek-tek yang berada di dekat jalan.

"Bang? Banyakin kolnya," pinta Loren.

"Bang? Telurnya dua punya saya," ujar Oo dengan senyum. Ia kembali fokus pada ponselnya lagi dan memperhatikan beberapa foto yang sudah ia ambil tadi.

Selama mereka kebingungan, Oo menikmatinya dan malah sibuk membidik objek sesukanya dengan alasan gabut.

"Lo yang bayarkan bang?" sindir Oo dengan sengaja ingin melihat abangnya kesal. "Hm."

"Serius?" tanyanya tidak percaya. "Gue boleh nambah lagi yang banyak dong kalau lo yang bayar?"

Bukan Oline namanya jika tidak memanfaatkan bank berjalannya dengan baik. Mendapat gratisan dari abangnya tentu membuat jiwa not akhlak muncul seketika. Bagaimana tidak? Jarang-jarang abangnya mentraktir seorang cewek cantik cetar membahana yang melebihi badai salju dan tsunami ini.

"Adik nggak ada akhlak!" umpat Loren. Tapi, senyumnya seketika terbit dari ujung bibirnya. Ia segera berbalik menoleh ke arah adiknya itu dengan horor ditatap Oo. "Tapi, lo jangan ganggu pacar gue lagi!"

Mendengar permintaan kakaknya tentu membuat Oo mengurungkan niatnya untuk minta di traktir kakaknya. Pasalnya ia tidak pernah suka dengan cewek yang mendekati kakaknya yang memiliki ketampanan dibawah rata-rata standarisasi miliknya.

Oo menggelengkan kepalanya. "Nggak mau! Cewek yang mau deket sama lo itu nggak bener semua!" tekannya dengan yakin.

Terkadang hal itu membuat Loren bingung di buatnya. Sebenarnya yang ingin menjalin hubungan itu dirinya atau adiknya? Kenapa malah adiknya yang malah rempong mengenai masalah hubungan percintaannya.

Jika, dulu Loren yang suka mendekati cewek, maka berbanding terbalik saat ini yang malah ia dikejar para cewek. Semuanya langsung mundur secara perlahan ketika mengetahui Oo adalah saudaranya. Aura milik Oo begitu kuat untuk orang yang mendekati kakaknya.

"Apa sih mau lo? Heran gue asli!" jujur Loren yang tidak paham dengan jalan pikir adiknya ini. "Semua cewek ngilang setiap tau lo dan deket sama lo."

"Mereka nggak kuat sama aura psikopat gue," balasnya santai. "Lagian kenapa kabur? Emangnya nanti kalo lo nikah, istri lo bakalan selalu kabur gitu waktu ngeliat gue? Emang gue setan?"

Ditengah obrolan mereka penjual mie tersebut menyerahkan dua piring pesanan mereka. Dengan senang mereka menerimanya dan segera menikmatinya.

"Makasih, bang," seru mereka serempak.

"Nyari cewek yang biasa aja bang. Jangan mau kalau di deketin cewek yang kerjanya nggak bener," ucap Oo tiba-tiba.

"Maksud lo apa sih?" Setelah menyuapkan satu sendok ke mulutnya membuat Loren tidak bisa menahan pertanyaan dari mulutnya. Rasa penasaran terus menghantuinya.

Susah payah Oo meniup mie nya dan berujung jatuh kembali ke piring. "Ish!" dengusnya kesal.

Namun, ia kembali menatap kakaknya. "Maksud cewek cantik cetar membahana ini yang sudah melebihi badai salju dan tsunami! Kalau nyari cewek jangan cuma dari covernya doang. Tapi, cari tau kepribadiannya dan jangan asal mau aja!" Kemudian, ia kembali menikmati mie nya yang tertunda.

"Mau gue cariin atau gimana? Tapi gue nggak ada kenalan sih yang cocok buat lo," celotehnya. Ia kembali menikmati mie miliknya itu.

Loren masih belum paham dengan maksud adiknya itu. "Kalau Abram gimana menurut lo?" Mendengar nama cowok itu membuat Oo tersedak hampir terbang nyawanya.

***

"Kalau gue ketemu sama tu cewek ogeb dan abangnya! Gue mau bikin perkedel!"

"Sok banget lu! Baru di lirik aja takut," ujar Terang.

"Emangnya lo berani?"

Terang menggeleng keras. "Nggak boleh ngelawan sama orang yang lebih tua. Cewek itu lebih tua daripada gua."

"Bilang aja nggak berani sama ogeb!" cerca Ronald.

"Terang ini paling kalem bang. Jadi, besok beliin es krim buat Terang ya bang? Nggak bisa hidup tanpa es krim!" ujar cowok yang dikenal dengan panggilan pecinta es krim.

"Kenal kapan lo sama Oline?" Pertanyaan itu muncul dari Abram yang masih menikmati camilannya.

"Temennya bang balok," balas Terang santai. "Dulu ogeb udah dikenal dikalangan kakel gara-gara dengan mudanya minta tanda tangan ketua OSIS yang jutek dan dingin, keras pula kek es balok."

"Namanya?"

"Cemburu ya?" goda Terang dengan jail. "Ogeb nggak suka cowok cemburuan!"

"Anjing lo!"

"Kasar!"

Angan langsung memilih untuk meninggalkan tempat itu.

"Mau kemana lo?" teriak Ronald yang melihat anak itu sudah selangkah lebih jauh.

"Balik!" balasnya sedikit berteriak.

"Anak aneh!" umpat Satya.

"Aneh gimana bang?" sambung Ferdi. Dengan tangan yang masih sibuk mengupas kacang rebus.

"Di luar kelihatan cool, datar, diem, aslinya bobrok! Nggak nyangka dia bisa suka sama cewek yang se-frekuensi sama dia juga."

"Jodoh emang nggak kemana bang," sahut Terang.

"Nggak yakin tu bocah bisa naklukin abangnya yang pertama," ujar Satya.

"Abram nggak takut sama polisi. Malah dia ngajak polisi main catur," tutur Terang jujur apa adanya. Semuanya tercengang tak percaya akan penuturan anak ini.

***

Dengan rasa malas Abram masuk ke dalam mobilnya dan mengecek apa saja yang tertinggal. Setelah dirasa semua aman ia segera menjalankan mobilnya meninggalkan area itu. Kalau saja ada Oline pasti ia tidak akan merasakan bosan dan gabut seperti tadi.

Tapi, kalau sampai Oline tau sikapnya seperti tadi bagaimana nasib dan takdirnya kelak?

Abram belum bisa membayangkan nasibnya kelak, jika bersatu dengan Oline. Sikap masa bodok dan absurd bersatu.

"Gabut banget asli," gumamnya.

Pandangannya masih fokus mengaku jalanan pada malam itu. Hanya lampu remang-remang yang menghiasinya. Tak kala masih terdapat segelintir orang yang masih terbuka matanya di malam seperti ini.

"Masih lumayan rame juga," ucapnya yang melihat sekeliling masih terdapat sedikit warung wedang jahe yang buka dan beberapa gerobak makanan seperti penjual mie ayam keliling, dan masih banyak lagi.

Namun, ketika hendak menambah kecepatan laju mobilnya Abram menghentikan mobilnya di pinggir untuk menghampiri seseorang. Perasaannya tidak enak tapi niatnya untuk turun sulit untuk dihilangkan.

"Gue coba lihat dulu apa ya? Siapa tau bisa bantu?" gumamnya. Setelah itu, ia keluar dari mobil setelah dirasa mobilnya sudah terparkir dengan aman.

"Ada yang bisa saya bantu?' tanyanya lirih.

"Aaaaaaa ... Sakit!"

***

TBC

Cerita Cinta Oline Melandrino (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang