Setelah pulang diantar oleh Abram membuat Oo kesal sendiri. Pasalnya cowok itu semakin besar kepala dan pasti akan memiliki kesempatan untuk menggodanya besok. Kini ia hanya memandangi langit-langit kamarnya yang berwarna putih polos itu. Matanya ingin memejam tetapi masih belum bisa.
"Kapan hidup gue ini bisa tenang?" Oo mengulum senyumnya. "Andaikan Abang Abun menjadi calon suami gue! Sudah sangat dipastikan hidup gue ini!" Ia terkekeh sendiri membayangkannya. "Pasti hidup gue ya gini aja terus!"
"Mau tidur tapi jiwa halu gue kenapa muncul lagi?"
Oline sangat berbanding terbalik dengan zodiaknya. Kalau biasanya zodiak Capricorn itu identik dengan anaknya yang pendiam maka Oo berbeda. Ia akan lebih aktif.
"Hidup ini hanya sementara! Tetapi kenapa selalu ada ujian!"
Oo sibuk bersenandung sendiri. Sampai tidak menyadari sudah ada adiknya yang menatapnya dari ambang pintu. "Dipanggil sama papa," ucap Zio, singkat. Lalu, anak itu kembali turun ke lantai bawah menemui keluarganya lagi.
Perasaan Oo sudah tidak enak. Kenapa tiba-tiba memanggilnya coba? Kalau tidak ada urusan pasti mustahil. Karena sabar ia menurutinya dan melangkah menuju ruang keluarga.
***
"Kakak kamu mana Zio?" tanya mamanya.
"Lagi rebahan sambil menghalu!" Zio menjawabnya dengan benar. Memang kebiasaan kakaknya yang unik itu adalah halu.
"Halu itu bisa bikin orang kreatif!" sahut Oo yang menuruni anak tangga dengan perlahan. "Tumben manggil Oo yang paling cantik cetar membahana ini ada apa?" Ia melangkah mendekati keluarganya yang sudah berkumpul.
Setelah itu ia mendudukkan pantatnya di sofa lalu tidak luput memperhatikan satu persatu keluarganya. "Ada yang salah ya?" Oo menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal itu. "Ada apa sih?"
"Kamu sudah punya pacar?"
Susah payah Oo menelan salivanya sendiri. Kenapa bahasan dari topik ini tidak terselesaikan sih?
"Belum," jawabnya jujur.
"Lalu, cowok yang mengantarkan kamu tadi siapa?"
"Orang gila! Dia di suruh bang Loren buat nganterin Oline. Tadi, Oline ikut main sama Dunia terus gak sengaja ketemu bang Loren di suruh pulang dan dianterin dia." Oo memajukan bibirnya kesal. Ia mengulung bibirnya kedalam.
"Lagian kenapa sih kalian nyuruh Oo kesini? Oo capek, lelah, letih, lesu ingin rebahan!"
"Rebahan mulu! Belajar!"
"Udah!"
"Belajar apa?"
"Belajar mencintai Abun dan Iqbaal! Calon suami yang sangat idaman!" Oo terkekeh geli sendiri membayangkan jiwa halunya ini terbuka di depan keluarganya.
Rino ayahnya hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah anak gadisnya ini. Kepalanya pusing secara mendadak. "Kapan kamu mau dewasa?"
"Usia Oo udah 17 tahun."
"Dewasa bukan di lihat dari umur! Tapi, dilihat dari bagaimana pola pikir kamu," ucap Agatha. Bundanya itu tidak hanya sekali tapi berulang kali menegur putrinya ini tapi hasilnya ya seperti yang kalian bisa simpulkan. Sifat Oo yang seperti ini.
"Oo tau! Tapi, gak harus merubah kepribadian kita kan?" Oo menaikkan sebelah alisnya. "Oo mau jadi diri Oo sendiri dan berani tampil beda!"
"Kalau kita cari kesamaan kita dengan orang lain mah udah pasaran! Tapi, kalau kita berbeda maka kita akan menjadi yang unik dan memiliki ciri khasnya masing-masing."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Cinta Oline Melandrino (END)
Teen Fiction"Satu hal yang pasti, lo masa depan dan dia masa lalu." Oline tersenyum menatap Abram. "Gue suka sama lo." *** Oline Melandrino atau yang kerap dipanggil dengan Oo atau ogeb. Anak ketiga dari empat bersaudara, dimana ia paling cantik. Pecinta bebera...