17. Was-was

17 20 1
                                    

Oline dan Loren berjalan mengendap-endap untuk menghindari sergapan dari kakak mereka yang katanya akan pulang. Setidaknya mereka berjaga-jaga meskipun belum tau kakaknya akan pulang atau tidak.

"Jalannya pelan!" ujar Oo lirih. Sesekali ia memperhatikan sekitarnya dan bernapas sedikit lega. Setidaknya beban untuk mencari alasan berkurang.

"Kalau tu pinguin pulang kena amuk kita," ucap Loren dengan tatapan waspada.

"Kakak sendiri!" tegur Oo membuat Loren terkekeh pelan. "Tapi, bener. Tuh, orang kalau marah kadang-kadang mirip kek Zio! Cuma diem terus nggak mau jawab omongan orang!"

"Kakak sendiri!" sahut Loren. "Yang sopan! Pantesan aja para cowok pada ngejauhin lo! Nggak ada yang mau deketin lo!"

Bola mata Oo terbelalak dengan lebar. Mendengar fitnah kakaknya ia tidak terima begitu saja. "Secara tidak langsung lo ngatain gue nggak laku?" Oo sudah berkacak pinggang menatap kakaknya dengan tajam.

Loren bersusah payah menelan salivanya kala Oo tidak mengubah tatapannya itu. Masih dengan tatapan yang dingin dan penuh intimidasi.

"Kalau lo lupa! Gue pernah hampir bikin tangan anak orang di amputasi!" tekan Oo.

"Nggak punya hati lo!"

"Gue punya hati bego! Kalau nggak punya hati mati tolol!"

"Omongan lo!" tegur Loren yang tidak suka dengan ucapan adiknya. "Lo itu cewek! Jangan ngomong kasar nggak baik bodoh! Kakak sendiri lo katain bego sama tolol! Ogeb!"

"Abang sendiri yang sering ngatain adiknya ogeb!" Oo mengerucutkan bibirnya seperti bebek.

"Bibir lo minta gue capit ya?" ujar Loren.

"Lo itu cowok tapi cerewet banget sih?" tanya Oo heran. Kakaknya satu ini sering sekali bicara banyak. "Kayak Abang Lele dong! Dah, ganteng, irit bicara, terus kekar! Suami-able banget deh!"

"Lele siapa njir?!" Loren mengusap wajahnya kesal. Adiknya ini cukup menguras tenaganya untuk berdebat. "Kalau lo suka hewan nggak seenaknya lo sebut orang mirip hewan!"

"Lagian bang Davyn itu ketua The Eagle? Susah ngomongnya. Lagian lidah gue ini lidah orang Jawa gak bisa ngomong Inggris!"

"Itu lo bisa nyebut nama-nya?"

"Kebetulan inget."

"Aneh!" umpat Loren sudah menyerah jika berurusan dengan adiknya. "Buruan masuk kamar lo tidur!" suruh Loren pada Oline.

"Nggak bisa tidur!" akunya. "Matanya sulit merem bang! Lagian tadi kebanyakan makan sih!"

"Lo aneh! Makan banyak-banyak tadi! Udah tau badan lo itu nggak akan bisa gemuk walau makan banyak!"

Oline ini memiliki tubuh yang menurutnya kurus. Pasalnya ia tinggi dan terlihat seperti bule Rusia. Tadi, sewaktu beli mie tek-tek Oline sudah menghabiskan dua porsi mie tek-tek dengan masing-masing dua telur satu porsi belum ditambah dengan jajanan seperti siomay, es krim dan juga jajanan lainnya.

Tapi, yang namanya pawakan mau makan sebanyak apapun itu kalau memang badannya kecil susah mau gemukin-nya. Seperti halnya jika orang yang kelebihan berat badan ingin menurunkannya susah, terlebih lagi jika ia hanya makan sedikit saja sudah bisa menaikkan berat badannya.

"Badan gue ini kurus-able yang sangat limited edition!"

"Limited edition palak lo botak!" Loren menoyor kepala adiknya asal. Lalu, secepat mungkin ia berlari langsung masuk ke dalam bilik kamarnya menghindari amukan adiknya.

Cklek ...

Buru-buru Loren mengunci pintunya agar Oline tidak bisa masuk ke dalam kamarnya.

"Abang jelek!" pekik Oline kesal. Namun, detik kemudian membuat cewek itu langsung membekap mulutnya sendiri. Ia merutuki sikap cerobohnya yang berteriak di malam hari. Kalau ada yang dengar bisa dipastikan akan langsung di interogasi masalah pulang malam.

Cerita Cinta Oline Melandrino (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang